"Jihoon, diam dulu ya. Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan padamu."
Jihoon mendongak ke arah Jeonghan setengah jalan sebelum ia berhasil menyuapkan nasi ke dalam mulutnya. Jeonghan menghela nafas panjang, lalu meneguk teh leci supaya tidak terlalu grogi untuk memberitahu Jihoon. Kakinya di bawah meja sekarang sedang bergerak naik turun karena efek dari grogi tersebut.
"Apa yang ingin kamu bicarakan?" tanya Jihoon yang akhirnya bisa makan nasi dengan damai. "Katakan saja langsung, Yoon Jeonghan. Aku sedang sibuk makan disini."
"Kamu tahu alasan lain selain aku mengajakmu makan di restoran ini, kan?"
"Karena makan siang gratis kan?" Jihoon menyipitkan matanya curiga ke arah Jeonghan, "memangnya ada apa lagi?"
Jeonghan menganggukkan kepalanya setuju, "memang untuk makan siang kok. Namun aku ingin memberitahu kamu sesuatu, tetapi jangan bereaksi yang berlebihan ya?"
Jihoon awalnya skeptis dengan kalimat tersebut, namun ia berusaha untuk kembali fokus makan. "Baiklah, tapi izinkan aku untuk mendengarnya sambil menghabiskan semua ini."
"Jadi intinya adalah," Jeonghan menghela nafas panjang-panjang, "aku sebentar lagi akan menikah dengan seseorang. Hari ini aku akan menemuinya setelah makan siang, dan aku ingin kamu setidaknya tahu wujudnya karena kamu juga sahabat baikku sejak aku SMA."
Pria di hadapan Jeonghan seketika diam seribu bahasa. Sendoknya terjatuh begitu saja di atas meja sambil menatap Jeonghan dengan tatapan tidak percaya bercampur dahi yang mengkerut kebingungan. Mata Jihoon berkedip berulang kali dan ia mengambil sendoknya kembali, lalu ia menepuk-nepuk pipinya sendiri.
"Kamu akan menikah sebentar lagi dan aku baru tahu sekarang saat sedang makan siang?" ujar Jihoon kebingungan. "Apa- apa kamu serius akan menikah nanti?"
Jihoon terkesiap ketika ia melihat Jeonghan menganggukkan kepalanya. Ekspresi wajah Jihoon berubah bahagia, tersenyum lebar sekali hingga matanya tidak kelihatan. Ia menaruh sendoknya di atas mangkok hanya untuk bangkit dan memeluk erat Jeonghan dari kursi samping.
Jeonghan bisa merasakan dadanya sesak terharu karena Jihoon memberikan reaksi positif. Ia membalas pelukan erat temannya tersebut sambil menarik ingus bahagia. Keduanya berpelukan hampir selama tiga menit sebelum ada pelayan datang untuk menaruh tumis tahu dan sayuran, hingga Jihoon harus melepas pelukan dan kembali ke kursinya.
"Jadi, kapan aku bisa bertemu dengan pria ini?" ujar Jihoon.
"Mungkin sehabis kamu makan? Ia sebenarnya sedang bekerja disini kok."
"Disini? Apa dia memperhatikan kita sedang makan?" Jihoon menoleh ke kanan dan ke kiri, heran karena tidak melihat sosok yang Jeonghan maksud.
"Tentu saja tidak. Kalau tidak salah, tadi ia berada disini." ucap Jeonghan sambil tersenyum ke arah dapur dengan tatapan yang agak menyebalkan bagi Jihoon.
Jihoon sebenarnya sudah hampir menangkap sinyal sebab Jeonghan kerap memperhatikan bagian dapur, tetapi ia malah menoleh ke arah kasir yang sedang asyik tertawa menonton acara televisi di restoran. Dahi Jihoon mengernyit keheranan, namun setelah ia mengikuti kemana arah tatapan Jeonghan, dan akhirnya ia pun paham. Seperti ada lampu bohlam yang langsung menyala terang di atas kepalanya.
"Ah, calon suamimu itu pelayan yang tadi membawa makanan ya?" tebak Jihoon dengan sumringah, "tebakanku sudah benar kan sekarang?"
"Bukan! Ya ampun Jihoon, ia sedang memasak di belakang dapur!" cicit Jeonghan gemas sambil menunjuk ke arah jendela lebar.
Tanpa basa-basi, Jihoon langsung saja menoleh cepat ke belakangnya. Disana berdiri seorang Mingyu yang sedang kesusahan membuka tutup botol wijen, terlihat dari wajahnya yang semakin lama semakin memerah karena susah. Jihoon otomatis tertawa terbahak-bahak menyaksikan kegiatan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
call me when you're bored | gyuhan
RomanceMingyu dan Jeonghan tidak kenal dengan satu sama lain. Keduanya bertemu karena orang tua mereka sepakat untuk menjodohkan mereka secara tiba-tiba, membuat Mingyu dan Jeonghan harus bisa akrab dalam kurun waktu dua minggu sebelum pernikahan. Maka kar...