Masa Lalu yang Menghampiri

53.9K 2.3K 6
                                    

Kirana

Ya Allah ...! Apa yang sedang terjadi? Kenapa aku harus bertemu dia lagi? Kenapa dia harus kembali? Laki-laki itu, laki-laki yang hampir merusak masa depanku, kenapa dia bisa bersama dengan suamiku? Bagaimana suamiku bisa mengenal laki-laki itu? Aku takut, Ya Robb. Aku benar-benar takut.

"Kirana ...!" panggil seseorang saat aku tiba di pinggir jalan. Aku menoleh dan melihat Mas Faisal berlari menghampiriku. Melihat raut cemas di wajahnya, air mataku mengalir dengan deras tanpa bisa ku cegah.

"Apa yang terjadi, Sayang? Kenapa tiba-tiba kamu berlari pergi? Kamu kenal sama Robi? Dia junior Mas saat di kampus dulu. Maaf kalau Mas sudah membuatmu merasa tidak nyaman!" tanya mas Faisal sambil meraih tangan kananku. Aku hanya bisa menggeleng sambil terisak.

"Maaf, Mas! Aku mau pulang saja." kataku pelan di sela tangisku. Aku sama sekali tidak menyangka suamiku ternyata mengenal laki-laki itu.

"Mas antar kamu pulang." katanya. Aku segera menggeleng. Mas Faisal sedang banyak pekerjaan di kantor. Aku tidak ingin mengganggunya karena masalahku.

"Aku pulang sendiri saja, Mas. Mas masih harus kembali ke kantor. Mas juga belum makan siang." tolakku sambil menghapus air mata di pipiku. Mas Faisal menyentuh wajahku dengan lembut.

"Mas nggak bisa membiarkan kamu pulang dalam keadaanmu yang sekarang, Kirana. Mas akan sangat cemas dan tidak akan bisa berkonsentrasi pada pekerjaan kantor."

"Tapi Mas..."

"Nggak apa-apa, Sayang. Saat ini kamu lebih membutuhkan Mas dari pada kantor ini. Mas sama sekali tidak ingin membiarkanmu menangis sendirian di rumah." kata mas Faisal lembut. Mendengar ucapannya membuat setetes air mataku kembali jatuh.

"Ssstt ...! Jangan menangis! Mas antar pulang, ya?" bujuk mas Faisal. Aku mengangguk lalu mengikuti langkahnya menuju ke tempat parkir kantornya.

Selama perjalanan pulang, aku hanya diam. Pikiranku kalut. Aku kembali teringat kejadian buruk yang menimpaku tiga tahun lalu. Kejadian yang membuatku menyadari kesalahanku dan membuatku bertaubat serta membuatku mau berhijab.

Mengingat kenangan buruk itu membuat tubuhku gemetar. Air mataku kembali mengalir dan ketakutan itu kembali menguasaiku.

"Tidak ...! Jangan datang lagi!" gumamku sambil memeluk diriku sendiri. Aku benar-benar ketakutan sampai tidak sadar bahwa kami sudah tiba di rumah.

"Kirana ...!" panggil Mas Faisal sambil menyentuhku. Aku menatapnya dengan mataku yang basah.

"Tenang, Sayang! Mas ada di sini." kata mas Faisal lembut.

"A-aku ... aku takut, Mas. Aku sangat takut." ucapku pelan. Mas Faisal memelukku, mencoba menenangkan perasaanku.

"Tidak akan terjadi apa-apa, Sayang. Kamu akan baik-baik saja. Mas akan melindungimu." Mas Faisal berbisik pelan. Ucapannya membuatku segera membalas dekapannya. Lagi-lagi aku terisak di dadanya yang bidang itu.

Selama beberapa menit Mas Faisal membiarkan aku menangis. Setelah itu ia melepas pelukannya dan mengecup keningku.

"Kita masuk ya!" katanya, aku mengangguk sebagai jawaban. Mas Faisal segera turun dari mobil dan dengan cepat membukakan pintu untukku. Perlakuannya itu membuatku tersenyum tipis. Dadaku terasa hangat. Ku sambut tangannya yang terulur ke arahku. Ia membantuku turun dari mobil. Tanpa melepaskan tangannya dariku, kami bersisian memasuki rumah kami.

"Istirahatlah. Mas mau ambil wudhu dulu. Mas belum shalat dzuhur. Kamu nggak usah masak dulu. Tadi mas sudah menghubungi Bi Minah untuk memasak makan siang hari ini." kata mas Faisal sambil membuka jasnya dan menggantungnya di kursi. Aku mengangguk mengiyakan. Biarlah untuk hari ini bibi yang memasak.

My WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang