++Bonuss.

11 2 0
                                    

Lapangan bola di sekitar kompleks selalu menjadi primadona Habibi dan anaknya,kini,kedua lelaki itu bermain di tengah lapangan, dengannya,ada pula Harun dan anaknya Hasan,serta Gibran dan Husein,tak lupa pula Faatimah yang tidak ingin kalah pun ikut bermain,sedang para wanita sosialita duduk bertengger di tribune mini yang tersedia di sekitar lapangan, Lea bersedekap dengan raut wajahnya yang nampak kesal,di sana,anak semata wayangnya bermain bola bersama Ayahnya yang tidak pernah mau mendengar,Lea tidak pernah suka anaknya yang baru berusia 4 tahun itu Habibi ajak bermain fisik,belum lagi dengan panas serta debu di sana,membuatnya ingin segera memandikan Aka,menyabuninya hingga hilang debu-debu.

“Gak papa lah,anak-anak kan emang harus di latih bermain di luar”kata Adena.

“Biang keringat Adena”

“enggak Lea,kan gak setiap hari juga”

“tau ah,gak suka pokoknya, pengin ku itu Denaaa,anakku harum sepanjang hari,gak bau kayak sekarang ini nih”kesal Lea.

“Eh,Mars sama Biru”kata Adena.

“Halo Tante,bibi”kata Biru.

“Mau main bola?”kata Lea,terdengar jutek.

“Mars,Mars yang mau main”Kata Biru, sembari menunjuk Mars yang tengah pemanasan di pinggir tribune.

Sembari Mars berlari ke arah lapangan,Biru duduk di kursi, mengambil kamera lalu memotret beberapa gambar.

“Gimana kuliahnya?”Kata Adena.

“Baik Tante”Balasnya.

“Mama Anan lukaaaaa”

Lea yang tadinya tengah bermain dengan si kecil Raniya menoleh dengan segera,di sana,Aka sudah menangis di gendongan Habibi,sedangkan Lea,dengan gerakan slow motion berdiri lalu lantas berlari ke arah Aka.

“Anak Bunda”katanya,sembari memindah tangankan Aka dari Habibi.

Sedang anak lelaki itu menangis tersedu-sedu di pelukan sang ibu.

“Cuma luka sedikit, sini, papa lilit lukanya”katanya, sembari merobek baju kaus bolanya di bagian ujung.Sedangkan Lea,menoleh horor pada pria yang tengah berusaha meraih kaki Aka.

“Huaaaa,sakit Mamaaa”

“Stop Bes!!!,jangan sentuh Aka!”tegasnya.

Ia lantas saja berlalu, berlari kecil menuju rumah yang tak jauh dari lapangan,sedangkan Habibi,meneguk ludah.

“Sabar bro,namanya juga cinta kan ya”Goda Harun,ia tengah menggendong kedua anaknya,Faatimah dan Husein.

“Aku pulang duluan,Mars,nanti mampir di rumah paman yaa”katanya,sebelum berjalan menyusul Lea dan tidak lagi melihat jempol Mars yang ia naikkan ke atas.

Baju bola yang penuh keringat,rambut yang ikut basah karenanya,tak lupa kaus yang sudah melekat pada punggung akibat basah,Habibi berjalan masuk kedalam rumah,ia tak lagi mendengar suara tangis Aka,mungkin sudah di obati oleh Lea,lagi pula,anak itu hanya tergores sepatu sedikit hingga menimbulkan darah di sisi lututnya,tapi mungkin,itu sangat menyakitkan bagi Aka yang masih berusia 4 tahun.

Habibi tersenyum jahil kala melihat Lea yang baru saja keluar dari kamar Aka dengan kotak Betadine di tangannya.

“Sayanggg”katanya,sembari berusaha memeluk Lea.

“Bes!!”amuknya.

“Sini ayok,katanya dulu aku keren kalau gini-gini”kata Habibi,sedang ia menaikkan baju kausnya hingga dada agar Lea dapat melihat perut kotak-kotak yang ia telah bentuk sejak  SD.

Cerita kita (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang