🌻🌻🌻
Pagi ini aku berjalan lesu di koridor kampus, tujuanku sekarang adalah menuju kelas di lantai dua. Begitu memasuki kelas, aku melihat teman-temanku yang sudah berkerumun di kursi ketua tingkat. Sudah tertebak, pasti mereka ingin membayar uang buku.
"Divyaaa..." Khanza menghampiriku lalu merangkul bahuku, "Gimana?"
Aku menggelengkan kepala sambil memasang wajah cemberut. Jika mengingat percakapan bersama orang tuaku semalam, rasanya aku sedih. Kata Mama, uang makan saja kadang susah di cari, apalagi untuk beli buku yang harganya terbilang mahal.
"Nggak jadi beli dong?" tanya Khanza lagi.
"Ya gitu deh.." Aku menghela napas berat lalu berjalan ke tempat dudukku.
Aku menopang dagu dengan tangan kiri dan menatap teman-temanku yang sedang berkerumun untuk membayar uang buku. Tiba-tiba seseorang datang dan menerobos kerumunan itu. Seketika aku tertegun, itu bukannya Gama?
"Itu Gama kan?" tanya Inarah yang menunjuk keberadaan cowok itu, dan otomatis Inayah serta Khanza menoleh ke arah yang di tunjuk Inarah.
"Loh? Dia anak kelas sini juga?"
"Kok gue nggak pernah liat dia ya?
"Atau mungkin dia nggak pernah masuk kelas?"
Pertanyaan-pertanyaan itu di lontarkan oleh ketiga temanku, mereka bingung dan akupun sama. Selama satu bulan lebih berada di kelas ini, aku tidak pernah melihatnya mengikuti mata kuliah.
"Dia baru masuk atau gimana?" tanyaku.
"Kayaknya selama ini dia bolos deh, kemarin aja kita ketemu di kantin tapi nggak ada tuh masuk kelas." ujar Inarah memberi opini.
Tiba-tiba aku teringat dengan sesuatu, tanpa pikir panjang aku langsung berjalan menghampiri Gama, "Gabrian?" panggilku.
Gama menoleh ke arahku lalu menaikkan satu alisnya, "Siapa?" tanyanya bingung.
Jujur aku sedikit kaget karena dia tidak mengenaliku. Bukannya ingin merasa penting, tapi kami pernah terlibat insiden piring pecah, masa' dia tidak ingat aku?
Aku berdehem untuk menghilangkan rasa canggung, "Gue Divya, yang kemarin ketemu sama lo di kantin."
Gama terdiam sebentar, sepertinya berusaha mengingat siapa aku. Lalu kemudian dia menganggukkan kepalanya, "Oh, piring pecah?" tanyanya sarkas.
Aku meringis mendengar ucapannya dan mengangguk sebagai balasan. Haruskah dia menyinggung masalah kemarin?
"Kenapa lo nyamperin gue? Ada masalah lagi? Atau utang gue belum lunas?"
Aku refleks menggeleng, "Nggak! Bukan!"
Aku merogoh saku baju seragamku lalu mengeluarkan uang dua puluh ribu dan menyodorkannya ke arah Gama, "Uang kembalian lo kemarin."
"Gue udah bilang kemarin nggak usah kembalian, buat lo aja." ujar Gama tanpa berniat mengambil uang yang aku sodorkan di depannya.
"Nggak bisa! Gue nggak bisa terima."
Gama menghela napas dan akhirnya mengalah, "Yaudah gue ambil, thanks." setelah itu, Gama berbalik meninggalkan kelas.
🌻🌻🌻
KAMU SEDANG MEMBACA
The Memories
Ficção AdolescenteNamaku Divya, lebih lengkapnya Nadivya Deeana. Anak pertama dari tiga bersaudara, yang digadang-gadang kelak akan menjadi tulang punggung keluarga menggantikan posisi Ayah. Hidupku sederhana. Bisa kuliah, punya tempat tinggal, dan makan saja sudah...