Keempat: Piano Jalanan

552 119 49
                                    

Sudah dua bulan, sejak homeschoolingnya dimulai dan ikatan yang terbentuk antara Yoongi dan Namjoon tidak hanya sebagai anak ajar dan guru, tapi juga teman dan saudara. Pada dasarnya, Yoongi yang merupakan anak tunggal itu sering merasa kesepian dan Kim Namjoon--guru homeschoolingnya--memberinya sebagian ilustrasi dari figur saudara. Keduanya cukup dekat sekarang. Yoongi yang sering kali kesepian tidak pernah ragu untuk menelepon Namjoon di hari libur, untuk menanyakan apakah mereka bisa pergi ke jalanan kota untuk menghibur diri dan membeli beberapa makanan pinggir jalan.

Dan hebatnya, Namjoon tidak pernah menolak. Semua tawaran Yoongi selalu ia balas dengan kata 'iya'. Lantas, beberapa menit setelahnya, ia sudah akan berada di depan rumah Yoongi, menjemput sang anak didik--yang lebih seperti adik--dengan motor retro kesayangannya.

Sama seperti siang ini, di mana Yoongi tengah menyibukkan diri untuk menyelesaikan rubik ketika ponselnya berbunyi karena notifikasi pesan masuk. Seketika setelah ia meraih benda pipih itu, sebuah pesan dari Namjoon muncul di layar ponselnya.

"Hei, Yoongi. Ada pameran seni di pusat kota. Aku ingin sekali pergi, tapi malas sendirian. Apa kau tertarik untuk melihatnya? Mau pergi ke sana bersama?"

Anak itu berpikir sejenak. "Pameran seni, ya?" gumamnya, lantas mengirimkan balasan untuk tawaran Namjoon.

"Tentu saja. Ayo ke sana bersama."

Dan tidak perlu menunggu lama untuk satu pesan balasan dari Namjoon.

"Oke. Kujemput tiga puluh menit lagi."

Setelah membaca pesan dari Namjoon, anak itu memutuskan untuk bersiap. Mengganti pakaiannya dengan yang lebih pantas, lalu menunggu jemputan Kak Namjoon di depan rumah.

Rupanya, Yoongi tidak perlu menunggu lama, karena belum tiga puluh menit terhitung, Kim Namjoon telah sampai dengan motor retro kesayangannya.

"Ayo naik!" lelaki itu berseru.

***

Tidak seperti Namjoon yang berjalan ke sana-kemari dengan semangat untuk melihat karya seni yang dipamerkan, sebenarnya Yoongi tidak terlalu menikmati kunjungannya siang ini. 

Pameran ini luar biasa, tentunya dan Yoongi yakin, semua karya seni yang dipamerkan punya nilai artistik dan estetik yang dalam. Namun, yang membuatnya kurang puas adalah fakta bahwa ia bukan penikmat seni sejati. Tidak seperti Kim Namjoon--si pencinta seni dan benda klasik--yang bisa menjabarkan nilai estetik dari setiap karya seni, Yoongi hanyalah orang yang akan melihat sebuah karya seni dari segi rupa, lalu merangkai deskripsi kasar mengenai apa yang dilihatnya.

Perbedaannya sudah terlihat jauh dari komentarnya yang hanya, "wah,", "cantik,", atau "mengagumkan.", dengan kritik dari Namjoon yang bisa menafsirkan makna dari sebuah karya seni berbekal wawasannya yang luas. Karena itulah, kunjungan ini terasa kurang memuaskan bagi Yoongi. 

Anak itu menyenggol pelan lengan Namjoon. Membuat lelaki yang sedang asyik mengamati patung mengalihkan pandangannya.

"Ada apa?" lelaki itu bertanya.

"Yoongi ingin keluar untuk membeli minuman. Kakak bisa lanjutkan kunjungannya. Yoongi akan segera kembali," ujarnya. Namjoon mengangguk.

Setelah merasa bahwa ia mendapat izin, Yoongi bergegas keluar dari gedung tempat pameran diadakan menuju toko terdekat untuk membeli sebotol air mineral sebagaimana pamitnya kepada Namjoon.

Anak itu tidak langsung kembali ke gedung pameran setelah membeli air minum. Atensinya sepenuhnya disita oleh seorang lelaki yang memainkan piano di tepi jalan. Yoongi bawa langkahnya mendekat. Anak itu terpaku. Indra rungunya seakan ditulikan--ia tidak bisa mendengar apapun, selain denting piano yang dihantarkan oleh udara kepadanya.

Permainan lelaki di hadapannya selesai dan Yoongi tanpa sadar bertepuk tangan, kagum. Tidak menyadari bahwa oleh karena tepuk tangannya itu si lelaki menoleh kepadanya.

"Terima kasih. Kau satu-satunya yang mendengar permainanku sejak awal dan bertepuk tangan setulus ini. Aku merasa permainanku dihargai," lelaki itu berucap. Yoongi tersenyum tipis.

"Permainan Anda mengagumkan. Lebih dari pantas untuk dihargai. Rasanya terlalu sempurna, sampai ingin mendengarnya sekali lagi." Yoongi tersenyum malu-malu ketika lelaki di hadapannya tertawa kecil.

"Terima kasih. Namun, daripada aku memainkannya sekali lagi untukmu, bukankah akan lebih baik kalau kau yang bermain?" ujar si lelaki.

Yoongi menggeleng cepat. "Saya tidak bisa bermain piano ...," ringisnya penuh sesal.

Si lelaki terdiam dengan kerut pada dahinya. "Kau yakin?" celetuknya, yang mana membuat Yoongi menelan ludah.

"Y-ya. Aku--"

"Pernah dengar kalimat "matamu tidak bisa berbohong"?" si lelaki menyela, "dibandingkan dengan perkataanmu bahwa kau tidak bisa bermain piano, justru aku melihat hasrat bermain yang kuat dari sorot matamu."

Kalimat itu benar seutuhnya. Namun, hasrat itu tidak hanya ada pada sorot matanya, tapi juga hatinya. Yoongi terdiam. Sudah dua bulan ia tidak menyentuh piano, sebab larangan yang dipatok oleh sang ayah dan saat ini ... jujur saja, tawaran ini menggiurkan.

Membuatnya tidak punya alasan untuk menolak.

Maka, Yoongi bawa dirinya mendekat pada piano cokelat di hadapannya. Ia letakkan botol airnya di sudut si piano cokelat dan bersiap untuk menekan kembali tuts hitam putih di hadapan matanya.

Perlahan, kesepuluh jemarinya mulai menari. Membawakan sedikit bagian dari sebuah soundtrack film yang tiga minggu lalu ia tonton bersama Kak Namjoon. Interstellar, sebuah film yang Yoongi sukai, walaupun ia sendiri tidak mengerti perihal fisika. Dilatasi waktu, hukum gravitasi, dimensi lain--tidak ada satu pun dari mereka yang Yoongi pahami dan itu membuatnya tidak bisa menikmati jalannya film dengan baik. Sama seperti pameran seni yang dikunjunginya bersama Kak Namjoon kali ini.

Namun, ada yang selalu terngiang di kepalanya bahkan ketika sudah tiga minggu terlewat. Sebuah soundtrack komposisi Hans Zimmer terus berputar dalam kepalanya selama tiga minggu dan anak itu tidak bisa menahan diri untuk tidak mencari dan mendengarnya lewat sebuah situs video. 

Dan begitulah, musik itu terus ia putar hampir setiap hari selama tiga minggu lamanya. Membayangkan betapa indahnya karya besar ini jika dimainkan dengan alat musik pujaannya--piano. Anak itu diam-diam belajar. Menonton puluhan versi piano dari soundtrack film itu hingga dirinya berandai-andai, akankah ia bisa memainkan versi aransemen miliknya sendiri untuk musik yang indah ini?

Berhari-hari Yoongi hanya berandai dan sekarang, perandaiannya dituntaskan dengan dimainkannya aransemen versi dirinya.



To Be Continue

Udah sampai bagian empat, nih wkwkwk.

Ada yang udah pernah nonton Interstellar??

Filmnya emang cukup berat, tapi baguuus banget. Feelnya nancep! ✧\(>o<)ノ✧

Piano: Happiness & Sadness ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang