Dering handphone Rinjani berdering memekak telinga di pagi buta hari Minggu. Buru-buru ia mengangkatnya sebelum ayahnya datang mengomeli dirinya. Karena sekali saja Rinjani berbuat menyebalkan, ayahnya akan terpantik api emosinya.
Sejak memilih kuliah Jurnalistik, ayahnya semakin merendahkannya karena jurusan itu dianggap tidak umum. Bagi ayahnya, kuliah harus di jurusan yang sudah pasti dibutuhkan perusahaan, seperti Ekonomi atau Manajemen.
Saat memilih kampus, Rinjani pun berdebat cukup ngotot dengan ayahnya, sebelum akhirnya dengan berat hati ayahnya mengizinkan. "Kamu itu perempuan! Jadi wartawan itu, kamu harus sedia waktu kapan pun kalau ada peristiwa. Kamu mau ninggalin anakmu tengah malam karena di suruh ke lokasi? Kamu mau ninggalin suamimu kalau ditugasin di luar kota berbulan-bulan?" kata ayahnya waktu itu.
Ada sedikit rasa goyah ketika ayahnya berkata seperti itu. Namun ia tak ingin menyesal untuk kedua kalinya. Ia sudah salah memilih jurusan IPA saat SMA, demi menuruti keinginan ayahnya, yang sebenarnya ingin melihat anaknya menjadi dokter. Tapi apa daya, saat di IPA, dan ketika mengerjakan Try Out sebelum UN, Rinjani mendapat peringkat kelima dari bawah dalam peringkat 125 murid angkatannya. Ia juga menyesal, andai dia berada di jurusan IPS, mungkin dia sekarang sudah kuliah di universitas negeri karena dia lebih senang mempelajari ilmu sosial, serta akan membantunya mengerjakan ujian masuk kuliah.
Tapi bukan Rinjani namanya kalau harus menyerah.
Meski tak masuk universitas negeri, Rinjani tidak sembarangan mencari kampus. Ia memanfaatkan dunia maya untuk mencari tahu kampus Jurnalistik swasta terbaik, dan berkenalan dengan mahasiswa di sana. Sampai bertemu lah dia dengan IKP, yang ternyata semua media nasional akan mempertimbangkan lulusan IKP ini. "Banyak anak IKP masuk media. Di setiap media bahkan ketemunya ya anak IKP lagi. Berasa kuliah lagi aja karena di lapangan ketemu lagi sama temen sekampus," kata kenalan Rinjani saat itu.Rinjani merasa pas dengan IKP meskipun biaya kampusnya murah, dan gedungnya seadanya. Semester pertama menjadi ajang dendam Rinjani. "Lihat saja nanti, IP-ku akan di atas 3,5," pikir dia saat itu. Dan benar, semester pertama kuliah Rinjani mendapat IP 3,83 dan ini termasuk yang terbilang cukup tinggi di jurusannya. Ia pulang ke rumah membawa kertas nilai itu dan menunjukkan pada ayahnya. Namun seperti biasa, ayahnya tidak memberi respon yang berarti.
Rinjani ranking satu saat SD, direspon datar, sementara adik lelakinya yang hanya mendapat ranking tujuh, dipuji dan dibelikan hadiah. Rinjani berbuat salah sepele, ayahnya memakinya cukup keras sampai membuatnya menangis, sementara adik lelakinya yang jadi korban perilaku temannya yang mencuri sepeda padahal sudah berulang kali dibilang jangan bergaul dengan temannya itu, dibela mati-matian lalu disayang kembali di rumah. Rinjani yang hendak bermain dengan teman-temannya saat sore hari, dilarang, sementara adiknya main dari sepulang sekolah sampai jelang magrib, dipersilahkan. Jika Rinjani bertanya mengapa perlakuannya sangat berbeda dengan adiknya, ayahnya hanya menjawab 'Kamu itu perempuan'.
"Halo," sapa suara dari seberang telepon.
"Halo Kak," ujar Rinjani menyauti Gilang.
"Lagi ngapain lo?"
"Nggak ngapa-ngapain sih Kak. Kenapa?"
"Gue lagi di Bogor nih. Temenin main yuk,"
"Main kemana?"
"Ya kemana aja, terserah lo deh,"
Rinjani sudah hapal betul, pasti bukan kebetulan semata Gilang ada di Bogor. Apalagi dengan pertanyaan Nata tentang Gilang beberapa hari lalu. Rinjani tidak ada masalah dengan Gilang, namun kejadian di semester kedua, membuatnya cukup lemas.
Rinjani sedang menunggu sesi kelas berikutnya di kosan temannya yang tak jauh dari kampus. Memang itu kos-kosan bebas, jadi sudah tidak asing lagi melihat pemandangan lelaki dan perempuan berada di kamar entah itu hanya berdua atau berkumpul mengerjakan tugas. Rinjani cukup sering ke sana, jadi sudah tahu siapa saja yang kos di sana. Salah satunya adalah Gilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
17 Juta Tahun Cahaya
RomanceKelemahan Rinjani Sehna adalah rasa simpatinya. Ada lelaki mendekat dan perhatiannya selangit, nggak perlu ganteng pasti langsung memikatnya. Penyematan anti-keadilansosialbagiseluruhrakyatyanggoodlooking memang cocok diberikan kepadanya. Apalagi be...