O1 • Pertemuan Pertama

861 58 5
                                    

Hari ini restoran milik keluarga Kim tutup lebih awal karena Mingyu mendapat telepon dari ibunya untuk segera pulang ke rumah.

Meskipun kebingungan dan merasa tidak enak dengan semua orang di restoran, Mingyu terpaksa mengabari para pegawai tentang hal ini dan menjanjikan tambahan gaji untuk akhir bulan. Sambil mengunci pintu restoran, kepala Mingyu sibuk memikirkan apa yang menjadi penyebab ibunya menelepon tadi.

Selama di rumah, Mingyu tidak melakukan hal apa-apa. Restoran pun diurus dengan baik, memiliki pengunjung yang cukup dan lumayan berkembang setiap harinya. Ia tidak perlu memikirkan soal kuliah karena tahun kemarin sudah lulus. Pasti sebenarnya tidak ada apa-apa, kan?

Mingyu berjalan kaki menuju mobilnya yang terparkir lumayan dekat dari restoran. Saat memasukkan kunci mobil pun, Mingyu berkali-kali salah karena perasaannya masih lumayan gugup. Ia bersandar di jok sambil menarik nafas panjang-panjang dan menghembuskannya pelan.

"Ayo semangat Kim," ujar Mingyu pada dirinya sendiri, sambil memasang sabuk pengaman dan mulai menyalakan mesin mobil, "mari kita pulang ke rumah lalu bertemu ayah dan ibu."

Di perjalanan, lalu lintas berjalan lumayan tenang. Tidak ada lampu merah yang lama, tidak ada kemacetan yang parah, bahkan cuaca masih terang benderang meskipun sudah menunjukkan pukul tiga sore. Mingyu menyadari jika musim mulai berganti, dapat terlihat dari daun-daun yang berjatuhan terkena angin. Hari Sabtu ini bisa saja menjadi hari yang baik.

Lagu Wake Up Call dari Maroon 5 berputar dari radio mobil, membuat Mingyu lupa dengan telepon dari ibunya tadi. Jemarinya mengetuk setir sesuai dengan nada drum, dan Mingyu merasa agak bersemangat karena perjalanan pulangnya benar-benar tidak ada masalah. Semua jalan ia tempuh dengan lancar, bahkan pertigaan sebelum memasuki kawasan rumahnya juga sepi.

Mingyu memarkirkan mobil tepat di depan rumahnya. Sambil memegang pintu mobil, Mingyu menghela nafas panjang sekali lagi sebelum pergi keluar dari mobil. Bahkan lampu teras ekstra di rumahnya menyala, dan Mingyu bisa menyadari kalau di rumah sedang ada tamu datang.

"Apa mungkin keponakan sedang datang ya?" gumam Mingyu dalam hati.

Meskipun tangannya agak bergetar, Mingyu memutar knop pintu rumah dan masuk ke dalam. Ia melihat ada tiga pasang sepatu di dekat sendal jepit miliknya, dan itu bukan sepatu milik keponakan Mingyu yang masih di bangku SD. Sepatu yang menarik perhatian Mingyu lumayan bagus, terpoles dan memiliki warna pastel.

Kedatangan Mingyu di rumah membuat ibunya berjalan terburu-buru, hampir menabrak vas keramik besar dekat pintu. Mingyu sontak menatap ibunya yang tertawa sambil menarik pelan lengan Mingyu. Tanpa mengucapkan apapun, keduanya berjalan menuju ruang tengah.

Mingyu berdiri dengan kikuk saat sadar tamunya yang berada di ruang tengah adalah pasangan yang pernah makan di restoran Kim. Keduanya sering makan siang disana tepat jam dua belas siang. Namun, Mingyu tidak pernah melihat sosok yang sedang meminum teh menggunakan mug Garfield kesayangannya.

Ayah Mingyu tersenyum lebar sambil meminta Mingyu untuk duduk di sofa sebelahnya. Dengan ekspresi yang bangga, ia memperkenalkan anaknya menggunakan kalimat yang belum pernah Mingyu dengar sama sekali.

"Ini anak kami, Kim Mingyu. Dia yang nantinya akan menikah dengan Jeonghan."

Mingyu menatap ke arah ayahnya dengan mata yang membulat. Pria yang tadi sedang meminum teh pun ikut kaget mendengarnya. Sepertinya ia tidak mengira kalau.. dia akan menikah dengan Mingyu?

"Kalau tidak salah, Mingyu yang mengurusi restoran ya?" tanya wanita yang sepertinya seumuran dengan ibunya, "saya pernah melihat Mingyu bekerja disana. Masakan buatannya pun enak! Itu yang menjadi alasan kenapa saya dan suami selalu kembali ke sana untuk makan siang."

Kedua orang tua Mingyu terlihat sangat bangga sambil berusaha untuk kembali memuji anak sulungnya itu. Seolah menangkap sinyalnya, Mingyu berniat untuk mengikuti seluruh situasi dahulu. Ia akan menanyakan soal ini nanti jika para tamunya pulang.

"Adiknya kini sedang berkuliah di London, jadi Mingyu tinggal bersama dengan kami di rumah." ujar Ayahnya sambil menepuk paha Mingyu.

Pria di hadapan Mingyu menganggukkan kepalanya, "Jeonghan sekarang tinggal di apartemennya sendiri. Ia sudah bekerja, jadi yang tinggal dengan orang tuanya hanya adik perempuannya."

Mingyu hanya bisa duduk dan mendengar apa yang orang tuanya katakan. Percakapan tersebut berlanjut diselingi dengan tawa dan juga candaan yang cuma dipahami oleh orang tua. Sesekali Mingyu menatap ke arah pria berambut pirang itu, dan kembali menunduk saat ia sadar Mingyu memperhatikannya.

Akhirnya keluarga Yoon memutuskan untuk pulang karena sudah hampir tengah malam. Saat ayahnya mengantarkan tamu tersebut keluar rumah, Mingyu langsung berdiri dan mengerang. Tulang-tulangnya berbunyi ketika ia meregangkan badannya dengan keras. Lalu Mingyu berjalan menuju dapur, tidak lupa sambil membawa mug Garfield yang digunakan oleh tamu tadi.

"Bagaimana Mingyu?"

Mingyu tersentak, hampir melemparkan mug miliknya ke lantai. Ia menoleh ke arah ibunya yang terkikik sambil memasang wajah kesal.

"Jadi ibu menelepon karena ada tamu tadi?"

Ibunya mengangguk, "tadi ibu merasa terlalu bahagia sampai membuatmu agak terburu-buru."

Mingyu menaruh mug tersebut di wastafel. Ia menghela nafas panjang dan menatap ke arah ibunya, "kapan pernikahannya akan diadakan?"

"Mungkin dua minggu lagi. Ayah dan ibu memutuskan agar kamu mendiskusikannya dengan Jeonghan, kalau bisa lusa nanti saja." ujar ibunya sambil menepuk bahu Mingyu, "kami mengerahkan dekorasi dan lain-lainnya untuk kalian berdua, agar bisa saling kenalan."

Mingyu menganggukkan kepalanya. Meski jawaban itu bukanlah apa yang ia ingin dengar dari ibunya, Mingyu akan menuruti semuanya. Tidak ada salahnya juga kan? Lagipula Mingyu yakin jika kedua orang tuanya memiliki alasan yang kuat.

Melihat anaknya yang ragu, ibu Mingyu tiba-tiba saja memeluk Mingyu dengan erat. Tangan ibunya berusaha mengelus-elus pelan punggungnya karena Mingyu terlalu tinggi sehingga agak susah menggapai leher Mingyu.

"Ibu paham dengan perasaanmu yang baru saja pulang tiba-tiba diberi berita seperti ini, tetapi tolong percaya dengan ayah dan ibumu ya?"

Mingyu membalas pelukan erat ibunya, "bukan masalah yang besar, bu."

"Baiklah, besok biar ayah dan ibu saja yang mengurusi restoran. Kamu cukup istirahat dan makan yang banyak, jangan lupa kalau lusa nanti kamu akan bertemu dengan Jeonghan."

Mingyu hanya bisa menganggukkan kepala. Saat ibunya sudah menghampiri ayahnya, Mingyu berjalan menaiki tangga untuk masuk ke kamar. Ia segera buru-buru berganti baju dan kembali pergi ke toilet di sebelah kamar.

Bayangan dirinya terlihat dengan jelas di cermin. Rambut hitam yang berantakan ditambah dengan kantung mata yang mulai muncul membuat Mingyu berpikir keras. Mungkin betul, ia sudah masuk ke dalam umur yang seharusnya mulai memikirkan keluarga.

Jika diingat-ingat, sosok Jeonghan tadi lumayan tampan. Selain gaya berpakaian yang sopan dan terlihat rapi, Mingyu ingat dengan tatanan rambutnya yang cantik. Rambut pirang pendek dengan jepit yang menahan bagian depan rambutnya. Sangat.. cantik. Mingyu sampai tidak sadar jika ia mencuci muka sambil tersenyum tidak jelas.

Setelah membilas wajah juga menyikat gigi, Mingyu berlari masuk ke dalam kamar dan melemparkan diri ke atas kasur dengan keras. Ia kembali menghela nafas panjang-panjang sebelum menarik selimut.

Besok pagi, Mingyu akan menelepon teman-temannya untuk berkunjung ke rumah. Sekaligus memecahkan berita ini pada ketiga teman dekatnya.

call me when you're bored  | gyuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang