"Merokok dapat membunuhmu" Tapi jiwaku sudah mati sebelum dibunuh rokok.
***
Hembusan angin menerpa wajah gadis cantik itu. Ia memejamkan matanya sembari mengesap rokok yang sudah satu tahun ini menjadi saksi bisu perasaannya. Gadis itu ingin menangis namun sudah tak ada air mata yang tersisa untuknya.
"Merokok dapat membunuhmu Nona."
Suara berat seorang pria dari belakang membuat mata Liora terbuka. Tanpa berpaling, Liora tetap mengesap rokok di tangannya. Pria dengan seragam berbeda itu mendekati Liora lalu duduk di sampingnya.
Mereka berada di bangunan yang tak diselesaikan proses pembangunannya. Itu adalah tempat favorit Liora untuk menenangkan dirinya sejenak. Setiap petang, Liora selalu kesana untuk sekedar merokok dan merenung.
Pria itu mengambil rokok dari sakunya lalu menghidupkannya. Ia menatap langit sambil tersenyum kecil. Lima menit berlalu tidak ada yang memecahkan keheningan disana. Hanya suara angin serta kendaraan berlalu lalang yang terdengar.
Ia beralih menatap wajah Liora. Cantik, batinnya. Namun tak dipungkiri, tatapan gadis itu menunjukkan betapa kesepiannya dia. Sepi mendominasi raut wajahnya.
"Liora Qansa Dirgantara." Ucap pria itu, bukan memanggil namum melafalkan namanya.
Liora menatap wajah pria itu. Entah mengapa hatinya berdesir saat disebutkan nama lengkapnya. Sudah lama ia tak mendengar nama lengkapnya.
"Lo kaya bintang."
Liora menautkan kedua alisnya merasa kebingungan. "Maksudnya?"
"Iya, semua orang tau lo ada tapi jarang terlihat."
"Gue Arkana." Arkana mengangkat tangannya menunggu dijabat.
"Liora." Ucapnya sembari menjabat tangan.
"Gue gak nyangka bisa ketemu lo di tempat kaya gini."
"Kenapa?"
"Ya, lo artis gue bukan."
Liora terkekeh kecil. "Bokap nyokap abang, bukan gue."
"Tetap aja lo terkenal dan sering disorot."
"Kenapa lo milih tempat kaya gini untuk nenangin diri?" Tanya Arkana.
Liora menarik nafasnya berat lalu mengangkat kedua bahunya. "Gue suka tempat yang tenang."
"Lo cantik tapi misterius."
Gadis itu mengambil sebatang rokok dari tempatnya lalu membakar gulungan kertas berisi tembakau tersebut.
"Sejak kapan?"
"Maksudnya?" Tanya Liora bingung.
Mata Arkana mengisyaratkan "itu ngerokok". Liora memilih untuk tidak menjawab. Ia memalingkan wajahnya lalu menatap langit oranye yang sebentar lagi menjadi gelap.
"Orang sesempurna lo bisa punya beban hidup ya?" Arkana ikut menghidupkan rokoknya.
"Sempurna?" Liora tertawa renyah.
"Ya, keluarga harmonis, terkenal, cantik, punya sosok orangtua dan abang yang hebat."
"Tau dari mana?"
"TV."
Liora tertawa mendengarnya, pria yang baru ia kenal beberapa menit menilai hidupnya dari televisi. Semua orang awam menganggap Liora memiliki kehidupan sempurna.
"Lo lucu." Pujian Liora ditambah tawanya membuat Arkana tersipu malu.
"Ohya, mumpung gue ketemu langsung gue mau tanya."
"Tanya aja." Liora menjawab santai.
"Kenapa lo ga ikut jejak keluarga lo? Padahal lo cantik banget dan gue yakin lo punya potensi jauh lebih besar daripada mereka."
Liora diam, mengambil nafas panjang sebelum menjawab. "Karena hati gue gak disitu."
Arkana mengangguk mengerti, ia hanya menyayangkan Liora yang tertutup. Ia gadis cantik dengan segudang bakat yang bisa membuatnya meledak di dunia pertelevisian maupun sosial media.
Setelah cukup lama mereka tidak mengeluarkan suara, Liora berceletuk. "Gue cabut duluan ya."
"Butuh tumpangan?"
"Thankyou tapi gue bawa motor."
"Ohh... bawa mot- hah motor?" Arkana membelalakkan matanya tidak percaya.
"Kenapa?"
"Lo Liora dan lo bawa motor?"
"Iya emangnya kenapa?"
"Lo anak artis naik motor?" Tanya Akrana dengan raut wajah heboh.
"Apa yang istimewa dari status itu sih?" Liora memutar kedua matanya jengah.
"Gue kira orang kaya lo cuma mau naik mobil."
"Ya gak lah, gue manusia pada umumnya kali."
"Yauda kapan?"
"Hah?" Liora kebingungan.
"Kapan motoran bareng?"
Liora tersenyum licik. "Besok jam 6 gue tunggu disini."
Liora mengambil ranselnya lalu berdiri pergi meninggalkan Arkana yang masih bengong tidak bisa mencerna apa yang keluar dari mulut Liora. Maksud Arkana, ia diajak sang putri untuk motoran bareng. TBL TBL TAKUT BANGET LOCH.
"Oke! Gue tunggu ya!" Teriak Arkana setelah ia sadar.
Arkana sangat senang, ia memantikkan rokoknya lalu bersiul kegirangan. Motoran bareng Liora? Untuk bermimpi saja ia tidak berani. Namun ini nyata, sangking tidak percayanya ia mencubit-cubit pipinya dengan keras.
"Auch, Ini nyata ya?! Bunda Arka nemu jodoh ga sih ini? Doain Arka biar jadi jodoh Liora ga sih bun? Nanti Arka mau punya anak berapa ya?" Gumam Arkana kesenangan sembari menatap langit yang sudah gelap.
Dan malam itu menjadi awal pertemuan Liora dan Arkana. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi setelah perkenalan itu. Entah baik atau buruk tapi Arkana jatuh hati pada Liora.
YOU ARE READING
SANDAR
Teen FictionDia tetap hidup walau jiwanya sudah mati, Tetap bernafas walau setiap hembusannya terasa pilu. Ia hanya butuh sandaran, tidak lebih.