Sang Raja menyandarkan punggungnya ke dinding kamar Ilsa. Kedua tangannya menelangkup di depan tubuhnya sementara matanya terpejam. Wajahnya terlihat marah dan terluka di saat yang bersamaan.
"Apa yang sudah kau lakukan padaku Ilsa?"
Ilsa masih tidak mengerti apa maksud perkataan pria itu. Tapi seketika semua kebingungan, luka dan keputusasaannya menghilang bersamaan dengan munculnya Samael di kamarnya.
Samael membuka matanya. Kesunyian menyelimuti keduanya bak sebuah kabut pekat yang perlahan turun di malam hari. Keduanya bertukar pandang selama beberapa detik. Beberapa detik yang terasa selamanya bagi Ilsa.
Lalu, Ilsa menjulurkan tangannya kedepan. Terulur, meraih, memanggil Samael.
Pria itu tidak menjawab. Samael kembali memejamkan matanya. Waktu kembali terasa membeku disekitar keduanya.
Beberapa detik kemudian, birunya mata Samael kembali membuka dan tertuju pada Ilsa.
"Aku takut... jika aku menyentuhmu malam ini, aku akan tidak bisa berhenti. Aku akan menginginkan semua yang kau berikan dan aku akan meminta lebih banyak. Jauh lebih banyak."
Leher pria itu bergerak menelan ludahnya dengan susah payah.
"Aku takut... jika aku melakukannya, aku tidak akan bisa melepaskanmu."
"Jangan, kalau begitu," Ilsa memohon. Kedua tangannya masih terjulur kedepan. "Jangan lepaskan aku."
Rahang Samael berdenyut seakan ingin mengatakan sesuatu, Ilsa bisa merasakannya.
Tapi pria itu tidak melakukannya. Ia hanya memandang ke arah Ilsa dengan wajah dipenuhi kebimbangan yang membuat Ilsa kembali merasa cemas.
Mengapa Samael tidak mengatakan apa yang mengganggunya?
Ranjang yang ditempatinya terasa hampa tanpa pria itu.
Besok, ia akan mencari tahu apa yang sebenarnya mengganggu Samael. Tapi malam ini... Malam ini ia hanya ingin berada di dekat pria itu. Keinginan akan Samael terasa sangat kuat hingga kini seluruh tubuh mungil Ilsa mulai gemetaran.
"Kemarilah, Samael...." Ilsa berbisik.
Samael masih tidak bergerak.
"Jangan mengira kau bisa memerintahku, Ilsa." Geraman pria itu berlapis kemarahan, walau sepertinya ditujukan pada dirinya sendiri daripada kepada Ilsa.
"Aku tidak berniat memerintahmu, Rajaku," Ilsa menggeleng. "Aku hanya tidak bisa tidur tanpa adanya dirimu."
Ilsa bisa melihat rahang Samael kembali berkedut. Pandangan mata pria itu mengatakan bahwa ia pun merasakan hal yang sama dengan Ilsa. Tapi sesuatu menahan tubuh Samael untuk tidak bergeming.
Tidak. Ilsa tidak akan kehilangan Samael. Tidak untuk malam ini.
Ilsa menurunkan kakinya dari ranjang dan berdiri. Perlahan di bukanya pakaiannya satu persatu.
Wajah Samael menegang. Nafsu berkilas dan terlihat jelas melintas dalam matanya yang biru sementara Ilsa berdiri di depannya tanpa sehelaipun pakaian.
Pipi wanita itu terbakar memerah tapi Ilsa menahan keinginannya untuk berpaling. Wanita itu memandang lurus ke arah Samael. Tampak sangat rapuh. Mungil dan murni, berdiri tepat didepan Samael dan menunggu.
Seluruh perlawanan dan tembok yang dipasang pria itu, runtuh seketika oleh kecantikan yang ada di depannya. Kecantikan yang membawa anaknya didalam perutnya yang membesar.
Wanitanya. Miliknya.
Malam ini akan menjadi abadi di dalam kamar ini, Samael memutuskan. Karena setidaknya di dalam kamar ini, esok tidak akan muncul.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Queen's King (Sekuel The King's Slave) TAMAT
Ficción históricaSekuel dari: The King's Slave *** Ini adalah kisah tentang seorang Raja dan Budaknya. Jaman dahulu kala, hidup seorang Raja yang tanpa sadar jatuh mencintai Budak yang dibencinya. Jaman dahulu kala, hidup seorang Budak yang tanpa bisa melawan jatuh...