10. Menerima Keadaan

216 12 2
                                    

Riana adalah alasan Risa berjuang mati-matian untuk hidup layak. Sekolah tinggi-tinggi, kerja keras tanpa menerima bantuan orang tua, semuanya dia lakukan demi menunjukkan jati diri seorang kakak yang hebat di mata Riana.

Sejak dulu, Risa bersikeras ingin membiayai hidup sang adik dengan hasil keringatnya sendiri. Padahal, orang tua mereka usahawan berjaya di Bandung.

Riana masuk kuliah bersamaan dengan diangkatnya Risa menjadi pegawai tetap di kantor pemerintahan. Sebulan kemudian, dia naik pangkat. Takdir membantu dirinya mewujudkan mimpi membiayai kehidupan adiknya.

Namun, takdir juga menyuguhkan malapetaka tak terduga. Setelah Risa bangga melihat Riana wisuda tiga bulan yang lalu.

"Risa, maaf aku nggak menghargai kerja keras kamu. Bukannya bikin bangga, aku malah bawa musibah." Riana menunduk, rambut panjangnya jatuh terurai, kusut.

"Jujur, aku sempat kecewa dan ingin mengusir kamu dari sini."

Pengakuan Risa membuat hati Riana mencelos. Akan tetapi, dia tahu kakaknya tidak akan tega.

Risa menyingkirkan piring kosong, dan menyerahkan segelas susu cokelat. "Ingin banget, tapi kamu lagi hamil. Mau nggak mau aku harus mengakui kalau janin di perut kamu itu adalah keponakan aku. Lagipula kalau aku usir, kamu mau tinggal di mana?"

"Kamu benar. Aku cuma punya kamu di sini. Selain Papa dan Mama tentunya." Riana mengangguk setuju.

"Asal kamu tahu, sebesar apapun rasa kecewa aku, nggak ada yang namanya penyesalan karena udah kerja keras buat nyekolahin kamu sampai jadi sarjana. Nggak pernah ada. Itu mimpi yang paling berhasil menurut aku, Ri!" tukas Risa mantap.

"Nilai kamu selalu bagus. Lulus tepat waktu dengan predikat cumlaude. Nggak ada alasan buat bilang semua keringat aku sia-sia," sambungnya.

"Meskipun aku udah bikin kamu malu dengan status kayak gini?" Tatapan Riana mengandung banyak harapan.

"Ya. Kamu adik aku. Nggak ada yang bisa mengubah itu!" jawab Risa serius.

Tanpa kata Riana merebahkan kepalanya di atas paha Risa. Empuk.

Namun, dia takut mengatakannya sebab Risa sangat benci dibilang gendut. Padahal, cermin saja selalu jujur setiap Risa berkaca. Masa kalau manusia yang jujur langsung marah.

Pernah sekali waktu Riana mengatai kalau tubuh Risa semakin bengkak karena terus makan dan mengemil setiap saat. Wanita itu langsung mengamuk dan mengejarnya keliling apartemen sampai keduanya lelah dan sekarat.

Pertengkaran mereka yang sederhana, tapi sangat manis itu, membuat mata Riana pedas. Air mata itu keluar sendiri tanpa bisa dicegah.

Bersamaan dengan Risa yang ikut menangis dalam sikap pasrah. Tuhan pasti punya rencana. Walau sebenarnya Risa tak suka pada Raditya, tetap saja sebentar lagi pria itu akan jadi adik iparnya.

"Boleh nggak aku request, Raditya jangan jadi ipar? Dia lebih cocok jadi tukang kebun!" celetuknya spontan.

"Risa! Apartemen kita nggak punya kebun!"

🍒

Pagi-pagi buta, Riana mendadak merindukan sama soto ayam di pinggir jalan. Risa harus masuk kantor. Terpaksa dia mengutus Dimas mengantar adiknya mencari apa yang diinginkannya.

Masalah restoran, bisa diserahkan pada karyawan. Sedangkan kantor pemerintahan tak mengizinkan Risa semena-mena mengambil cuti harian.

Dante, putra semata wayang Risa dan Dimas, bisa ditinggal dengan pengasuh. Aman pokoknya.

Ketika jarum jam belum menunjukkan angka delapan, Dimas dan Riana sudah tiba di depan tenda soto ayam. Riana terus menatap uap yang keluar dari panci.

Dimas tersenyum geli. Adik iparnya terlihat sangat bersemangat.

Karma Riana [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang