2

1.9K 81 19
                                    

"Tuan anda ingin makan malam dulu ?" tawar Mbok Inah dari belakang mengikuti Devon yang baru saja pulang. "Nggak mbok aku sudah makan dikantor" Devon melonggarkan dasinya.

"Mbok kan aku sudah bilang, kalau aku lembur tak perlu menungguku pulang."

"Tuan saya khawatir dengan kesehatan anda jika anda selalu lembur selarut ini." Devon melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul sebelas lebih tiga menit.

"Mbok aku tak selemah seperti yang Dokter Dimas katakan, aku baik-baik saja."

"Tuan anda tak lupa minum obat kan ?" Devon mengangguk dan tersenyum meyakinkan.

"Mbok istirahatlah duluan, aku juga akan istirahat." Mbok Inah tersenyum meraih pundak itu dan membelainya.

"Mbok segeralah istirahat jika tidak aku akan menggendong mu ke kamar" goda Devon sambil berlagak akan mengendong.

"anak nakal" Mbok Inah menepuk punggung Devon lalu pergi kebelakang. Devon juga berlalu menuju kamarnya.


Sudah Seminggu sejak Devon keluar dari Rumah Sakit ia selalu lembur mengejar jadwal dengan klien yang sempat tertunda. Devon banyak mengabaikan larangan dokter, bahkan Devon membatalkan check up nya meskipun ponselnya selalu berdering karena Dimas. Sudah tak bisa diingatkan secara lembut bahasa binatang pun sudah dipakai Dimas, namun Devon terlalu keras kepala.

Devon ke kamar mandi mengisi bath up nya dengan air hangat menyalakan lilin aroma terapi dan menambahkan bath bom yang ia dapat dari souvenir pernikahan salah satu koleganya. Sambil menunggu air bath up nya penuh Devon melepaskan bajunya menggantinya dengan handuk yang hanya menutupi bagian bawah tubuhnya. Sungguh sempurna makhluk ciptaan Tuhan yang satu ini. Wajah tampan dan tubuh setinggi 186 cm yang dihiasi dengan otot kekar dan dada bidang ini selalu menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum hawa. Bukan hanya tampan tapi juga mapan.

Merasa bath up nya telah penuh Devon kembali ke kamar mandi. "Arrrggghhhh......."  sakit kepala itu kembali datang Devon berpegang pada pinggir bath up, seluruh tubuhnya kesemutan dan kehilangan daya. Pegangannya lepas dari bath up, ia terduduk dilantai kamar mandi yang dingin mencoba mengatur nafasnya, namun sakit kepala itu serasa mencabik cabik otaknya. Devon berteriak, setelah itu ia kehilangan kesadaran dan pingsan.

Mendengar teriakan Devon yang cukup keras membuat beberapa pelayannya termasuk Mbok Inah yang sedang terlelap terbangun. Mereka segera menuju kamar utama menghampiri Devon yang sudah terkapar tak sadarkan diri dikamar mandi.



===

Rumah sakit lagi? Devon sangat mengenali ruangan bernuansa serba putih yang pernah ia singgahi seminggu lalu

"Ubin Masjid kau sudah sadar!" Devon mendengar suara Dimas

"Iiii..... Aaass"   Devon mencoba memanggil Dimas namun lidahnya terasa kelu ia mencobanya lagi

"Iiii..... aaass.." ada apa dengan suaraku, eeumm bibirku terasa kaku. Devon mencoba menggerakkan tangan dan kakinya untuk bangun namun juga tak bisa, ia sama sekali tak merasakan anggota tubuhnya, namun terasa kebas dan kesemutan.

Devon mengedipkan matanya dengan raut tegang menatap Dimas seolah bertanya apa yang terjadi padanya. Setelah mengedipkan mata Devon baru sadar jika mata kanannya juga tak bisa melihat

Apa apaan ini lumpuh, gagu, dan buta. Devon menurunkan pandangannya, ia melihat tangan kanannya mengepal tak normal di depan dada. Sekarang yang ada difikirannya hanya satu serta kilas balik yang selalu dibicarakan Dimas tentang resiko yang lebih berat daripada yang dia alami kemarin.

Stroke ?


Apa semesta sedang bercanda denganku ? Jika iya ini sama sekali tak lucu. Memang apa yang aku lakukan hingga dihukum seperti ini, aku tak bisa menerimanya. Aku tau aku bukanlah umat yang taat, tapi apakah aku pantas mendapat hukuman seperti ini. Mata Devon memerah menahan tangis urat-urat diwajahnya juga menegang karena marah, disaat seperti ini pun Devon masih saja sombong dengan menyembunyikan tangisnya.


"Dev kau bisa menangis, saat ini tak perlu menahannya. Meluapkan emosi juga membantu penyembuhan, aku akan keluar." Dimas keluar meninggalkan Devon sendirian. Ubin masjid sangat sombong kalaupun Dimas tetap disana ia hanya akan diam menyimpan tangisnya.

Setelah mendengar suara pintu yang tertutup air mata yang ia tahan mengalir deras  dalam satu kedipan.




===

Rentetan terapi mulai dari terapi bicara dan fisik, obat-obatan bahkan operasi telah dijalani Devon selama hampir sebulan ini ditemani Mbok Ina yang selalu siaga mendampingi Devon, mata kanannya juga sudah bisa merangsang cahaya meskipun masih blur. Devon juga sudah bisa menggerakkan kaki dan tangannya meskipun sedikit ia sudah bisa menggerakkan kursi roda elektriknya sendiri.

Untuk bicara memang belum ada kemajuan yang berarti mungkin karena Devon jarang berinteraksi atau sekedar mengobrol dengan teman-temannya padahal ia pembicara yang handal dan punya public speaking yang bagus, Dimas pun sampai geleng-gelang kepala. Atau dia tak suka berbicara dengan orang asing atau orang yang tak dia suka, mungkin ?.

Setidaknya sekarang Devon tak perlu memakai selang makanan lagi karena ia sudah bisa menelan meskipun hanya bubur cair.










kritik dan saran sangat aku harapkan untuk cerita yang lebih baik kedepannya

hope u enjoy my story
happy reading....







Sister For SaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang