Prolog

11 3 0
                                    

Hujan. Yudhis benci hujan. Aroma tanah yang bercampur dengan air. Udara dingin yang menghunus hingga ke tulang. Atau rintik air yang mengenai tubuhnya seperti saat ini. Yudhis membencinya.

Ia melupakan payung yang harusnya diletakkan dalam ranselnya. Lalu terpaksa menunggu lampu lalu lintas berubah warna dengan rintik hujan yang terus membasahinya. Jalanan lenggang memaksanya menatap sepasang kekasih yang berdiri di bawah payung berdua. Merangkul erat agar salah satunya tak basah terkena gemericik air yang entah sejak kapan bertambah deras.

Yudhis semakin membencinya. Bukan, bukan hujan yang kini menembus jaket jeansnya dan membasahi kaos putih yang melekat di badannya. Melainkan dirinya sendiri. Rasa sakit yang seakan bertambah berjuta kali lipat ketika melihat binar mata gadis di seberang sana.

Kala. Itu Kala. Kala yang dahulu mengulurkan tangannya mengajak Yudhis berkenalan. Kala yang setiap Jumat sore menunggu di tribun sekolah untuk melihat Yudhis berlatih. Kala yang bahkan tak ragu menembus rintik hujan untuk memeluk Yudhis. Kala yang pada akhirnya meninggalkan Yudhis karena kesalahan bodohnya. Kala yang kini berdiri di seberang sana bersama kekasih barunya.

Yudhis ingin memeluknya untuk sekali saja. Mengungkapkan segala penyesalan tentang masa lalu mereka. Tentang kesalahan yang membuat Kala memilih pergi dari hidupnya. Hingga membuat keduanya menjadi asing. Yudhis ingin meminta maaf. Atas segala luka yang ia ciptakan. Juga duka yang tak dapat ia hindarkan.

Kalau Yudhis menjabat tangan Kala saat itu. Mungkin keduanya kini saling menggenggam. Kalau Yudhis tak mengabaikan kehadiran Kala tiap Jumat sore. Mungkin kini Kala masih ada menemaninya. Kalau Yudhis balas memeluk Kala waktu itu. Mungkin kini ia bisa berbagi keluh kesahnya. Dan kalau kalau lainnya yang kini terlintas di kepala. Yudhis tak seharusnya memikirkannya. Bahkan ia terlalu bodoh untuk melepas perempuan sebaik Kala. Ia menyakitinya dan berpura-pura lupa. Ia tak pantas dan tak pernah pantas untuk Kala. Namun, salahkan jika ia meminta maaf dari gadis yang dahulu amat mencintainya?

"Kala,

kalau aku bisa memutar waktu, bolehkah kita kembali pada masa bahagia itu? Bolehkah aku memintamu untuk memeluk dan tak melepaskan ku? Bolehkah aku meminta bahagia darimu?

Aku tak pernah membayangkan melihatmu memeluk laki-laki lain. Tak pernah terpikirkan menatapmu berbagi payung dengannya. Kala, bahkan tak pernah sekalipun terlintas di benakku bahwa kamu tidak lagi mencintaiku.

Bodoh. Aku memang bodoh karena menyakitimu. Tapi Kala, tak bisakah kamu memaafkanku? Tak bisakah kamu memberiku kesempatan lainnya? Dan kita mungkin bisa kembali menjadi dua orang yang saling mencintai.

Kala, aku terlahir untuk mencintaimu."

-

BORN TO LOVE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang