"Bayar dengan kartu kredit atau uang tunai?"
Jeonghan termenung, pandangannya terarah pada dompetnya yang sekarang hanya berisi beberapa uang koin. Akhir bulan kali ini terlalu menyiksa fisik dan batin Jeonghan, sampai tidak sadar jika uangnya sama sekali tidak tersisa. Kemana terbangnya semua uang saku dan gaji miliknya? Bukankah kemarin dompetnya masih terisi?
Ini semua adalah hasil dari ajakan teman-temannya yang selalu mengajak Jeonghan untuk pergi makan siang di kafe lucu di dekat tempat ia bekerja. Jeonghan memang menikmati makanan dan minuman di sana, tetapi ia kini harus menikmati akhir bulannya dengan memakan mie cup.
Tragis.. rasanya seperti Jeonghan ingin tinggal bersama orang tuanya lagi.
"Kartu kredit saja." ujar Jeonghan sambil mengambil kartunya dari dompet. Ia menghela nafas melihat kartu ATMnya tergesek, dan kasir langsung menyodorkan alat pembayaran. Jeonghan menekan tanggal dan bulan lahirnya lalu mengembalikan alatnya ke kasir.
"Baik, terima kasih sudah berbelanja! Mohon datang lagi!"
Jeonghan menganggukkan kepalanya sambil mengambil kartu dan kantong belanjaannya, kemudian berjalan menjauh dari tempat kasir. Berusaha untuk melupakan apa yang baru saja terjadi di tempat tadi. Kejadian tadi termasuk ke dalam pengalaman yang membuat Jeonghan agak trauma. Mungkin lain kali ia akan berusaha untuk menolak ajakan untuk pergi ke kafe.
Supermarket pada jam lima sore selalu saja penuh oleh karyawan kantoran dan pekerja lainnya seperti Jeonghan. Ia langsung pergi ke supermarket setelah pulang mengajar karena ingat kulkasnya sudah kosong sejak kemarin, sehingga Jeonghan ikut makan sarapan di kantin sekolah. Bahkan untuk makan siang saja, Jeonghan sengaja membeli roti dan sekotak susu stroberi di kantin.
Pria berambut hitam itu pergi ke luar supermarket, dimana tempat-tempat seperti kafe juga jajanan kaki lima memenuhi area tersebut. Aroma cemilan malam dan juga makanan enak lainnya mulai menghampiri dirinya. Jeonghan berdiri di dekat halte dan menunggu kedatangan bis untuk membawanya pulang. Ia sudah tidak tahan untuk pergi mencuci wajahnya lalu berbaring di atas kasur besar miliknya. Jeonghan sangat-sangat letih.
Niat membeli kendaraan pribadi tidak pernah terlintas di dalam kepalanya. Jeonghan memilih untuk naik kendaraan umum supaya tidak perlu mengisi bensin atau membawa kendaraan itu ke bengkel. Jumlah uang yang akan dikeluarkan pasti tidak main-main, maka Jeonghan memilih untuk merawat dirinya saja. Tetapi di masa-masa yang menyebalkan ini, waktu tidurnya malah dicuri oleh pekerjaannya. Jeonghan semakin tidak sabar ingin segera menikah saja kalau begini.
Kejadiannya dengan Mingyu kemarin di kafe milik Joshua malah membuat Jeonghan malu sendiri saat mengingatnya. Joshua tidak ada hentinya menggoda Jeonghan di chat dengan banyak sekali mengirim foto Mingyu yang didapatkan dari Instagram. Apakah Jeonghan mengeluh tentang hal itu? Sama sekali tidak. Ada satu foto Mingyu yang ia gunakan sebagai latar belakang ponselnya, dan Jeonghan merasa bangga dengan hal tersebut.
Mingyu mengenakan sweater putih dan snapback, menunduk sambil menunjukkan jam warna putihnya. Meskipun wajah Mingyu tidak terlihat sepenuhnya, tetapi Jeonghan merespon chat dengan heboh ketika Joshua mengirimkan foto tersebut padanya.
"Aku tidak menyangka kalau kamu menggunakan fotoku untuk latar belakang." ujar seseorang dari belakang Jeonghan. "Aku jadi malu rasanya."
Jeonghan tersentak kaget, langsung mematikan ponsel dan memasukkannya ke dalam saku coat. Ia menoleh ke belakang, dan melihat Mingyu berdiri tepat di belakangnya sambil tersenyum dengan lebar. Dada Jeonghan tiba-tiba berdebar cepat karena terkejut oleh kedatangan Mingyu entah darimana. Belum lagi sekarang Mingyu sudah tahu jika fotonya dipakai Jeonghan.
Memalukan.
"Sedang apa disini sore-sore?" tanya Mingyu penasaran. Pria tersebut kini berdiri di samping Jeonghan, sengaja menghalangi Jeonghan agar tidak terkena angin. "Cuaca hari ini cukup berangin, untung saja kamu memakai coat."
"Menunggu bis untuk pulang." Jeonghan mendongak ke arah Mingyu, "kamu sendiri sedang apa disini?"
"Aku baru selesai bertemu dengan teman."
Telinganya tidak mau mendengar apapun setelah Mingyu mengucapkan kalimat tersebut. Jeonghan masih merasakan dadanya berdebar kaget setelah Mingyu muncul tiba-tiba. Ia menganggukkan kepala sekilas dan kembali menyalakan ponselnya lagi untuk chat dengan Joshua meskipun ia tahu temannya masih sibuk bekerja di kafe.
"Kalau menginap di rumahku, mau tidak?" ujar Mingyu sambil merogoh kunci di saku celananya, "daripada kamu menunggu bis terlalu lama. Lagipula besok sudah hari Minggu, jadi mau tidur sampai siang pun ya.. tidak apa-apa."
Mingyu memperhatikan Jeonghan yang terdiam, dan kaget ketika ia tiba-tiba menatap ke arahnya dengan kedua mata yang membulat lucu, seperti anak kecil yang ketahuan melakukan sesuatu. Jika mereka berdua sedang tidak berada di publik, mungkin Mingyu sudah memeluk Jeonghan dengan erat dan membawanya kabur ke rumah.
Melihat Jeonghan yang masih diam, Mingyu mengintip sedikit ke dalam kantong belanja milik Jeonghan dan mengernyitkan dahinya. Isi dari kantong tersebut hanya dua kotak sereal dan lima cup mie instan. Mingyu langsung menatap heran pada Jeonghan dan dibalas dengan tatapan bingung dari pemilik belanjaan.
"Kenapa kamu menatapku seolah aku baru saja membeli kapak dan gergaji?"
"Kamu memakan sereal untuk makan malam hari ini?" tanya Mingyu sambil mencoba mengambil kantong tersebut.
Jeonghan menggelengkan kepalanya, "sama sekali tidak. Itu untuk sarapan nanti saat aku berangkat pergi bekerja."
"Kenapa sampai ada dua kotak?"
"Karena aku lapar, Mingyu." ujar Jeonghan. Tangannya menunjuk ke arah mie instan, "untuk sementara aku akan memakan ini untuk makan malam."
Mingyu mengusap wajahnya kasar. Ia tahu desas-desus jika orang yang bekerja di kantor kadang tidak menjaga pola makannya, tetapi Jeonghan jauh dari kata menjaga makan. Demi menjaga emosinya agar Jeonghan tidak salah paham, Mingyu menganggukkan kepalanya lalu menggenggam tangan Jeonghan.
"Simpan saja itu untuk nanti ya? Malam ini ikut saja menginap di rumahku, biar nanti kamu bisa makan dengan baik." ucap Mingyu, berusaha untuk meyakinkan Jeonghan.
Awalnya Jeonghan memberikan tatapan yang tidak percaya ke arah Mingyu. Kedua matanya menyipit dengan serius, tetapi lama kelamaan Jeonghan hanya menganggukkan kepalanya setuju. "Baiklah. Gratis kan?" ujarnya.
"Tentu saja. Aku yang akan memasak, karena tamu kali ini yang akan datang ke rumahku adalah pangeran."
Jeonghan tersenyum lebar ke arah Mingyu. Ia berdiri di sampingnya dan mereka berdua berjalan kaki menuju tempat parkir yang ada di seberang supermarket. Dengan hati-hati, Mingyu mengeratkan genggaman tangannya sebelum berjalan menyebrangi jalan bersama Jeonghan.
Tanpa sadar, bibir Mingyu sudah melengkung ke atas dengan lebar. Ia bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
call me when you're bored | gyuhan
RomanceMingyu dan Jeonghan tidak kenal dengan satu sama lain. Keduanya bertemu karena orang tua mereka sepakat untuk menjodohkan mereka secara tiba-tiba, membuat Mingyu dan Jeonghan harus bisa akrab dalam kurun waktu dua minggu sebelum pernikahan. Maka kar...