21. Wedding

134 12 0
                                    

Kemanjaan Riana pada Raditya sudah semakin tak tertolong. Selama seminggu penuh mereka tak pernah berpisah. Selain rindu, mereka mengurus persiapan pernikahan.

Walaupun sederhana, acaranya harus tetap sempurna atas dasar permintaan orang tua Raditya. Hari itu, Frans dan Rosa tidak jadi balik ke Australia. Ribet sekali kalau pulang nanti harus karantina.

Petugas kesehatan tidak akan menerima alasan Frans dan Rosa yang mau menikahkan anak. Peraturan tetaplah peraturan. Apabila sebuah peraturan tidak dijalankan, maka semua sistem akan runyam.

Makanya, setelah diantar Raditya ke bandara. Tak sampai lima menit, mereka langsung menghubungi sopir untuk dijemput kembali ke rumah.

Lain halnya lagi dengan Risa. Ada rasa bahagia melihat adiknya sangat dicintai Raditya. Namun, lama-lama dia muak karena hampir setiap hari 'dipaksa' melihat keromantisan mereka.

Riana selalu meminta calon suaminya datang ke apartemen. Selain Sari yang semakin ganjen pada Raditya, Riana pun semakin akut manjanya.

Hari ini, setelah salat Subuh berjamaah di masjid Al-Muhajirin kawasan Antapani, Raditya berhasil mengucap ijab kabul meskipun harus mengulang sebanyak tiga kali.

Semua orang tampak maklum walau menyimpan rasa greget di dalam hati. Sebagian besar orang akan merasa gugup saat melakukan qabul, di momen seperti itu sudah tentu akan melakukan kesalahan.

Sebelumnya mereka mendapat pencerahan dari penghulu atas permintaan Riana. Hanya Risa, Riana, dan Raditya. Itu saja sudah memukul mental ketiganya.

"Pernikahan yang dilakukan saat perempuan--mohon maaf--hamil di luar nikah sah-sah saja. Yang tak boleh kau nikahi adalah perempuan hamil ditalak tiga oleh suaminya. Oh, kalau kau cinta betul sama dia, tunggu sampai habis masa idah, yaitu masa menunggunya setelah ditalak. Lalu tunggu lagi sampai dia melahirkan," ungkap penghulu asal Binjai.

Katanya, sudah menetap di Bandung selama empat puluh tahun, tapi aksen Medannya masih kental.

"Apa ada efek yang akan ditanggung anak saya nanti, Ustaz?" Riana menatap sendu ke arah tamu yang baru datang.

"Ada, pasti ada. Bukannya saya mau menakut-nakuti. Sekarang kau, kan, hamil. Terus menikah sama Abang ini. Nanti anakmu lahir dalam keadaan Mamak sama Bapaknya sudah menikah. Sekarang saya katakan, ada empat perkara yang tak boleh anak dapatkan," jawabnya lugas.

"Satu, dia tak dapat bin dari Bapaknya, tapi dari Mamaknya. Di dunia ini, hanya satu orang yang pakai bin Mamaknya atas kehendak Allah. Siapa? Nabi Isa bin Maryam. Dua, dia tak dapat harta warisan dari pihak Bapaknya. Melainkan hanya dari pihak Mamaknya. Tiga, dia tak bisa dinikahkan oleh Bapaknya. Harus pakai wali hakim!" sambung penghulu itu dengan nada tegas.

"Yang keempat apa, Pak?" Siapapun tahu Riana tetap berusaha setegar karang walau ekspresi wajahnya melawan arah.

"Kalau nanti dia lahir laki-laki, terus punya adek perempuan, adek perempuan lagi, adek perempuan lagi, dia tak bisa menikahkan adeknya."

Raditya meringis sambil mengusap bahu Riana agar tenang. Penghulunya terlalu jujur. Kalau mental Riana gampang melempem bagai kerupuk basah, akan sangat susah untukmembuat dia senang kembali. Ini terkait masalah anaknya.

"Mohon maaf. Itu memang sudah jadi ketentuan. Abang kalau mau kasih warisan buat anaknya juga boleh, tapi jangan sebut warisan. Ganti dengan hadiah atau sedekah. Itu tak apa, Bang."

"Padahal saya udah menyesal banget, Pak Penghulu," lirih Riana.

"Lebih baik orang yang melakukan kesalahan terus taubat, daripada seorang alim ulama sibuk beribadah, tapi kerjaannya mengumpulkan dosa dengan menyinyiri seorang pendosa yang hendak taubat!" tukas penghulu mantap sekaligus menyemangati.

Karma Riana [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang