7. Langit yang Egois?

826 68 2
                                    

Langit melangkah pelan di area lapangan sekolah, bisa ia lihat Ray dan team nya sedang latihan basket. Langit baru saja menyelesaikan ekstrakurikuler melukisnya.

Langit duduk di bangku penonton, melihat Ray yang begitu asyik bermain rasanya ia juga ingin ikut bergabung. Tapi Langit ingat bagaimana resiko saat ia nekat bermain basket. Asma nya selalu datang tidak terduga.

Ray sempat melambaikan tangan sebentar dan mengatakan ia tidak akan lama. Tapi entah kenapa rasanya bosan juga menunggu Sendiri disini. Selepas bubar tadi Awan izin kerumah Bayu untuk mengerjakan tugas sekolah mereka.

Tadinya Langit ingin segera pulang tapi mengingat saudara kembarnya juga sedang ada latihan basket dan berhubung mobil nya hanya satu jadi ia putuskan untuk menunggu sebentar. Saat Sekolah bubar tadi Ray sudah menyarankan untuk pulang terlebih dahulu, tapi Langit menolak dan mengatakan bahwa ia akan tetap menunggu. Seketika Langit menyesal.

"Kak Langit" sapa seorang gadis, berjalan menghampiri Langit.

Seruan itu mengalihkan Perhatian Langit. Gadis yang dikenalnya hampir satu tahun belakangan menghampiri dengan senyum yang sangat manis. Dia, Avanya. Gadis yang berhasil mengukir nama nya di hati Langit.

"Nungguin Ka Ray, ya?" Tanya Vanya setelah duduk disamping Langit.

"Iya nih, Lo ngapain Va masih di sekolah? Setau gue hari ini gak ada ekstrakurikuler musik deh" Tanya Langit. Menatap ke arah gadis itu.

"Gue ditugasin sama Bu Dias buat catat apa-apa yang perlu dibeli buat acara sekolah nanti" Jawab Vanya pelan. Sepertinya Vanya sangat lelah.

"Sendiri aja?"

"Enggak kok, Agnes sama Rita juga ikut. Ya kali gue sendirian kak. Sampai jam 8 malam juga gak bakalan selesai"

"Iya ya, gue baru inget sekolah kita kan bak istana di negeri Cinderella" Langit terkekeh pelan. "Bisa aja Lo kak" balas Vanya sambil tersenyum kecil.

Senyum yang sangat manis.

"Mau pulang bareng gak kak? Kayaknya kak Ray juga belum selesai latihan tuh" Matanya menatap lapangan dengan Ray yang mendribble bola nya.

Langit mengikuti arah pandang Vanya, Ditatapnya lapangan itu dengan senyum kecil, "Pengen deh main basket sebebas mereka" bukannya menjawab pertanyaan Vanya Langit malah bergumam pelan. Suara Langit yang didengar samar-samar oleh Vanya sontak membuatnya menatap wajah putih Langit.

"Kak.." panggil Vanya pelan.

Langit mengalihkan pandangannya kesamping, ditatapnya mata gadis yang berstatus temannya itu, "Gue ngerti kok Va, gue gak bisa sebebas Ray sama Awan. Gue juga gak bisa ngelakuin banyak hal yang bisa bikin gue kecapean, gue jua gak bisa ngelakuin hal yang buat gue seneng sekalipun"

Vanya masih setia menatap manik cokelat dihadapannya. Mata yang dilihatnya sudah berkaca-kaca itu perlahan mengalihkan wajahnya.
"Kakak gak usah mikir macem-macem deh! Mending pulang bareng gue, kayaknya Lo kecapean deh kak" Ucapnya seraya berdiri. Diraih nya tangan Langit bersiap untuk membawanya pulang bersama.

Saat hampir mencapai mobil Vanya, tiba-tiba Langit menghentikan langkahnya,"Gue juga gak bisa bikin Lo bahagia kan Va?" Ucapannya kemudian.

"Maksud kakak?" Tanya Vanya bingung.

"Gue gak bisa ngejalanin hubungan lebih sama Lo Va" balas Langit sontak membuat Vanya melepaskan genggaman tangan keduanya.

"Gue gak bisa jujur sama perasaan gue sendiri, gue egois karena udah mainin cewek sebaik Lo. Gue udah kasih Lo harapan tanpa kepastian dan Lo masih baik aja sama gue" Langit menarik nafas pelan dirasa udara mulai menipis. Dihembuskan nya perlahan sambil menatap mata Vanya yang menyiratkan kesedihan.

"Berhenti Va! Berhenti! Jauhin gue! Gue gak bisa kasih kepastian itu. Kepastian yang selalu Lo tunggu-tunggu, gue gak bisa jalanin hubungan yang lebih dari sekedar pertemanan. Gue gak bisa"

Cukup. Vanya mengerjap pelan, meloloskan kristal bening yang sejak tadi ditahannya. Menatap tidak percaya kepada orang yang dihadapannya.
"Terus kenapa Lo deketin gue kak? Kenapa Lo kasih gue harapan tanpa pernah kasih kepastian?" Tanya nya pelan.

Langit bungkam. Menatap mata Vanya yang terus mengeluarkan air mata. Apa ia sangat menyakiti Vanya? Kenapa rasanya sangat menyakitkan.

"Kenapa Lo selalu kasih gue perhatian kalau akhirnya Lo cuma mainin gue?" Suara Vanya terdengar bergetar ditelinga Langit.

"Kenapa Lo diem? Jawab kak! Jawab!" Teriak Vanya dengan mata yang memerah.

"Karena Lo berhak dapet yang lebih dari gue Va!" Sentak Langit. Matanya bahkan sudah memerah menahan lelehan air mata.

"Basi! Lo pengecut kak. Gue tau. Dan Lo juga tau kalau seandainya Lo SUKA sama gue, sejak lama" ucap Vanya dengan menekankan setiap katanya.

"Gue gak bisa Va!" Balas Langit pelan. Kepalanya mulai pening sekarang.

"Gue kecewa sama Lo kak" Kata Vanya sebelum beranjak memasuki mobilnya. Meninggalkan Langit dengan sejuta penyesalan.

"Gue minta maaf Va" Sesal Langit. Seraya menatap mobil Vanya yang mulai menjauh darinya. Menghadirkan air mata yang sejak kapan sudah ada di pipinya.

🍂

Gaje!!!😤 Mending gausah update cerita lagi😒

Terserah Putri dong😑kalau gak suka ya jangan baca🤪 simpel 🙃
Tinggalkan jejak⭐




Langit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang