TIGA-Kumandang Azan Di Langit Manhattan

11 2 0
                                    

Malam itu hujan deras, jalanan agak sepi tidak seperti biasanya. Hampir tengah malam Sena berjalan pulang menuju apartemennya, tapi tiba-tiba seorang pria berperawakan besar menyergap tubuh perempuan itu hingga membuat Sena jatuh, keningnya  membentur aspal dengan keras. Perih, luka dikeningnya seperti ditusuk-tusuk air hujan. Semuanya samar, pening bukan kepalang perempuan itu rasakan. Pria itu memukul Sena sampai ia lunglai.  Sena mencoba meronta dengan sisa tenaganya, ia masih mencoba untuk memeluk tas soren miliknya, yang kemudian di rebut paksa pria berjaket kulit itu.

"Somebody, help! Somebody help me!" teriakan Sena menggema, namun kalah keras dengan suara hujan yang deras malam itu. Sena mencoba menendang perut pria itu,namun tak berhasil, rambut panjangnya di tarik kebelakang dengan kuat, tangan besar pria itu kemudian melilit lehernya, Sena sulit bernafas. Matanya terbelalak, wajahnya kian membiru. Tanpa aba-aba pria itu menusukkan pisau ke dada kiri Sena, membuat perempuan itu langsung jatuh terkapar dengan darah segar yang terus mengalir.

lucu dan memilukan, pikiran Sena mulai melayang, apa ini saatnya ia mati? padahal kekosongan dihatinya sudah mulai terisi, jawaban yang ia cari telah ia temukan. keinginan untuk mengakhiri hidupnya malam ini, sudah ia lenyapkan dalam-dalam, tapi mungkin kematian telah nampak dipelupuk matanya. 

ia menangis dalam rasa sakit dan sesal. Dari seberang jalan, tak disangka-sangka sosok Iman berlari menerobos hujan, dengan cekatan ia memukul perampok itu hingga terbaring lunglai ke aspal. Tapipria itu terlalu kuat, ia bangkit sembari menendang perut Iman dan menusukkan pisau ke pinggang Iman. Segalanya terlihat mencekam, Iman jatuh tersungkur. Perampok itu kabur dan menghilang dalam derasnya hujan. Dengan sisa tenaganya, Iman mencoba merangkak menghampiri Sena yang sekarat menahan sakit. 

"Wahai Allah, jika aku mati sekarang, berilah aku satu dari sekian sejuk pergerakan Mu,agar tenang jiwaku dalam pejam tanpa sesal." Sena berucap dalam hatinya. Perih terasa menusuk-nusuk ngilu, pandagannya mulai memburam. Di ujung nafas, dengan dituntun Iman, Sena mengucap kalimat syahadat dengan khidmat.


- SELESAI



Terima kasih sudah mampir ke cerita pendek ini 

dan membaca setiap part nya sampai akhir. Semoga ada kebermafaatan di dalamnya. Aamiin^^

Tunggu cerita selanjutnya ya! 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 11, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Manhattan the City of FaithTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang