Bag 24: Orang baik?

98 7 0
                                    

***

"Yaampun Fujii, gue hampir jantungan tau gak tadi itu astaga. Lo baik-baik aja, kan?"

Fujiara mengangguk pada Lea. Kini dirinya harus kembali berada di ranjang rawat rumah sakit. Entah mengapa dia tiba-tiba pingsan tadi, tubuhnya juga sangat lemah.

"Sumpah, gue takut. Lo itu--"

"Lea, udah. Lo jangan nangis. Gak usah khawatirin gue" Fujiara menghapus air mata sahabatnya dan berusaha tersenyum.

"Gak usah khawatir gimana coba? Lo itu lama-lama ngeselin, ya?"

"Lea, udah. Kamu kenapa jadi ngomel kaya gini? Fuji baru aja siuman" David datang dan langsung memegang bahu kekasihnya. Sedangkan Fujiara hanya terkekeh.

"Noh, dengerin pawang lo ngomong" celetuknya. Dan membuat Lea geleng-geleng kepala.

"Prik banget lo sumpah" desah Lea hingga terdengar tawa kecil Fujiara. Padahal dia hanya sengaja ingin mencairkan suasana. Dia juga tidak ingin membuat sahabatnya terus menerus merasa cemas.

Fujiara bangun dari tidurnya yang cukup lelap setelah meminum obat. Namun telinganya terusik dengan sebuah pembicaraan dokter dan suster yang berada tepat di pintu ruang rawatnya yang sedikit terbuka.

"Dokter, saat ini golongan darah AB sedang kosong"

"Astaga. Yasudah, nanti saya akan tanyakan keluarganya dulu. Sekarang ayo kita kembali ke ruangan sebelah, keadaan tuan Vi sedang kritis"

"Baik dokter"

Percakapan itu tak sengaja terdengar menuju telinga Fujiara. Apa dua orang itu sedang membicarakan Vicky? Apa lelaki itu dirawat di rumah sakit ini juga?

"Jangan-jangan yang mereka bicarain itu emang Vi? Kenapa sama dia? Gue harus cari tau"

Fujiara nekat melepas infusnya dan memilih melangkah keluar dengan tubuh lemasnya. Dia berjalan secara perlahan dan melihat salah satu ruang rawat yang tak begitu jauh dari ruangannya Dan benar saja, ada Vicky yang terbaring lemah disana. Ada Jeon juga yang sedang menangis mencemaskan keadaan kakaknya itu.

"Dek, apa golongan darah kamu AB?" tanya dokter sambil mengusap bahu Jeon.

"Ya dokter. Golongan darah saya AB. Apa dokter butuh darah?"

"Benar, dek. Vi kehilangan banyak darah karena dia menggores pergelangan tangan sendiri. Sampai sekarang kita masih bersyukur urat nadinya tidak kena, itu bisa bahaya sekali. Dan sekarang yang kita butuhkan adalah darah"

Jeon dengan segera mengulurkan tangannya membuat Jimy yang di sampingnya menoleh dengan perasaan haru.

"Ambil darah saya sekarang dok, buat kakak saya. Sembuhin kak Vi, saya mohon"

Dokter pun mengangguk. Jimy merangkul bahu Jeon dengan perasaan sedih.

"Kak Jimy tenang ya, kakak Jeon pasti baik-baik aja kok" ucap Jeon sambil memeluk Jimy sebelum darahnya diambil.

Fujiara terkejut ketika Jeon akan keluar bersama dokter. Dengan langkah tertatih, gadis itu mencoba untuk bersembunyi. Setelah aman, dia menyembulkan kepalanya lalu kembali memandang Vicky yang masih menutup mata dengan Jimy yang menemani.

"Bener kata Jeon. Vi menderita gara-gara gue. Kasian dia, gue gak tega lihat dia sakit kaya gini. Apa yang bisa gue lakuin?"

Jemarinya mengusap pintu ruang rawat Vicky dengan tetesan air mata. Ingin sekali bertemu dengan lelaki itu kembali. Fujiara sangat mencemaskan Vicky, dia bahkan tak menghiraukan rasa sakit yang juga dia rasakan.

Dek Oreo! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang