╭─────────╮
𝘈𝘥𝘢 𝘩𝘢𝘳𝘪 𝘬𝘦𝘵𝘪𝘬𝘢 𝘬𝘢𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘶𝘮𝘪. 𝘔𝘦𝘯𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘶𝘭𝘢𝘯 𝘋𝘦𝘴𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘯𝘬𝘰𝘭𝘪𝘴. 𝘏𝘢𝘳𝘪 𝘥𝘪 𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘬𝘢𝘶 𝘴𝘢𝘥𝘢𝘳 𝘣𝘢𝘩𝘸𝘢 𝘬𝘢𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘩𝘪𝘭𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘮𝘱𝘢𝘵 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘢𝘬𝘩𝘪𝘳 𝘵𝘢𝘩𝘶𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘪𝘬𝘶𝘵𝘯𝘺𝘢.
╰─────────╯
.
.
.
Meski perjalanan Changbin selama di dunia seringkali tidak berjalan sesuai rencana, tapi Chan merasa bahwa kehidupan adiknya adalah kesempurnaan yang terpecah menjadi beberapa bagian. Satu bagian untuk kepercayaannya pada diri sendiri, satu bagian untuk memperhatikan orang lain, dan satu bagian untuk bertahan dalam kekacauan yang diberikan Tuhan padanya sepanjang waktu.
Terakhir kali Changbin bicara pada Chan adalah ketika Chan meminta maaf karena dia tidak menjadi seorang kakak yang baik. Kalau tidak salah ingat dua tahun lalu, Chan mengetahui bahwa adiknya mengalami depresi karena rasa bersalahnya pada si bungsu selama bertahun-tahun. Chan merasa gagal karena ia baru mengetahui hal tersebut.
Changbin duduk di bangku halte, menunggu bus untuk pergi bekerja—saat itu ia bekerja sebagai penyunting lagu pada studio rekaman yang tidak seberapa. Chan hanya diam di sampingnya, tidak tau harus memulai dari mana.
"Aku suka kok, dengan hidupku." Changbin tersenyum tipis sambil menggerak-gerakkan kakinya yang menggantung beberapa senti dari aspal. "Aku hanya tidak suka pada beberapa bagian dari diriku. Diriku yang membuat Jisung mati, dan diriku yang tidak bisa menjadi seseorang yang dibanggakan sepertimu."
"Changbin, itu bukan salah—"
"Tapi aku suka, pada beberapa bagian juga. Contohnya diriku yang tetap melakukan apa yang kusuka dan tidak menjadi orang lain." Potong Changbin sambil menatap ke kakaknya. "Jadi, tak ada yang perlu kau sesali. Karena aku tidak akan kehilangan diriku sendiri. Sampai mati."
Sampai mati. Changbin tetap menjadi dirinya yang membawa gitar serta banyak lagu-lagu buatannya ke-sana kemari. Sampai ia mati, ia tidak kehilangan dirinya sendiri. Changbin percaya bahwa perjuangan yang sia-sia juga berarti. Gagal atau berhasil, itu tetaplah perjuangan. Lebih baik daripada tidak sama sekali.
Senar-senar gitar putus, menusuk dan mencuat dari tas hitam. Beberapa bagiannya patah menghantam kerasnya permukaan aspal. Ketika benda itu berada di tangan Chan, dia hanya sanggup memandangnya selama beberapa detik sebelum kemudian membaur dalam tangis. Ia memeluk benda kesayangan sang adik, yang menjadi saksi berhembusnya napas terakhir.
---
"Changbin bilang, jangan menyesali apapun." Netra Chan terlihat kosong dan tidak bercahaya. Hanya tersisa setitik keinginan untuk melanjutkan hidup usai adiknya menutup usia. Tapi, ia berusaha menggunakan setitik keinginan itu untuk terus berjalan ke depan. "Meski dia bilang begitu, aku tetap menyesal."
Perasaan sesal, maaf, marah, dan sedih tidak mungkin bisa ditahan. Karena perasaan-perasaan tersebut merupakan emosi alamiah dari seorang manusia. Barangkali, yang perlu Chan lakukan saat ini adalah menerima semua rasa marah pada dirinya sendiri. Semua emosi itu indah, termasuk kesedihan.
Jeongin dan Seungmin tidak bisa menatap mata Chan dengan terang-terangan. Mereka tidak tau cara yang tepat untuk merespon duka yang berkepanjangan itu. Mungkin Jeongin tidak masalah—tapi Seungmin merasa terpicu oleh perasaan yang serupa. Seakan-akan napasnya saling tarik menarik seiring Chan bercerita.
Ia juga seperti itu. Tidak bisa memaafkan dirinya yang tertidur pulas ketika ayahnya berada di ujung kematian. Seungmin berkeringat dingin dengan hanya membayangkan dirinya yang tengah bermimpi indah dan bangun dengan kabar bahwa ia tak lagi memiliki seorang ayah. Seluruh mimpi indah yang tercipta di alam bawah sadarnya runtuh menjadi semua omong kosong.
"Pada hari pemakamannya, aku bertanya-tanya kepada Tuhan—mengapa hanya sampai di sini? Mengapa hanya sampai di waktu ini ia hidup? Padahal sebentar lagi akhir tahun. Kemudian, aku sadar—bahwa meski hanya sampai segini, dia sudah melakukan semua yang ingin ia lakukan."
Seungmin menggeleng cepat menanggapi ucapan Chan tersebut. "Ada yang belum."
Chan dan Jeongin menaikkan alisnya. Menunggu Seungmin mengutarakan apa maksud dari kalimat belum yang ia paparkan dengan manik menyala-nyala. Bahkan suara-suara kendaraan yang melintas dari luar kaca tempat makan ini tidak begitu terdengar—pun bau pasta serta dentingan pinggan yang saling beradu. Mereka fokus pada lanjutan ucapan Seungmin.
"Ketika menyerahkan usb itu, dia memintaku untuk membuatnya hidup untuk selamanya," tutur Seungmin bersungguh-sungguh.
Chan tersenyum. "Kau sudah melakukannya."
Gantian kening Seungmin yang berkerut.
"Kau sudah melakukannya. Kau memutar lagunya setiap hari di café milikmu kan? Wooyoung sudah cerita padaku. Karena itu orang ini jadi ikut penasaran soal adikku, kan?" Chan menoleh pada Jeongin.
Jeongin mengangguk. "Kalau bukan karena lagu itu, mungkin aku masih mengurung diri di kamarku. Berkat lagu itu, aku akhirnya bicara lagi pada manusia setelah sekian lama."
"See?" Chan menaikkan satu alisnya. "Mungkin bukan hanya dia, tapi para pengunjung café mu juga menikmati karya adikku. Mereka meminum kopi ketika liriknya berjalan. Mereka berbincang dengan latar belakang irama yang diciptakan Changbin. Itu sudah cukup untuk membuktikan adikku masih hidup."
Sebenarnya, Chan meminta mereka datang untuk mengutarakan satu kata yang sedari awal ingin ia katakan. "Karena itu terimakasih. Terimakasih telah membuat adikku hidup. Terimakasih karena sudah penasaran. Bocah itu sering bilang bahwa hidupnya tidak menarik. Lihatlah sekarang, dua orang yang tidak ia kenal bahkan mencoba mencarinya."
Chan terkekeh. Seungmin tidak yakin dengan suara Chan yang bergetar. Sampai saat ini pun, dia mungkin masih merindukan adiknya. Menemukan dua orang yang penasaran soal sang adik membuat perasaannya sedikit membaik. Seungmin percaya, meski hanya satu atau dua orang yang mengingat tentangnya—Seo Changbin tidak akan mati.
Ada hal lain yang tidak diketahui Chan. Sebenarnya bukan Seungmin atau Jeongin yang membuat Changbin tetap hidup—melainkan Changbin dan lagunya-lah yang membuat Seungmin serta Jeongin merasa sanggup untuk melewatkan akhir tahun kali ini.
TBC
satu chapter lagii epilogg
KAMU SEDANG MEMBACA
december melancholy ✓
Hayran Kurgubulan desember, pukul 23.59, semenit sebelum hari berikutnya, sedetik sebelum pergantian, satu sekon sebelum kepastian. kim seungmin tetap tidak terlelap. dan yang jeongin tetap tidak bangun.