"ARGGKHHH"
Nathan dan Ale sama - sama terdiam mendengar suara teriakan yang berasal dari bangunan penginapan mereka.
"Kaina?"
Dengan cepat Ale dan Nathan berlari menuju ke penginapan mereka. Banyak juga murid lain yang ikutan berlari mencari suara asal.
Nathan membuka pintu kamar Kaina dengan kesal. Hal pertama yang Nathan dan Ale lihat adalah Kaina yang terbaring di lantai dengan darah diperutnya.
Lalu mata mereka beralih kepada Giselle yang menangis sambil—memegang pisau bernoda bekas darah.
"Kenapa? Anjir Kaina?!" Jenan yang barusan datang juga ikutan panik melihat Kaina.
Ale melangkahkan kaki nya masuk mendekati Kaina. Ia merobek sedikit pakaian Kaina dan melilitkan nya ke perut Kaina yang masih terus mengeluarkan darah.
"JENAN! siapin mobil lo sekarang" ucap Ale dengan mata yang sudah memerah. Mungkin sebentar lagi ia akan menangis.
Sementara itu, Nathan masih menatap kearah Giselle yang terdiam dengan pisau yang masih setia digenggam nya.
Giselle menggelengkan kepala nya menatap Nathan dengan air mata yang masih terus mengalir.
Nathan mengabaikan Giselle, ia ikut melangkahkan kaki nya dengan cepat dan menggendong Kaina menuju mobil Jenan.
Kaina dibawa ke rumah sakit kota karena sepanjang perjalanan mereka tidak bisa menemukan apapun selain jalan dan perpohonan.
Ale sudah menangis daritadi sambil menekan darah Kaina yang tidak berhenti keluar. Jenan menyetir mobil dengan serius dan Nathan yang agaknya masih shock dengan apa yang ia lihat tadi.
Ketika sudah sampai di rumah sakit, Kaina langsung dilarikan ke UGD. Mereka bertiga yang mengantar Kaina tadi hanya bisa menunggu diluar.
Ale masih terus–terusan menangis sampai Jenan harus memeluknya untuk menenangkan nya.
Jenan menatap kearah Nathan, seharusnya ini tugas Nathan untuk menenangkan Ale seperti ini. Namun mungkin Nathan juga sedang banyak pikiran.
"Udah-udah, Ale jangan nangis terus. Nanti malah jadi lo yang sakit, kita tunggu Kaina bareng-bareng ya?" Ucap Jenan berusaha menenangkan Ale namun air mata Ale masih mengalir dengan deras.
Dibalik isakan Ale, Nathan masih terdiam. Ia tidak tau harus berbuat apa sekarang. Apakah dia harus menenangkan Ale atau pergi menemui Giselle?
"Nathan, what do you think now?" Ale menatap Nathan setelah melepaskan pelukan nya dari Jenan.
"Jangan bilang lo mau pergi ke Giselle sekarang?" Lanjut Ale.
Nathan tersenyum dan menggelengkan kepala nya. Ia berjalan kearah Ale dan segera memberikan nya pelukan terhangat seperti biasa untuk Ale.
Hanya Ale—hanya perempuan ini yang paling mengerti perasaan Nathan. Perempuan yang sedikit terlihat kasar ini mempunyai hati yang sangat peka.
"Gue dipihak lo, Nathan dipihak Ale, sama seperti biasa dan selalu akan seperti itu" Ucap Nathan pelan sambil mengusap rambut Ale dengan pelan.
Jenan yang melihat pemandangan didepan tertawa sebentar. rasanya lucu saja melihat kedua manusia yang saling mencintai namun enggan memberi tahu satu sama lain.
Kemudian pandangannya kembali melihat pintu UGD yang tengah menangani Kaina. apakah Kaina akan baik-baik saja? Kami belum terlambat saat membawa nya bukan? Kenapa Kaina bisa terluka? Kenapa Giselle? atau orang dewasa lagi?
Beberapa pertanyaan terus muncul di kepala Jenan membuatnya merasa cukup pusing, "Jika ini benar-benar perbuatan orang dewasa, bukankah mereka keterlaluan?"
Jenan hanya bisa menggelengkan kepala nya membayangkan seburuk apa yang orang dewasa lakukan setelah Giselle masuk ke sekolah mereka. Kenapa harus Giselle?
Kenapa?
TBC
28.05.2022
Maaf menghilang cukup lama T_T
KAMU SEDANG MEMBACA
ÆDREAM : The Rank [END]
FanficSMA Pelita Nusantara- SMA favorit nomor satu di Indonesia karena tiga peringkat pertama angkatan terakhir di sekolah tersebut akan mendapatkan kesempatan untuk kuliah di luar negri gratis dengan segala fasilitas disana. Four Knights- Circle paling t...