Distance

51 8 0
                                    

Warning: One Shoot, Hurt/Comfort, Boys Love, OOC, Typos

Pair: John H. Watson x Louis James Moriarty

Seluruh chara bukan punya saya, saya hanya meminjam untuk menistakan dan memenuhi asupan nutrisi yang kurang

Happy Reading!!!

Sepasang soulmate akan bisa merasakan apa yang lainnya rasakan. Mereka bisa berkomunikasi dengan cara mereka sendiri. Keduanya pasti mempunyai cara untuk selalu terhubung bagaimana pun bentuknya.

Tidak ada seorang pun yang mengerti bagaimana cara kerjanya, bahkan yang memiliki soulmate itu sendiri. Cara kerja yang terlalu ajain itu membuat nereka semakin tidak percaya akan keberadaannya. Tapi bukan berarti tidak bisa dibuktikan.

Seperti pasangan yang satu ini. Diberkati oleh takdir karena akan ada yang saling menemani, sayang keduanya juga dikutuk oleh nasib sial karena terlalu mustahil keduanya bertemu. Terlalu tidak beruntung memang, namun apa yang bisa mereka lakukan jika telah dituliskan seperti itu.

Biarlah tubuh mereka dimiliki orang lain. Biarlah hidup mereka dikendalikan. Jangan hati mereka. Karena sesungguhnya itu sudah menjadi milik dari soulmate masing-masing, dan tidak akan ada yang bisa mengambilnya. Jalinan benang merah membuat mereka tudak akan bisa dipisahkan seberapa jauh jaraknya maupun seberapa lama waktu yang diperlukan untuk mereka bertemu.

.
.
.

Hari mendung itu kembali menyelimuti pagi mereka. Rasanya sudah lama mereka tidak melihat mentari yang bersinar terang menyilaukan saat membuka mata dari tidur. Udara semakin bertambah dingin dari hari ke hari. Entah apa yang membuat sang surya sulit menampilkan bentuknya belakangan ini.

Sayang semua itu nasih belum sebanding dengan kemurungan seorang pemuda bersurai kuning sedikit tua yang kini duduk beesandar diatas ranjang besar miliknya. Manik merah tua itu terlihat kosong dan tidak bercahaya. Rautnya begitu datar dan dingin, lebih dingin dari udara sekitarnya malah.

Pikirannya berkelana jauh didalam sana. Banyak hal yang dia kenang kembali. Semua perasaan bercampur aduk dalam dirinya sekarang. Memang tidak ditunjukan secara gamblang, dan bukan juga disimpan sampai tidak ada seorang pun yang tidak mengetahuinya.

Dia hanya sulit untuk mengekspresikannya. Dia telah menekan prinsip untuk tidak menyusahkan orang lain, apalagi kedua kakaknya. Dirinya akan lebih memilih menanggung semuanya sendiri dan mengikuti semua yang diperintahkan padanya. Tidak apa-apa jika dirinya kesakitan asal yang lainnya bisa senang, begitulah katanya.

Tak lama pemuda itu mengangkat tangannya dan menurunkan lengan baju kebesaran yang dia pakai. Terlihat banyak sekali goresan baik yang sudah mengering maupun yang masih basah disana. Bukannya meringis kesakitan karena menyentuh goresan itu, dirinya malah tersenyum melihatnya. Sebelah tangannya yang bebas menelusuri tiap goresan yang ada sambil sesekali bibirnya terbuka mengucap pelan tulisan disana.

'Apa kabar?'

'Hari ini pasti menyebalkan ya?'

'Tenang saja, aku akan menemuimu segera.'

'Pasti sakit ya, Louis?'

Tanpa dia sadari cairan asin itu menuruni kelopak matanya yang menghitam. Dirinya menangis dalam diam mengingat semua percakapannya dengan orang itu. Satu-satunya orang yang bisa memahami dirinya. Hanya orang itu saja yang mau menerimanya.

"Aku merindukanmu. Kumohon cepatlah datang, John," terus kalimat itu berulang. Dirinya seperti merapalkan doa dan harapan sekaligus dalamnya. Dia, Louis, ingin segera keluar dan bertemu dengan sosok cahaya baginya itu.

OUR STORY [MORIARTY THE PATRIOT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang