4

592 215 38
                                    

╭─────────╮

𝘋𝘦𝘴𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘪𝘯𝘨𝘢𝘵𝘢𝘯. 365 𝘩𝘢𝘳𝘪 𝘮𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘵𝘶𝘵𝘶𝘱. 𝘈𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘬𝘢𝘶 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘯𝘪𝘬𝘮𝘢𝘵𝘪 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘢𝘺𝘢𝘱𝘮𝘶 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪?

╰─────────╯

.

.

.

Setidaknya, Jeongin tau bahwa Seo Changbin tidak mati di tangannya sendiri. Sebenarnya tak ada yang bisa disyukuri dari kematian, hanya saja Jeongin selalu lega mengetahui seseorang yang meninggal bukan karena dia bunuh diri. Terutama ketika Jeongin tau bahwa orang tersebut sangat berkemungkinan melakukannya. Dari lagu-lagu yang ditulis oleh Seo Changbin, Jeongin bisa mengira paling tidak orang itu pernah bepikir menabrakkan diri ke jalan raya.

"Aku akan menghangatkan supnya lalu pulang." Suara wanita mengintrupsi lamunan Jeongin. Kakaknya datang setiap sekali dalam sepekan. Biasanya hanya untuk membawakan makanan dan memastikan adiknya masih hidup.

"Aku bisa lakukan sendiri."

"Ibu menyuruhku melakukannya untukmu," bantah sang kakak lagi.

Jeongin mendecih. "Itu cukup mengejutkan."

Sudah lama Jeongin tidak bicara pada ayah dan ibunya. Bahkan melalui pesan dan telepon pun tidak pernah. Segala kekacauan ini dimulai sejak Jeongin kehilangan rasa suka pada dirinya sendiri. Dia dulunya adalah seorang atlet lari. Namun karena cedera, dia tak bisa melanjutkannya lagi. Alhasil beasiswanya untuk masuk universitas yang ia inginkan pun dicabut. Jeongin selalu berpikir bahwa orangtuanya sangat kecewa terhadapnya.

"Kenapa kau mengatakan itu?" Kakak perempuannya itu mendekat dengan tatapan tak percaya. Ditatapnya manik sang adik yang sudah lama tidak memiliki sinar lagi di matanya. "Kau dulu tidak seperti ini. Kenapa kau jadi pecundang pengangguran yang hidup tanpa melakukan apapun? Kenapa kau bertingkah seakan-akan ibu dan ayah tidak menyayangimu?"

"Karena memang seharusnya mereka tidak menyayangiku!" suara Jeongin meninggi. Mata rubahnya terlihat nyalang.

"Kau bisa melakukan hal lain selain jadi atlet lari. Masih ada banyak pintu ketika satu pintu tertutup. Kau dulu suka menyanyi kan—"

"Aku, tidak berniat melakukan apapun lagi karena aku sudah tau aku akan gagal lagi," potong Jeongin dengan penekanan di setiap kalimatnya.

Jeongin, tidak ingin kecewa lagi. Dia tidak ingin bangkit dan menjadi sosok cerah seperti sedia kala hanya untuk dihancurkan kembali. Dia bahkan takut untuk sekedar memiliki rencana di esok hari.

Diam sejenak mengambil alih. Jeongin sudah terlalu lama mengalami fase burn out di mana dia tidak berselera untuk melakukan apapun bahkan untuk membereskan kamarnya sendiri. Sang kakak ingin menangis tiap kali masuk kemari. Ada banyak sampah makanan instan, kasur yang tidak dialasi kain ataupun seprei, dan bola lampu yang sudah pecah bahkan juga tidak diganti.

"Ayah dan ibu menyayangimu. Aku juga menyayangimu. Satu-satunya yang tidak sayang padamu adalah dirimu sendiri Yang Jeongin!"

Seusai mengatakan itu, sang kakak berderap keluar dan membanting pintu. Meninggalkan Jeongin bersama kesendirian sekali lagi. Ini bukan pertama kalinya mereka beradu mulut. Jeongin mengusap kasar surainya.

december melancholy ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang