SHE

105 17 4
                                    


"Jangan pernah jatuh cinta dengan Matsyan."

"Karena mereka tidak melihat Manusia lebih dari mainan untuk dimanipulasi."

-

Noda di kacamataku tidak mau pergi.

Tidak peduli berapa kali aku menghapusnya, noda itu terus saja kembali seperti kerak di WC. Aku melepaskan kacamata persegi itu dari mata dan mulai mengelapnya dengan kaki blazer yang aku kenakan. Tidak bersih, sih, tapi apa boleh buat. Aku tidak membawa kotak kacamata di tengah patroli malam.

Siapa pula yang kepikiran membawa benda seperti itu ke tengah tugas patroli?

"Hei, aman! Tidak ada yang mengawasi!"

Bagai riak air yang menyebar dengan lembut dan tenang ke setiap sudut permukaan air, suara asing itu menggema dengan halus ke seluruh penjuru gelanggang renang.

Benar, bahkan sampai ke tempatku berjaga.

Dari balik tembok podium penonton, aku mengenakan kacamata kembali dan mengintip. Aku mencoba meminimalkan sosokku di balik kegelapan. Biar bagiamanapun, siluet yang terlalu mencolok akan bisa dilihat dengan mudah, terutama ... ah, sial ada yang bawa senter di antara mereka!

Ugh, padahal sudah ada peraturan pembatasan pemakaian ponsel dan senter di kawasan sekolah, tapi masih saja—ugh, Risa tidak akan suka mendengar ini!

Di dekat kolam renang, tiga siluet gelap berjalan mendekati pinggir kolam. Mereka mengarahkan senter ke arah kolam yang biru.

Tunggu, tadi aku tidak dengar ada yang keluar dari kolam! Tidak ada jejak air juga! Oh, Pertiwi, jangan-jangan Dia masih ada di kolam?!

Gawat!

"Wah bener, tuh!" Anak yang berdiri di paling kiri—si anak kiri—berseru lebih dulu. "Air kolamnya jadi gelap banget di malam hari! Itu bukan sekadar mitos!"

"Gue kira lo ngibul doang gara-gara ketakutan dan nyaris pipis di celana pas kemarin malam menyusup ke sini."

Hah? Ada pelaku kemarin ma—bukankah Risa sudah mengurusnya? Katie juga sudah memastikan dia ditahan di ruang detensi seharian, kan, jadi—bagaimana—oke, oke, Mira, jangan panik. Jangan marah dulu. Jangan gusar.

Bukan berarti teman-temanmu bisa berlaku sempurna, kan?

Lagipula ini bukan patroli malam pertamamu. Ini bukan masalah pertama. Ini bukan penyusup pertama. Kau tahu aturannya. Kau tahu cara mainnya. Kau tahu cara mengatasi ini.

Oke, tarik napas, dan mulai!

"Ya ... ya, kita udah ke sini, perkataan gue bener, jadi udah ayo balik!" Anak yang berdiri di tengah—si tengah—menarik-narik lengan baju kedua temannya.

Aku menyipitkan mata di tengah keremangan malam dan keterbatasan cahaya dari senter yang ada. Seragam dan blazer yang mereka kenakan, jelas mereka adalah anak SMK Yusvi sendiri, tapi dari kelas berapa dan tingkat berapa, aku tidak bisa melihat badge di pundak mereka.

Ugh, mereka terlalu berdiri berimpitan dan cahayanya bergerak terlalu cepat.

Sekarang aku jadi pusing sendiri melihatnya!

"Alah, masih aja pengecut lo!" Temannya yang berdiri di kanan—si kanan—menyenggol pundak si tengah dengan kencang. Jelas bukan dengan maksud baik. "Ngapain lo ngember soal "Air di kolam renang berubah nggak keliatan dasarnya kalau malam hari" ke anak-anak? Ujung-ujungnya malah jadi yang paling pengen cepet kabur! Kalau emang nggak mau ke sini, jangan ngember, goblok!"

SPLASHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang