Alternate Ending bag.1: Toko Barang Antik

301 28 4
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"Kau datang lagi, Yoongi!" Lelaki yang duduk di bangku pinggiran jalan itu bersorak, sembari melambai ringan pada Yoongi yang berjalan mendekat.

Yoongi mengangguk kecil. "Pianonya ada di mana?" tanyanya sembari mengedarkan manik, mencari keberadaan piano yang ia hafal betul letaknya sejak beberapa minggu lalu.

Lelaki di hadapannya tersenyum. "Sayangnya, untuk hari ini tidak ada piano busking. Ada beberapa dawai yang putus, jadi pianonya harus diperbaiki lebih dulu," jawabnya. Telunjuknya ia arahkan pada mobil pick up yang baru saja berlalu.

"Lihat mobil itu? Dia akan membawa pianonya ke tempat perbaikan," lanjutnya.

Yoongi bergumam lirih, yang dari gumamannya bisa didengar adanya rasa kecewa.

Gumaman kecewa yang membuat lelaki di sampingnya tidak sampai hati. Lelaki itu diam sejenak, lantas berdeham kecil.

"Tapi, aku masih punya satu lagi piano tua di tokoku. Mau ke sana untuk melihatnya, Yoongi? Tempatnya tidak jauh dari sini dan aku berani jamin kau pasti akan terkesan," si lelaki berujar penuh percaya diri. Ditatapnya Yoongi yang masih meragu. Lantas, lelaki itu tersenyum puas ketika anak di depannya mengangguk setuju.

***

Gumaman takjubnya masih belum terhenti, bahkan sejak lima menit lalu ia memasuki toko ini. Yoongi memang menyetujui ajakan si lelaki untuk pergi ke tokonya. Namun, ia sama sekali tidak menyangka bahwa toko yang dimaksud adalah toko barang antik.

Barang-barang yang dipajang di rak membuatnya jadi teringat pada sang kakek. Dulu, kakeknya adalah salah satu dari orang-orang yang tergila-gila pada barang antik. Beliau bahkan mengoleksi beberapa barang berharga fantastis yang diletakkan di sudut ruang tamu. Sebegitunya suka sampai barang-barang antik itu dibuatkan lemari penyimpan dari kaca berbingkai kayu jati yang kuncinya hanya satu dan dipegang oleh beliau sendiri.

Yoongi sendiri pernah diperlihatkan pada banyak koleksi barang antik kakeknya. Ada arloji, kepingan uang kuno, hingga pemutar piringan hitam berusia tua yang membuatnya bergumam "wah" ketika pertama kali melihat.

Dan barang-barang yang ada di toko ini jumlahnya berkali-kali lipat lebih banyak dari kepunyaan sang kakek. Bahkan, di toko ini terdapat sebuah benda yang sangat diinginkan sang kakek untuk dikoleksi: sebuah guci kuno peninggalan Dinasti Ming, yang berhasil menyita pandangannya sejak detik pertama ia memasuki toko ini.

"Ini ... ini mengagumkan," Yoongi melirih kagum. Matanya menatap penuh binar pada benda-benda antik yang ditata rapi di atas rak kayu.

"Omong-omong, tokonya tidak buka hari ini?" anak itu bertanya dan si lelaki mengangguk membenarkan.

"Ya. Selalu kututup setiap hari Minggu. Tapi khusus hari ini, akan ada seorang yang datang untuk melihat barang yang diincarnya," lelaki itu berucap, sembari menunjuk sebuah rak buku tua di sudut ruangan dengan jari telunjuknya.

Setelahnya, lelaki itu berjalan ke sudut lain ruangan demi mendekat pada sebuah piano tua berselimut kain beludru. Disingkapnya si beludru merah yang menutupi piano dan ditekannya beberapa tuts untuk memastikan bahwa piano lawas ini masih berfungsi dengan baik. Setelah yakin bahwa piano ini dapat dimainkan, lelaki itu melambaikan tangannya pada Yoongi, meminta yang lebih muda untuk mendekat kepadanya.

"Ini memang piano lama, tapi selalu kubersihkan secara rutin dan masih bisa dimainkan dengan baik. Ayo, duduk di sini dan cobalah bermain," katanya.

Yoongi mengangguk kecil. Piano ini mirip dengan piano kepunyaan sang ibu. Hanya saja, piano ini jauh lebih bersih dan terawat. Perlahan, anak itu mulai memainkan beberapa not, sejenak untuk membuat jemarinya terbiasa dengan piano lawas ini. Setelahnya, satu komposisi musik penuh ia mainkan. Jemarinya menekan tuts dengan lihai, meminta angin untuk menghantarkan denting piano ke seluruh penjuru ruangan.

Si lelaki yang berdiri beberapa langkah di belakang Yoongi bergumam puas. Kaki berbalut sepatunya mengetuk lantai, mengikuti alunan denting piano yang dimainkan oleh anak di hadapannya. Sesekali kepalanya mengangguk, menikmati serangkaian nada yang dihantarkan angin kepadanya.

Kring!


Lelaki itu menoleh ketika bunyi lonceng pintu toko terdengar, menandakan bahwa ada pelanggan yang masuk ke tokonya. Jari telunjuknya ia pasang di depan bibir, isyarat yang ditujukan pada seorang yang baru saja datang untuk tetap tenang, karena ia masih ingin mendengar alunan denting piano yang dimainkan oleh Yoongi.

Pelanggan yang baru saja datang itu rupanya mampu menerima isyarat dengan baik. Ia diam dan ikut mendengarkan alunan piano yang indah. Si pelanggan tersenyum, memamerkan lesung pipit di kedua sisi pipinya.

Walau hanya melihat punggung sempitnya, ia tahu betul siapa anak yang punya permainan piano seindah ini.

"Kurasa permainan pianomu kian hari kian indah, Yoongi," ia berucap, sejenak setelah Yoongi mengakhiri permainan pianonya.

"Kak Namjoon?!" Yoongi tidak bisa menyembunyikan wajah terkejutnya ketika kedua maniknya menangkap presensi Namjoon, segera setelah ia berbalik usai menyelesaikan permainannya.

"Bagaimana bisa Kakak ada di sini?" tanyanya.

Lelaki jangkung itu tersenyum kecil, kembali memamerkan sepasang lesung pipit miliknya.

"Tentu saja bisa. Aku kemari untuk melihat barang incaranku," jawabnya.

Yoongi membulatkan mulut, membentuk huruf 'o' kecil yang dipadu dengan anggukan paham. Itu artinya, seorang pelanggan yang akan datang itu adalah Kak Namjoon?

Kalau dipikir kembali, memang tidak aneh jika Kak Namjoon datang ke tempat seperti ini. Sesuai dengan citra yang dimilikinya sebagai penyuka seni dan barang klasik.

Yoongi beranjak dari bangku piano dan ikut mendekat pada dua lelaki yang kini berdiri di hadapan sebuah rak buku. Keningnya berkerut, bingung, ketika melihat rak buku yang menjadi incaran Kak Namjoon rupanya telah melengkung di bagian atasnya.

"Apa raknya memang dirancang melengkung seperti itu?" tanyanya yang disambut dengan gelak tawa si pemilik toko.

"Bukan. Bukan begitu. Rak buku ini adalah barang antik yang sudah berumur lima puluhan tahun. Jadi, raknya melengkung karena usia, bukan karena dibuat melengkung," si pemilik toko menjelaskan.

"Lagipula, bukankah lengkungan ini justru menambah kesan antiknya?"

Yoongi mengangguk setuju. Barang-barang antik itu punya ciri tersendiri, menurutnya. Entah dari segi rupa ataupun makna yang ia pandang sebagai suatu hal yang unik. Akan tetapi, tentu saja itu hanyalah pandangannya sebagai orang awam yang tidak tahu menahu tentang barang antik, pun tidak akrab dengan hal berbau seni.

"Baiklah ... kalau begitu, kuambil barangnya. Ini alamat apartemenku. Kapan rak bukunya akan diantar?" Namjoon bertanya. Rasa-rasanya, ia sudah tidak sabar untuk melihat rak buku itu ada di ruang tengah apartemennya.

"Kupastikan akan diantar hari ini. Kira-kira, pukul berapa kau ada di apartemen?" tanya si pemilik toko.

"Kau bisa mengantarnya kapan saja, karena aku akan ada di apartemen seharian ini," Namjoon menjawab.

"Kalau begitu, kupercayakan raknya padamu dan kubawa anak ini untuk ikut pulang bersamaku," lanjutnya sembari menepuk bahu Yoongi.

Jung Sewoon, si lelaki pemilik toko itu tertawa ringan. "Tentu saja, kau bisa percayakan pengirimannya padaku dan tolong antar Yoongi pulang dengan selamat!" serunya yang ditanggapi dengan balasan "Tentu saja!" dan juga acungan ibu jari.





To be Continue

Hai?

Piano: Happiness & Sadness ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang