Bagian Dua

1.6K 57 1
                                    

Arina duduk tidak nyaman di kursinya. Rasanya ia ingin berendam dengan air hangat seharian untuk menenangkan otot-otot tubuhnya yang tegang. Belum lagi area bawah tubuhnya yang masih terasa ngilu.

"Arina, tadi malam kamu pulang duluan, ya? Kok aku nggak lihat kamu pas mau cabut?" tanya Siwi.

"Ah itu. Ketemu teman, terus diajak pulang," bohong Arina. Mencari jawaban yang logis. Tidak mungkin juga kan, Arina bilang kalau semalam ia berakhir tidur dengan Jevin, direktur keuangan yang menjadi salah satu most wanted di kantor mereka?

"Teman kamu demen ke kelab juga? Lah aneh kamunya nggak pernah ikut," komentar Siwi.

"Arina, dipanggil Pak Jevin tuh!" panggil Farah yang baru saja dari luar. Tepat sebelum Arina menjawab Siwi. Namun, semua pegawai yang ada di ruangan itu sontak menatap Arina dengan pandangan curiga.

"Wah jangan-jangan mau dibobokin bos nih," goda Danes, rekan Arina yang memang terkenal suka blak-blakan.

"Ih, Mbak Danes! Kok ngomong gitu! Enggak lah!" protes Arina. Sangat sulit sembunyikan gugup. Dia takut kejadian semalam diketahui rekan kerjanya.

"Kamu pernah dengar nggak, gosip tentang Pak Jevin?" bisik Danes. Wanita itu sudah memasang kuda-kuda untuk memulai penghibahan hari ini.

"Ya dengar. Kan tiap hari Mbak Danes bahas Pak Jevin," balas Arina polos.

"Tahu kan, Pak Jevin suka bobok sama cewek entah itu pegawai sini atau cewek bayaran?" tanya Danes.

Arina mengangguk mantap. Awalnya ia tidak percaya dengan gosip itu. Tapi, mengingat semalam ia juga sudah mengalaminya sendiri, jadi korban kemesuman bosnya. Maka ia percaya saja.

"Kalau benar si Arina mau diajakin bobok, Arina jadi yang pertama di divisi kita, dong? Nanti sharing ya, Rin, sensasinya gimana! Big nggak punya si bos!" rengek Siwi sambil terkekeh.

Arina menatap horor ke arah teman-temannya. Mereka memang sering membahas sesuatu yang vulgar. Tapi kenapa sekarang justru Arina yang polos, yang harus menjadi objeknya?

"Apa sih? Kan bisa aja Pak Jevin cuma mau ngomong masalah kerjaan," balas Arina.

"Udah, Rin. Samperin aja dulu! Nggak enak kalau Pak Jev tunggu kamu kelamaan," sambung Farah.

Arina mengangguk. Dengan langkah tertatih ia pun segera keluar dari ruang kerjanya.

Hatinya sungguh gelisah saat ia berada di dalam lift. Kira-kira, apa ya yang akan Jevin bahas dengannya? Pasalnya, pekerjaan mereka juga tidak terhubung langsung. Bahkan jika ada urusan dengan divisi Arina, Jevin kan bisa bicara dengan supervisor Arina.

Apa mungkin Jevin akan membahas perihal kejadian semalam? Tapi, kenapa? Apa Jevin takut Arina membongkar rahasianya? Tentu saja itu tak akan terjadi, sama saja dengan membongkar affair dirinya dan si bos.

Dentingan lift berbunyi, membuat Arina tersadar dari lamunannya. Wanita itu melangkah ragu menuju sebuah ruangan yang di depannya tertulis nama Jevin Adiguna Wijaya.

"Maaf, Mbak. Pak Jevin ada di dalam?" tanya Arina sopan, pada sekretaris Jevin.

"Ada. Mbak pasti yang namanya Arina, ya? Pak Jevin sudah menunggu di dalam," jawab sekretaris itu.

My Boss's AffairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang