Happy reading~
Mobil hitam itu melaju sedang membelah kerumunan kendaraan ditengah kota, dari dalam mobil terdengar celotehan anak kecil yang terus berbicara dengan penuh semangat
"Terus mah kan Stephanie kesel sama Richard, nah abis itu Richard dipukul pake tas sama dia" lanjut gadis kecil itu
"Emmmm" menganggukkan kepalanya tanda bahwa dia mengerti apa yang diceritakan putrinya "terus Richard nangis?" Bertanya antusias dengan topik pembicaraan yang disampaikan sang putri tercinta
"Enggak" menggeleng lugu dengan ekspresi yang mampu membuat ibunya itu gemas
Jawaban frontal dan jujur dari anaknya mampu membuatnya tertawa.
Ckitt
"Oke kita sampai"
Membuka sabuk yang melilit ditubuh putrinya juga ditubuhnya. melihat sabuk pengaman yang memeluknya erat kini sudah terlepas, dengan semangat putrinya itu membuka pintu mobil dan loncat keluar
"Hati hati sweetie" memperingatkan putrinya itu dengan lembut sembari melanjutkan pergerakan tangannya yang hendak membuka pintu mobil.
"Cassie" memanggil lembut nama anaknya
"Yes mam" menghampiri sang mama tercinta, memberi isyarat bahwa dia hendak mencium pipi mamanya itu. Melihat gerak gerik putrinya refleks dia menunduk, menyodorkan pipinya untuk dicium oleh malaikat kecilnya itu.
"Baik baik ya disekolah, belajar yang pinter"
"Siap"
"Ya udah mama pergi dulu ya bye~"
"Bye....~"
Berbalik kembali ke mobilnya, bersiap untuk melanjutkan perjalanannya menuju tempat dia bekerja, melambaikan tangannya tak kala melihat putri kecilnya masih melambaikan tangan mungilnya dengan wajah cerah.
Mobil hitamnya kembali melaju, perjalanan yang memakan waktu 10 menit itu ditemani dengan senandung kecil dari bibir tipisnya. Terpancar kebahagiaan dari raut wajahnya, bahagia mengingat hidupnya kini sudah jauh lebih berwarna dari sebelumnya.
Bahkan mungkin dua hal itu bisa diibaratkan layaknya pagi yang cerah dan malam hari bukan malam berbintang atau bercahaya kan kunang kunang, melainkan malam yang suram diselimuti awan mendung
5 tahun sebelumnya....
"Mbak Tasya aku pulang dulu ya"
"Iya hati hati dek udah malem soalnya"
"Siap mbak"
Eve laquitta remaja 17 tahun, sudah 2 tahun ini bekerja sampingan ditoko roti, tapi jangan berpikir bahwa dia adalah remaja sebatang kara yang harus bekerja paruh waktu untuk menyambung hidupnya kalian salah besar jika berpikir demikian. Nyatanya dia adalah anak seorang pengusaha, hanya saja perbedaan perlakuan antara dia dan saudaranya yang membuat dia harus bekerja sampingan
"Baru pulang" dua kata yang menyambutnya dari arah tangga langsung membuat langkah Eve terhenti, menundukkan kepalanya dengan pandangan yang tertuju kelantai marmer tak kala pemilik suara itu berdiri dihadapannya.
Camelia Margaretha Louise nyonya besar keluarga Louise sekaligus ibu tiri yang sangat membencinya
Memandang Eve dingin dan merendahkan "kau tau bahkan meskipun kau lahir dari seorang pelacur seharusnya kau tau dimana posisimu sekarang"
"Maaf" lirihnya pelan
"Sudahlah cepat cuci piring" berlalu meninggalkan Eve yang masih tertunduk, samar Eve mendengar ibu tirinya itu mengatakan sesuatu
"Ibu dan anak sama saja, sama-sama makhluk rendahan"
Menggigit bibir dalamnya pelan, bohong jika dia tidak sakit hati mendengarnya tapi benar apa yang dikatakan ibu tirinya, dia harus tau dimana tempatnya.
__________
Suara dentingan piring dan sendok yang saling beradu terdengar dari arah dapur, terlihat Eve sedang melakukan tugasnya membersihkan piring dan tentunya dia tidak sendiri, ada beberapa pembantu lainnya yang sedang mencemooh dia terang terangan
Dia sadar akan hal itu dan dia tak berusaha untuk melawan, toh semua yang dikatakan para maid itu benar adanya bahwa dia hanyalah anak pelacur yang kebetulan mengandung anak seorang pengusaha, dan untuk apa dia melawan ayahnya saja tak mencoba untuk membelanya. Setidaknya dia masih mendapat makan, sekolah, juga tempat tinggal saja itu sudah lebih dari cukup
"Sudah sudah pergi kalian dari tadi bergosip saja" usir seorang wanita paruh baya kepada para maid itu
Meski kesal tapi mereka tetap menurut dan pergi dari sana, karena bagaimanapun yang mengusir mereka adalah maid senior yang jelas lebih berkuasa dibanding mereka
"Eve udah selesai?" Bertanya lembut padanya
"Ini bentar lagi" jawabnya dengan senyum manis diwajahnya
"Udah makan?" Menggeleng sebagai jawaban, nyatanya dia memang belum makan sejak pulang dari toko roti
"Loh kok belum ini udah jam sembilan loh, kalo makan siang udah kan?" Kembali menjawab dengan anggukan, jika kalian bertanya tanya mengapa bi Yani begitu lembut kepada Eve jawabannya karena dia tak sampai hati untuk turut membenci Eve, mau bagaimanapun Eve hanyalah remaja biasa yang tak bisa memilih untuk terlahir dari rahim siapa dan tumbuh dikeluarga yang bagaimana
"Ya sudah cepat di selesaikan, udah bibi taro roti di laci meja kamu"
"Makasih"
Bi Yani pergi bersamaan dengan selesainya pekerjaan Eve, mengelap tangannya dengan serbet sebelum dia pergi menuju kamarnya
Kamarnya berada sangat jauh dari ruang utama lantai bawah, atau bisa dibilang kamarnya berada di lorong paling ujung dekat tempat mencuci pakaian
Berjalan menyusuri lorong, suara langkah kakinya bergema di setiap langkahnya.
Ceklek
Pintu kamar terbuka memperlihat kan kamar minimalis degan ukuran 6×3, cahaya kamar yang remang remang dan dinding bercat putih polos, bahkan orang luar pun tidak akan percaya bahwa ada ruangan seperti ini di mansion keluarga Louise.
Merebahkan tubuhnya di singel bed beralas seprei hijau tosca, hanya menghela nafas merasa sangat letih hari ini, bahkan tersirat dibenaknya pertanyaan sanggup kah dia menghadapi esok hari.
TBC....
Sabtu, 26 Maret 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
✿F.M.L.P.C✿
ChickLitbodo amat gue gak peduli dan gak akan pernah peduli, mau itu bayi hidup atau mati bukan urusan gue, lo bilang hidup lo ancur gara gara gue kan? Kalo gitu gue kasih lo pilihan lo gugurin bayi itu dan gue yang tanggung biayanya, tapi kalo lo kekeuh pe...