Calon Suami

88.4K 2.8K 18
                                    

Aku baru saja selesai melaksanakan shalat Isya' saat ayahku, Wira Hardiyanto, memanggilku. Dengan cepat aku melipat mukenaku dan menyimpannya di dalam lemari pakaian. Setelah itu aku bergegas menemui Ayah yang sedang membaca buku di ruang tamu.

"Ya, Yah?" jawabku sambil mendekati beliau.

"Kemarilah, Nak. Ayah ingin berbicara penting denganmu." kata Ayah dengan lembut sambil meletakkan buku yang dibacanya di atas meja. Aku segera duduk di sofa yang ada di depan Ayah bersamaan dengan Ibuku, Khairunnisa, muncul dari dapur membawakan segelas teh panas untuk Ayah

"Apa yang ingin Ayah bicarakan?" tanyaku setelah Ibu duduk di samping Ayah.

"Ayah senang dua minggu lagi kamu sudah akan wisuda, Nduk. Kamu berhasil menyelesaikan kuliahmu dalam waktu tiga tahun." kata Ayah dengan bangga. Aku tersenyum, tersipu mendengar Ayah memujiku.

"Ini juga berkat doa dari Ayah dan Ibu." ucapku jujur. Ayah dan Ibu tersenyum lembut padaku.

"Nduk, berapa usiamu sekarang?" tanya ayah.

"Bulan depan usiaku genap 22 tahun, yah. Kenapa Ayah tiba-tiba menanyakan usia?" tanyaku penasaran. Ayah menatap Ibu. Ibu mengangguk.

"Begini, Cah Ayu. Dua hari yang lalu, anaknya Pak Darso melamarmu." kata Ayah hati-hati. Aku bagaikan tersengat listrik saat mendengarnya. Aku bahkan tersedak oleh ludahku sendiri hingga terbatuk-batuk karena kaget.

"Ma-maksud ayah?" Tanyaku sambil menahan debaran di dalam dadaku saat batuk ku sudah reda.

"Anaknya pak Darso, namanya Faisal Maheswara. Dia ingin menjadikanmu sebagai istrinya." jawab Ayah lagi.

"Se-sebentar, Ayah! Aku... Aku masih kurang paham. Siapa Pak Darso? Kenapa tiba-tiba anaknya melamarku?" tanyaku bingung.

"Pak Darso itu sahabat ayah, Kirana. Dulu, sebelum kita pindah ke Jakarta, beliau sering berkunjung ke rumah kita di Depok. Kamu pernah bertemu Faisal sekali saat itu. Kalau tidak salah, saat itu kamu duduk di bangku kelas 1 SMP dan Faisal kelas 3 SMA. Mungkin kamu sudah lupa. Tapi Faisal selalu mengingatmu." Kata ibu sambil tersenyum sementara tubuhku tiba-tiba terasa kaku.

Mendengar perkataan ibu, aku mencoba mengingat-ingat tentang keluarga Pak Darso. Tapi aku sama sekali tidak ingat apakah aku pernah bertemu dengan Faisal itu.

"A-Apakah Ayah sudah memberikan jawaban untuk lamaran itu?" tanyaku pelan. Ayah mengangguk mantap. Wajahnya terlihat begitu senang.

"Ayah sudah menerima lamaran Faisal untukmu, Nduk. Ayah sudah mengenal orang tua Faisal sejak lama. Mereka keluarga yang baik, Cah Ayu. Faisal tumbuh menjadi laki-laki yang soleh. Dan Ayah yakin, pilihan Ayah sudah tepat untukmu. Faisal pasti bisa membahagiakanmu dan juga menjagamu" jawab ayah.

"Tapi, Yah! Kirana tidak mengenal anaknya Pak Darso itu. Dan.... Ayah tahu sendiri bukan? Baru tiga tahun ini Aku benar-benar menjadi seorang muslimah. Apa aku pantas menjadi istrinya mas Faisal?"

"Kamu tenang saja, sayang. Nak Faisal sudah mengetahui semuanya. Nak Faisal menerima kamu apa adanya, Kirana." jawab Ibuku yang segera disetujui oleh Ayah.

"Tapi..."

"Ayah ingin kamu mendapatkan jodoh yang baik dan tepat untukmu, Kirana. Karena itulah ayah segera menerima lamaran Nak Faisal. Selain laki-laki yang baik dan Soleh, Nak Faisal juga sudah mapan baik segi ekonomi maupun tempat tinggal." kata Ayah penuh harap. Aku menatap ayah dan ibu bergantian.

"Apakah Ayah dan Ibu bahagia jika aku menikah dengan Mas Faisal?" tanyaku setelah menatap kedua orang tuaku secara bergantian.

"Tentu saja kami bahagia, sayang. Ibu dan ayah sangat mengenal baik perangai nak Faisal. Kesuksesan yang diraihnya tidak menjadikannya buta akan akhirat. Dibandingkan laki-laki seusianya yang suka mabuk dan bermain perempuan, Faisal justru semakin giat mengaji dan bersedekah." jawab ibu.

My WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang