1. Terkuak

108 54 160
                                    

'Ketika waktu tak memberiku jeda untuk sekadar mengerti keadaan'

"Derrr!" Sempat berharap suara itu bukan suara badan mobil yang menghantam sesuatu.

Terlihat jelas hampir saja mobil Avanza putih itu menabrakku. Ini semua berkat seseorang yang menyelamatkanku secepat kilat.

Seketika orang-orang datang menghampiriku yang tengah syok di tepi jalan. "Gimana dek? Apanya yang sakit?"

Aku hanya bisa terdiam dan bertanya dalam hati. "Seingatku aku yang hampir tertabrak, tapi aku selamat! lalu tadi suara apa?"

Dari kejauhan aku melihat kerumunan yang lebih banyak daripada yang berada di sekelilingku.
"Pa-ak itu yang di sana ada apa?" Aku bertanya pada seorang lelaki paruh baya di dekatku.

"Saya kurang tau dek, dengar-dengar yang lihat kejadiannya, itu orang yang nolongin adek." Balasnya.

Setelah mendengar perkataan bapak tadi, tanpa berpikir panjang aku terbangun dengan tertatih dan badan yang masih lemas karena syok.

"Dek! dek! jangan bangun dulu." Terdengar suara orang-orang yang berniat menghentikanku tapi tidak ku hiraukan.

Aku mendekat dan mencoba menyelinap masuk ke dalam kerumunan itu. Namun, yang kulihat.

"I-i-i-buk...." Aku melihat orang yang sangat dekat denganku terbaring di aspal berlumurkan oleh darah di kepalanya.

"Pak!! buk!! kenapa hanya diam saja to-tolong ibu saya, panggilkan ambulans." Aku berseru kepada orang di sekitar dengan air mata yang mulai menetes di pipi.

"Baik, saya akan telepon ambulans segera." Balas seorang ibu yang berada di depanku.

"A-i-r-a anak ibuk...." Terdengar lirih ibuku yang mencoba meraih tanganku.

Aku mendekatkan diriku ke arahnya dan meletakkan perlahan kepala ibu di pangkuanku.

Aku menggenggam tangannya. "Maafin Aira buk.... karena Aira, ibu jadi...," belum sempat aku menyelesaikan perkataanku.

"Sssttt....Ibuk tidak apa-apa nak, jangan merasa bersalah. Lagipula sudah menjadi tanggung jawab seorang ibu untuk melindungi anaknya." Lirih suara ibuku yang semakin lemas.

"Arrrgh." Aku mendengar dengan jelas suara rintihan ibu yang sedang kesakitan.

"Ibu rasa waktu ibu sudah tidak lama lagi, Aira. " Sontak aku menghentikan ibu dengan salah satu telapak tanganku di bibirnya.

"Aira yakin ibu pasti kuat! kita akan segera ke rumah sakit." Dengan raut wajah cemas aku mencoba meyakinkan ibu.

"Nak, sebelum ibu pergi ibu ingin memberi tahu kamu rahasia yang selama 6th ini telah ibu sembunyikan dari kamu."

Saat itu ibu mencoba memberi tahuku sesuatu. Tapi suara ambulans mengecohkan fokusku pada ibu.

"Wiu-wiu-wiu." Tiba-tiba terdengar sirine ambulans yang membuatku bergegas.

"Syukurlah akhirnya ambulansnya datang." Ucapku penuh harap akan keselamatan ibu.

Tanpa menghiraukan perkataan ibu tadi, aku mencoba memapah ibu masuk ke dalam ambulans.

Sejenak, ibu memegang erat tanganku dan berkata. "Ba-pak-mu....mas-ih hid-up, Nak. Maafkan ibu Aira, karena baru memberi tahumu sekarang."

Aku yang saat itu sedang dalam keadaan panik, masih belum bisa mencerna perkataan ibu dengan baik.

Namun, langkah kakiku tiba-tiba terhenti setelah aku menyadarinya. Berharap mendapat sedikit penjelasan.

"Apa?! kenapa baru sekarang ibu? kenapa menyembunyikan semua ini dariku? Kenapa ibu bilang bapak sudah meninggal?" Banyak sekali pertanyaan yang ada di benakku. Hingga, aku melupakan kondisi ibu saat itu.

"Kelak, jangan sampai kamu membenci bapakmu Aira dan jaga adikmu baik-baik...."

Tangan ibu yang tadi masih erat memegangiku. Perlahan terlepas dan tergeletak kaku tepat di depan mataku. Aku mencoba memegang tangannya yang mulai terasa dingin. Saat itu pikiranku sangat kacau aku tidak bisa berpikir dengan jernih.

Air mataku satu demi satu menetes, seakan sudah tahu apa yang terjadi. Kenyataan yang kemungkinan diriku sendiri sulit untuk menerimanya telah di terima baik oleh indra mataku.

"Saya dokter, biar saya periksa." Seorang bapak-bapak berkaca mata memberi isyarat kepadaku agar memberinya ruang.

Kulihat ia membuka koper kecilnya dan mengeluarkan stestoskop.

Sesaat jantungku berdegup kencang melihat dokter itu memeriksa ibu, firasatku sangat buruk. Pikiranku campur aduk tidak karuan.

"Ibu kamu sudah meninggal, Nak." Dokter itu menatapku dengan tatapan sendu.

"Tidak mungkin! ibu saya baik-baik saja. Pasti anda salah, Ibuk bangun buk...." Aku yang belum bisa menerima kenyataan, terus mecoba menyadarkan ibu.

"Sudah nak, sabar...." Seseorang mencoba menenangkanku.

"Huhuhu....ibukk....kenapa ibuk ninggalin aku buk? Aku bisa apa tanpa ibuk di sisihku?"

Dalam hati. "Tidak! aku tidak boleh lemah, adikku membutuhkanku."

"Tapi, apakah bapak...."

-

-

-

Gimana nih ceritanya?
Maaf ya kak, kalau jauh dari sempurna karena aku juga masih belajar: )
I need (Support, kritik dan saran)✓

Terima kasih banyak telah membaca ceritaku, semoga kalian suka dengan ceritaku dan tidak berhenti sampai di sini ya hehe.

And keep remembering the time:)

And keep remembering the time:)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
'Tak Terucap'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang