Kata orang, manusia itu punya hawa nafsu yang tak pernah bisa puas. Andai suatu ketika ia menginginkan sesuatu, maka dimasa depan saat sesuatu itu terwujud, ia akan menuntut lebih. Namun sebaliknya, jika sesuatu datang jauh dengan apa yang diharapkan, maka ia akan marah dan mulai menyalahkan Tuhan.
Aneh memang, namun itulah konsep alam yang selalu terjadi dan tak bisa dielak.
Langit senja menjadi objek utama yang memikat saat ini. Gerimis yang sedari tadi singgah ke bumi kini sudah perlahan usai, berganti dengan semilir angin sejuk yang mampu menerbangkan setiap helai rambut hitam milik Arabella yang tengah berlari di trotoar jalan.
Jalanan sedang ramai-ramainya, mulai dari para pedagang pinggir jalan, orang yang berlalu-lalang, siswa-siswi yang baru saja pulang sekolah, juga para pengendara motor dan kendaraan lainnya. Namun entah kenapa, Ara malah tampak sendiri. Seolah-olah sekeliling hanyalah benda mati yang tak akan bisa ia ajak bicara.
Perlahan tapi pasti gadis itu mulai menyeberang jalan. Ia tidak berlari seperti tadi lagi, langkahnya kini mulai teratur. Satu meter, dua meter, sampai tak terasa akhirnya ia berhenti disalah satu rumah kayu bergaya klasik dengan pagar besi setinggi dada yang mulai berkarat.
Ara menarik napas pelan, lalu dalam selang waktu lima detik mengembuskannya, gadis itu berlari memasuki rumahnya dan langsung menuju kamarnya yang berada di lantai atas.
"Tenang, Ra. Tenang." Ara mengatur napasnya yang tak karuan, menutup pintu kamar sepelan mungkin, lantas cepat bersandar di daun pintu putih itu.
"Oke, Bunda sama Ayah lagi gak ada di rumah. Jadi lo aman."
Ara membuka tas punggungnya, mengeluarkan selembar kertas buram bekas ulangan hariannya tadi. Baru melirik nilainya saja, Ara kesal.
Tok.. Tok.. Tok..
Atensi Ara tertarik ke arah pintu balkon.
"Siapa?" tanya gadis itu.
Ruangan itu lengang sejenak, sekali lagi pintu itu diketuk, disusul suara yang Ara kenal selanjutnya.
"Kucing."
Ara menyibak gorden pintu balkon itu dengan kasar, langsung dihadiahi cengiran tanpa dosa dari sang pelaku.
"Ngapain sih?!"
"Sstt.. Kalem dong, mbak." Aldi terkekeh melihat pelototan dari Ara. "Gue doain matanya keluar kalau lo gak mau bukain pintunya!"
"Mati aja lo, Al!" ketus Ara.
Meski begitu, Ara tetap membukakan pintu untuk Aldi.
"Ngapain? Mau ketawain nasib gue?" tanya Ara kelewat kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERUMPAMAAN MATEMATIKA dan CARA DEWASA [One Shoot]
Novela Juvenil"̶A̶n̶d̶a̶i̶ ̶s̶a̶j̶a̶ ̶T̶u̶h̶a̶n̶ ̶t̶a̶k̶ ̶m̶e̶n̶c̶i̶p̶t̶a̶k̶a̶n̶ ̶h̶a̶t̶i̶,̶ ̶k̶u̶r̶a̶s̶a̶ ̶k̶i̶s̶a̶h̶ ̶k̶i̶t̶a̶ ̶t̶a̶k̶ ̶a̶k̶a̶n̶ ̶j̶a̶d̶i̶ ̶s̶e̶r̶u̶m̶i̶t̶ ̶i̶n̶i̶,̶"̶ ̶-̶A̶r̶a̶b̶e̶l̶l̶a̶.̶ Ara menelan ludahnya susah payah saat cowok itu mengatak...