Bagian Satu

2.4K 74 4
                                    

Arina Dewanti adalah seorang fresh graduate yang kini sedang mencoba peruntungan di Ibu kota. Beberapa waktu yang lalu, ia diterima kerja sebagai pegawai tidak tetap di sebuah perusahaan swasta yang sedang berkembang cukup pesat akhir-akhir ini. Ia ditempatkan sebagai salah satu data entry. Kontrak kerja Arina adalah dua tahun.

Seperti pekerja baru pada umumnya, Arina biasanya akan pulang terakhir di antara teman-temannya yang lain. Seperti hari ini misalnya. Arina harus lembur dan baru bisa keluar dari ruang kerjanya pada pukul setengah tujuh malam.

Arina berdiri di depan lift. Namun, saat pintu logam itu terbuka, pemandangan tak mengenakkan tampak di depannya. Sepasang kekasih tengah bercumbu di depan lift. Dan sadar dengan keberadaan orang lain di antara mereka, si pria mendorong wanitanya menjauh.

Arina memilih acuh meski ia tahu siapa pria itu. Dia adalah Jevin Adiguna Wijaya yang merupakan direktur keuangan di kantornya.

"Jev.." rengek wanita di samping Jevin. Arina tidak tahu siapa wanita itu. Dan dia juga tidak mau tahu.

"Tahu tempat, Sandra!" kesal Jevin. Setelah itu, terdengar decakan sebal dari bibir wanita bernama Sandra itu.

"Hey, kamu anak baru?" Suara Jevin kembali terdengar, mengundang Arina untuk menoleh ke arah atasannya itu.

"Bapak bicara dengan saya?" tanya Arina sambil menunjuk dirinya sendiri.

Jevin terdiam dan hanya mengangguk kecil, sebagai jawaban atas pertanyaan Arina.

"Iya. Saya baru beberapa hari bekerja di sini. Masih training, Pak."

"Pantas tidak kenal saya." Suara Jevin kembali terdengar.

"Maaf?" bingung Arina.

"Kamu tidak menyapa saya. Memangnya kamu tidak tahu siapa saya?" sentak Jevin.

"Oh itu. Maaf, Pak. Sebenarnya saya tahu. Hanya saja saya bingung karena..." Arina menggantungkan kalimatnya, dengan ekor mata mengarah pada Sandra yang masih bergelayut manja di lengan Jevin.

"Jev, dia tatap aku begitu banget, sih?" rengek Sandra. Sepertinya wanita itu memang tak punya keahlian lain selain merengek. Sejak tadi nada bicaranya selalu seperti itu. Dan jujur, Arina sebagai perempuan pun sampai risih mendengarnya.

"Maaf. Saya tidak bermaksud." Bersamaan dengan ucapan Arina tersebut, pintu lift terbuka. Arina mengangguk sambil memiringkan tubuhnya agar atasannya bisa jalan lebih dulu.

"Hm... menarik." Arina mengangkat kepalanya, hingga lagi-lagi tatapannya kembali bertemu dengan manik gelap Jevin.

"Ya, Pak?" bingung Arina.

Jevin menatap Sandra di sampingnya, lalu melepas tangannya dari jeratan wanita bayarannya itu.

"Jev..."

"San, kamu bisa pulang sendiri, kan? Nanti aku transfer uang taksinya," ujar Jevin.

"Loh, kita nggak jadi ke apartemen kamu?" tanya Sandra dengan tatapan menggodanya.

Arina memutar bola matanya malas. Sebagai perempuan berusia dua puluh tiga tahun, tentunya Arina tahu maksud ucapan dan gerak-gerik Sandra. Ia juga sudah banyak mendengar tentang gelapnya dunia kerja. Jadi ia tidak terkejut lagi.

Hanya saja, haruskah hal seperti itu terjadi langsung di hadapan Arina?

"Tidak. Lain kali saja. Aku mau mengantar pegawaiku pulang," jawab Jevin sambil melirik Arina.

Mata Arina membola. Ia melempar tatapan protes ke arah atasannya itu. Namun tak lama, karena ia segera sadar dengan posisinya di kantor ini.

"Mohon maaf, Pak Jevin. Tapi saya lebih suka pulang sendiri."

"Wah sayang sekali, karena ucapanku barusan bukanlah tawaran untukmu." Arina menyerit. Kalau bukan buat dia, lantas untuk siapa? "Tapi sebuah perintah untukmu dari atasanmu," lanjut Jevin.

Arina baru saja hendak melayangkan protes. Namun tangan Jevin sudah lebih dulu menariknya keluar dari lift. Jevin membawa Arina ke mobilnya dan memasukkannya dengan sedikit paksaan.

Oke. Arina sekarang paham jika laki-laki di sampingnya itu bukanlah pria baik-baik.

"Bapak mau melakukan apa pada saya? Maaf, tapi saya bukan wanita murahan seperti yang Bapak kira," sentak Arina saat Jevin sudah duduk di sampingnya.

"Kamu manis. Saya suka," balas Jevin singkat, kemudian segera fokus pada kemudinya.

"Pak, saya-"

"Bagaimana kalau kita mampir makan malam dulu? Kamu mau makan apa?" tanya Jevin.

Arina menghela napas panjang. "Tidak, Pak. Terima kasih."

"Lalu, apa mau mampir ke apartemen saya?"

Ucapan santai yang keluar dari mulut bedebah di samping Arina itu kembali membuat mata Arina membola.

"Bercanda. Kamu lucu. Saya jadi semakin suka," imbuh Jevin.

Arina tidak menyangka jika pria yang selalu dielu-elukan oleh rekan kerjanya itu tak lebih dari sekadar buaya! Bukankah Jevin tersohor sebagai pria berengsek namun dingin? Lalu ke mana sifat dingin pria itu sekarang?

"Saya putuskan untuk makan dulu. Saya yang akan memilih tempatnya," ujar Jevin.

Arina tidak menyahuti. Sepertinya ide untuk berhenti dan mampir di sebuah tempat, tidak buruk juga. Setidaknya setelah ini ia bisa kabur, kan?

Saat Jevin membuka kunci pintu mobilnya setelah ia memarkirkan kendaraan itu di depan sebuah rumah makan, Arina tak menyia-nyiakan waktu untuk keluar. Ia pun segera melesat secepat yang ia bisa menjauh dari mobil Jevin.

Sementara Jevin hanya melihat sosok yang kian menjauh itu dengan senyum miring.

"Hm. Menarik. Aku akan menandaimu, manis," ujar Jevin. Lelaki itu terlalu malas untuk mengejar seorang wanita. Toh akan ada waktunya bagi wanita itu menawarkan dirinya sendiri pada Jevin, seperti wanita lainnya.

"Tetap saja dia seorang wanita yang akan gila dengan paras dan uangku. Sama saja seperti yang lain. Tinggal menunggu waktu hingga ia menawarkan tubuhnya untukku," gumam Jevin sambil berjalan santai masuk ke rumah makan untuk mengisi perutnya yang sudah keroncongan.

Sial! Andai saja Jevin tadi tidak bertindak gegabah dengan mengusir Sandra, pasti malam ini ia tak akan sendirian. Setidaknya Sandra masih bisa menemaninya menghabiskan malam di apartemen, meski sebenarnya Jevin juga sudah bosan dengan wanita yang sudah beberapa kali ia pakai itu.

Jevin semakin keras berpikir untuk mendapatkan bayaran dari gadis manis yang kabur darinya tadi. Entah kenapa, tapi wajah jelita nan polos gadis itu berhasil membangkitkan sisi Jevin Adiguna Wijaya yang lain.

Aku pastikan kau akan jadi milikku. Batin Jevin yang kini baru saja mendapatkan obsesi barunya.

Arina Dewanti tidak tahu, jika dirinya kini berada dalam masalah karena singa buas itu menyimpan ketertarikan padanya.

***

Info : Versi Lengkap Part ini tersedia hanya di KaryaKarsa. Di sana dua kali lebih panjang, detail. Dan karena di depan ada tulisan warning mature 21+, sudah pasti cerita ini ada scene hot kayak cabe. Yang belum cukup umur minggir Hahah.

Step pembelian/akses cerita di Karyakarsa :

1. Download aplikasi di GPS (Google Play store)

2. Login atau daftar akun.

3. Cari di kolom pencarian Unaartika atau klik link profile : https://karyakarsa.com/Unaartika

4. Pilih karya yang mau di akses.

5. Klik yang bertuliskan harga part.

6. Kalian diarahkan ke metode pembayaran. Pilih salah satu. Klik.

7. Lanjutkan pembayaran sesuai intruksi. Setelah sukses, cerita otomatis terbuka.

Thank You. 🥰

My Boss's AffairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang