12

851 54 14
                                    

Kakak ?

Kakak!!!!!

Kakak......

Suara tawa, suara tangis, suara jeritan, segala suara Angelica bergema di kepala memanggil kakak. Devon ingin membalas panggilan itu namun lehernya  tercekat seperti ada yang menjerat. 

Ia berdiri tegak namun tungkainya seakan lemah tak dapat bergerak diam ditempat.

Menangis? Tentu saja 

Tak hanya di dunia nyata dalam mimpipun ia hanya sanggup menangis sekarang.

Keangkuhan dan egonya dirata yang kuasa.


"Gi.... aaaa.."

Devon terbangun dengan peluh disekujur tubuh, sedikit sesak didada. Mulai sadar, bila terus begini ia tak akan pernah menggapai Angelica.

Aku harus bangun, setidaknya berbicara dengan benar.  Begitu tekadnya 

Devon tersenyum menatap sofa seakan seseorang berada disana duduk menunggu.

Iyakan saja, mungkin Mbok Inah yang duduk disana. Jangan mengejek, matanya sedang bermasalah. 





===

Bukan bualan semata, Devon benar-benar bertekad untuk sembuh. rentetan terapi ia sanggupi tanpa komplen.

Syukurlah matanya selamat, meskipun harus menggunakan kacamata. Memangnya kenapa dengan kacamata. Wajahnya masih tampan... Hidungnya yang bangir juga tak keberatan menopang beratnya. Kulit bawah mata yang menggelambir berubah menjadi kerutan yang membuatnya tampak sedikit lebih tua.

Wajahnya kembali tampan, meskipun tak sesimetris dulu. Bibirnya tak perot kekanan lagi. 

Sekalipun terkulai lemah, tangan kanannya juga tak lagi terkepal didada. Tangan kirinya kembali beroperasi seperti semula meskipun kurang bertenaga.

Bicaranya sudah jelas namun masih lemah dan pelan dengan tempo sedikit lebih lambat dan kadang terjeda. Yang ini sangat bagus sebab nadanya terdengar jauh lebih sopan masuk telinga, tak terdengar seperti Devon yang angkuh.





===

Devon menghela nafasnya pelan, mengerjap erjap menyesuaikan cahaya yang masuk matanya. Beberapa kali mengerjap-erjap, pandangannya tetap saja buram tanpa kaca mata. Ia baru terbangun, rungunya terganggu mendengar suara ketukan pintu.

Apa Mbok Inah sudah kembali?, aku memintanya pulang untuk istirahat dan dia kembali secepat ini.

"Mbok kembalilah pu .. lang...."

"Pak, ini saya Dennis."

"Den .. nis"

"Iya"

"Masuklah"

Dennis membuka pintu setelah diijinkan penghuninya masuk, melangkahkan kakinya mendekat menuju brankar tempat Devon berbaring sambil membawa buket bunga ditangan kirinya.

"Ah sepertinya anda sedang istirahat dan terganggu karena kedatangan saya."

"Tidak apa-apa, sepertinya aku sudah tidur terlalu lama. Baguslah bila kau bangunkan."

Dennis mengganti bunga di vas meja dekat jendela dengan bunga yang ia bawa.

"Dennis to .. long ambilkan kacamataku, sepertinya dinakas." Devon menengadahkan tangan kirinya di atas perut.

"Oh tentu." Dennis mengambilkannya lalu meletakkan kacamata tersebut ditangan yang Devon siapkan. Devon memakainya perlahan dan hati-hati agar panjang framenya tak mengenai matanya seperti kemarin.

Sister For SaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang