Bag 21: Crying

101 8 1
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"Jimy, sekarang gue jelek ya?" tanya Vicky dengan arah matanya yang hanya bisa tertuju pada satu titik. Dia bahkan tidak bisa melihat wajah sahabatnya.

Jimy yang mendengar sangat sedih sebenarnya namun dia tidak ingin lemah, dia harus bisa memberi Vicky semangat. Lelaki bermata sipit itu kemudian menggenggam tangan sahabatnya.

"Lo gak jelek sama sekali, Vi. Lo gak berubah, lo tetep diri lo yang dulu. Yang ganteng, bahkan ngelebihin gue deh" ucap Jimy berusaha menghibur Vicky. Namun lelaki itu hanya tertawa pahit.

"Gak usah coba buat hibur gue. Gue tau diri kok sekarang, kalo gue ini cacat. Gak akan ada siapa pun lagi yang mau deket sama gue"

Jimy menggelengkan kepala berulang kali. Vicky kini sedang berada dalam tahap putus asa, dia merasa rendah pada dirinya sendiri. Dan Jimy tentu tidak bisa membiarkan mental sahabatnya terganggu.

"Lo gak boleh ngomong gitu, man. Lo gak cacat. Walaupun lo sekarang gak bisa lihat, lo masih punya tangan, kaki, bahkan lo masih punya nafas buat hidup. Dan lo juga harus inget, masih ada gue disini yang bakal selalu ada buat lo, ada Jeon juga adek lo. Kita berdua pasti selalu ada di deket lo. Jadi lo gak boleh berkecil hati, hidup ini belum selesai"

Vicky tak mampu mengucapkan apapun lagi. Sekarang dia hanya ingin memeluk Jimy sahabatnya sejak kecil. Dia juga merasa sangat beruntung bisa memiliki sosok baik seperti Jimy yang selalu setia bersamanya suka maupun duka. Sosok yang bisa dijadikannya sebagai seorang kakak karena Jimy lebih tua darinya walaupun hanya berbeda dua bulan.

Drtt..

Ponsel Vicky tiba-tiba menyala menandakan ada satu panggilan masuk. Vicky pun melepas pelukannya, sedangkan Jimy melirik ke arah ponsel lelaki itu yang terletak di nakas.

"Siapa yang telepon, Jim?"

"Hmm--" Jimy terdiam karena melihat ada panggilan masuk yang datang dari wali kelas Jeon. Jimy merasa pasti ada masalah dan dia tentu tidak ingin Vicky tahu lalu membuat lelaki itu banyak pikiran.

"Jim?"

"Eoh? Oh ini, dari kantor. Bentar gue jawab, ya?" pinta Jimy dan Vicky pun mengizinkannya. Lagipula dia juga tidak bisa mengambil ponselnya sendiri sekarang.

Jimy pun memilih keluar untuk menerima panggilan agar Vicky tidak mendengar pembicaraannya nanti.

'Selamat siang. Apa ini dengan tuan Vicky Gibrani? Kakak kandung Jeonathan?'

"Hm, bukan. Saya Jimy, sahabat Vicky. Ada perlu apa menelfon ya, bu? Nanti biar saya sampaikan"

'Oh, begitu. Ya, saya wali kelasnya Jeon. Hari ini Jeon membolos, dia tidak ada saat mata pelajaran kedua. Ada temannya yang bilang kalau Jeon nekat pergi dari sekolah'

Jimy terdiam sebentar. Dia merasa bingung mengapa Jeon harus membolos dari sekolahnya. Jika Vicky tahu, lelaki itu pasti tidak akan suka.

"Saya minta maaf ya bu atas sikap tidak sopan Jeon. Nanti kalau dia pulang, akan saya peringatkan. Sekarang keluarganya sedang dalam masalah"

Dek Oreo! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang