Apa yang lebih pahit dari obat?
Hidup.***
Masih pagi namun tidak ada perasaan bahagia yang teraut di wajah cantik perempuan itu. Bahkan untuk merasa lega saja dia tidak mampu. Pagi ini terlalu cerah baginya untuk berdebat dengan perempuan berambut pirang yang sedang duduk bermesraan dengan pacarnya.
"Aduh, apa ni datang-datang banting tas." Sang perempuan berambut pirang bercelutuk.
Liora menarik nafas panjang, menahan emosinya agar tidak diluapkan. Perdebatan kemarin malam sudah cukup melelahkan baginya. Walau egonya meronta-ronta ingin membalas celetukan perempuan itu.
"Bokap bilang besok ga usah datang rumah lagi, dia muak lihat muka lo!"
brak
Celetukan perempuan itu membuatnya tak tahan lagi. Liora memukul meja dengan kuat tanpa menghiraukan tangannya yang memerah.
"Diam lo perebut!" Balas Liora.
"Sorry, orang-orang yang punya mata makanya mereka lebih milih gue daripada lo!"
"Udah Div!" Laki-Laki disebelah perempuan bernama Divana, alias pacar Liora mengeluarkan suara sedikit membentak.
"Cuih, apa lagi yang lo mau? Keluarga udah, uang udah, ketenaran udah, sekarang pacar murahan gue lo mau?" Liora sudah tak tahan lagi.
"Liora!" Hardik laki-laki yang sejak tadi berada di sebelah Divana.
"Apa? bukannya bener yang gue bilang, tuan Baskara Putra Handika."
Baskara atau sering dipanggil Bas merupakan pacar dari seorang Liora. Mereka sudah berpacaran 2 tahun. Semuanya baik-baik saja sebelum Diva datang ke kehidupan mereka.
"Hallo Liora cantik." Sapa seorang laki-laki yang baru datang dengan keadaan berantakkan. Bajunya keluar, rambutnya amburadul, rompi yang ditenteng di lengan kanan serta tas ransel di bahu kiri.
"Modus lo Dar!" Cibir perempuan yang datang bersama laki-laki itu.
"Iri aja lo Em" Sahutnya dengan bola mata berputar.
Gaidar Adhie Perkasa dan Amiko merupakan sahabat Liora. Mereka sudah bersahabat sejak Liora masuk sekolah menengah pertama. Liora bertemu Ami saat ia kebingungan mencari kelas pertamanya.
Amiko yang sering dipanggil Em adalah perempuan pintar dan sangat baik. Dia tidak pernah memandang sebelah mata ke siapapun. Ah, kecuali kepada Diva.
"Pagi-pagi kok mukanya udah kesel sih cantik?" Gaidar merangkul Liora dengan senyuman lebarnya.
"Yaiya la Dar, lo ga kepedesan apa? Gue aja pedes loh daritadi." Singgung Em sembari melirik Diva.
"Maksud lo apa?" Sahut Diva.
"Waduh, ngerasa ya?" Amiko mengeluarkan senyuman mautnya.
"Lo tu cabe!" Diva masih tidak terima.
"Cabe teriak cabe." Gaidar menatap Diva dengan tatapan dingin. Walau tak dipungkiri tangannya masih merangkul Liora.
"Udah ah lo berdua mending kita ke kantin deh." Liora mengerti, Gaidar tidak suka sepupunya direndahkan oleh siapapun.
"Yuk!" Sahut Amiko senang.
Gaidar berjalan keluar tanpa melepaskan tatapan dinginnya kepada Divana. Kalau saja membunuh tidak dilarang maka Divana sudah habis di tangan Gaidar sejak lama.
"Huft, kapan lo putus dari Basrek?" Amiko melengoskan bahunya lelah.
"Basrek?" Tanya Gaidar dengan kedua alis tertaut.
"Baskara brengsek." Jawab kedua gadis itu dengan kompak.
"Lo tau sendiri Em, ga semudah itu buat putus sama dia."
"Itu lah kenapa gue bersyukur jadi yatim." Gumam Gaidar.
plak
"Heh! kok malah bersyukur sih gila ni orang." Cibir Ami setelah memukul lengan Gaidar.
"Ya habisnya selama gue bisa menggunakan logika yang gue miliki, bokap yang gue lihat cuma bokap Liora. Cuma dia contoh nyata buat gue bentukan bokap itu kayak apa."
"Ya beda lah Gabo." Amiko memutar bola matanya malas.
Gabo adalah panggilan singkat dari Gaidar bodoh. Amiko selalu memanggilnya dengan nama Gabo jika Gaidar sudah mengeluarkan stigmanya yang tidak jelas.
"Anjir gue kok ditinggal?" Teriak seorang laki-laki yang berlari mengejar mereka.
"Lo kerjaanya telat mulu ege." Sahut Liora.
"Ya soalnya anak mama yang ganteng ini harus bantuin mama urusin adik kesayangan nan cantik jelita."
Dia Arezha, bukan yatim namun sang putra keluarga cemara. Hanya dia diantara mereka berempat yang memiliki keluarga lengkap dan sempurna. Parasnya tampan dengan prinsip mama adalah segalanya.
Sesampainya di kantin, keempat sahabat itu memesan makanan dan minuman serta bertertawa ria. Hanya mereka harapan Liora setidaknya sekarang. Hanya mereka yang tidak menyakiti hari liora. Hanya mereka.

YOU ARE READING
SANDAR
Roman pour AdolescentsDia tetap hidup walau jiwanya sudah mati, Tetap bernafas walau setiap hembusannya terasa pilu. Ia hanya butuh sandaran, tidak lebih.