Hangat sinar mentari menelisik lewat sela-sela jendela kelas. Membuat Kala memilih menjatuhkan kepalanya di atas meja ketika pelajaran masih berlangsung. Ia menatap punggung Yudhis dari tempatnya. Laki-laki itu tengah menyalin catatan dari papan tulis putih di depan sana.
Semester dua kelas sebelas, sebentar lagi Kala akan naik ke kelas dua belas. Sedikit sedih ketika memikirkan bagaimana nasibnya jika tidak satu kelas lagi dengan Yudhis. Ah, Kala jadi berharap semoga peraturan merombak kelas tiap kenaikan ditiadakan saja. Dia takut pada akhirnya akan kembali menjadi asing lagi dengan Yudhis. Dia takut laki-laki itu akan mengabaikannya. Dan ketakutan-ketakutan lainnya.
Meskipun Kala sadar ia bahkan bukan siapa-siapa. Ia sadar tak berhak menahan Yudhis. Kala sadar namun ia tak pernah berhenti berharap. Semoga semesta selalu ada di pihaknya dan Tuhan tak akan berhenti memberikan kebahagiaan untuknya.
"Kalau kita nggak sekelas sama Yudhis lagi gimana?" cicitnya saat istirahat tiba.
Selena yang berada di sampingnya tak menjawab. Masih fokus pada novel di tangannya sambil sesekali membenarkan posisi kacamatanya. Ia tahu Kala tak butuh jawaban atau petuah darinya. Selena tahu betul orang yang sedang jatuh cinta kadang tak menggunakan logikanya. Jadi percuma untuk berbicara panjang lebar.
"Kalau akhirnya gue sama Yudhis balik kayak dulu lagi gimana? Kayaknya gue nggak sanggup." Kala bergumam. Menatap langit biru dari balik jendela kelas.
"Ka," panggil Selena. Novel di tangannya sudah berpindah ke atas meja.
"Lo yakin sama Yudhis?"
Dahi Kala berkerut mendengar pertanyaan Selena. Ia tak mengerti maksud sahabatnya. Atau Kala sebenarnya tak mengerti dengan perasaannya sendiri.
Selena menghela napas sebelum mengucapkan kalimat yang selama ini ia tahan. "Lo yakin Yudhis punya perasaan yang sama dengan lo? Lo yakin nggak kalau perasaan lo berbalas? Lo yakin dia nggak akan nyakitin Lo? Lo yakin nggak, Ka?"
Kala menggigit bibir bawahnya. Pikirannya melayang entah ke mana. Kala memang bukan seseorang yang paham tentang cinta. Yang ia tahu konsekuensi mencintai adalah terluka. Jika pada akhirnya perasaannya tak berbalas, jika selama ini orang yang dia cintai hanya mempermainkannya, maka pada akhirnya dia akan terluka.
"Ka, bukannya gue nggak dukung lo. Bukannya gue nggak pingin lo bahagia. Gue cuma takut Ka." Jeda, Selena menatap tepat ke arah bola mata Kala.
"Gue cuma takut lo terluka. Kalau pada akhirnya harapan lo ke Yudhis selama ini malah berakhir nyakitin diri lo sendiri."
Kala diam. Semua ucapan Selena benar adanya. Ia tak akan menyalahkan sahabatnya itu meskipun sudut hati Kala terluka mendengarnya. Ia tahu pada akhirnya akan terluka. Tapi dia sendiri yang memutuskan untuk tetap bertahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BORN TO LOVE YOU
NouvellesItu Kala. Kala yang dahulu mengulurkan tangannya mengajak Yudhis berkenalan. Kala yang setiap Jumat sore menunggu di tribun sekolah untuk melihat Yudhis berlatih. Kala yang bahkan tak ragu menembus rintik hujan untuk memeluk Yudhis. Kala yang pada a...