Tanggung Jawab

5.5K 321 7
                                    

.
.
.
.
.
.

Jeno sudah yatim piatu sejak berusia empat belas tahun, ayahnya meninggal sewaktu Jeno berumur sembilan tahun karena kecelakaan pesawat, lima tahun kemudian ibunya menyusul ayahnya.

Yatim piatu, anak tunggal, penyendiri, pendiam, apabila sekilas kamu melihatnya rasa iba mungkin hinggap dihati. Sejak empat belas tahun Jeno diasuh oleh paman dan bibinya yang tidak memiliki anak, Jeno diasuh penuh kasih sayang, hingga disekolahkan sampai Jeno meraih gelar sarjana.

Bekerja sebagai staff HRD diperusahaan property tak lekas membuat Jeno cukup dengan apa yang didapatkannya, Jeno selalu bekerja terlalu keras sehingga menyebabkan kondisi kesehatannya mulai menurun. Pernah sekali, pada jam 11 malam ia susah mengambil napas panjang dan nyeri di ulu hati akibat bekerja memaksakan diri pada event kantor hanya demi mendapatkan cap karyawan terbaik tahun ini, juga  kecelakaan sepuluh tahun yang lalu memperburuk kondisi kesehatannya, dampaknya masih terasa hingga sekarang.

Semuanya dimulai ketika...

Jeno dengan ibunya berjalan ditepi trotoar pada malam hari minggu, riuh angin malam semakin kencang. Saat mereka sedang berbincang-bincang santai, ada satu motor ducati dengan kecepatan tinggi melaju menuju arah jeno dan ibunya. Motor ducati  tersebut menabrak dua pejalan kaki dan satunya langsung tewas ditempat, sedangkan yang satunya lagi yaitu— Jeno tertimpa badan motor tepat didadanya dan menyebabkan retak tulang rusuk. Jeno dilarikan ke rumah sakit, dan butuh dioperasi segera.

Mark, remaja berusia tujuh belas tahun yang menabrak Jeno dan ibunya tidak bisa dipenjara, karena masih dibawah umur. Pihak keluarga Jeno tidak terima, apalagi dampak yang ditimbulkan setelah kecelakaan tersebut menyebabkan Jeno merasa nyeri ketika bernapas panjang, dan juga menyebabkan komplikasi infeksi saluran napas.

Pada mulanya, Mark ditantang oleh teman-temannya untuk adu kecepatan seberapa cepat sang surai hitam mampu berkendara. Mark yang tidak terima diremehkan memutuskan untuk menerima tantangan tersebut. Dengan kelajuan diatas rata-rata, ban motor bergesek dengan aspal secara cepat, garis finish didepan yang dinanti sudah didepan mata. Mark mengangkat satu ban depan motornya, seolah merayakan kemenangan. Tanpa tau, saat ban kembali menjejal aspal dan yang terjadi selanjutnya ialah stang motor mengarah ke trotoar dan menabrak dua orang pejalan kaki, satunya tewas ditempat.

Derap langkah semakin kencang, Tuan dan Nyonya Djung yang mendengar anaknya menabrak pejalan kaki membuat keringat sebesar biji jagung terpampang didahi. Apalagi, satu diantaranya tewas ditempat dan satunya lagi sedang dioperasi. Remaja besurai hitam itu hanya menundukkan kepalanya dan mentautkan jemarinya erat, ia takut, sungguh takut.

Tuan Djung lebih dulu bertindak, diraihnya kerah baju sang anak dan menamparnya keras disusul pekikan tertahan dari Nyonya Djung, Mark menyentuh ujung bibirnya yang berdarah, lalu tertawa miris.

Suara nyaring dari tamparan tersebut membuat keluarga Jeno yang tak jauh disana memandang kaget, sebagian ada yang menutup mulut tak percaya.

"Kamu tau apa yang kamu lakuin ha? Kamu bunuh orang!" Nada bicara Tuan Djung naik.

Mark masih menunduk dengan pipi yang memerah bekas tamparan, Tuan Djung mengusap wajahnya kasar dan menarik pelan bahu istrinya yang bergetar menahan tangis.

Kerabat Jeno yang berada disana hanya memberi tatapan iba kepada remaja itu, tapi tidak menutup kebencian dihati. Sebab anak mereka - Mark, Jeno kehilangan ibunya, dan Jeno sendiri hampir meregang nyawa.

Seorang pria paruh baya berjalan, kemudan menggapai bahu Tuan Djung.
"Saya kerabat dari korban yang anak anda tabrak, bisa kita bicara sebentar?"

Tuan Djung mendongak, mengiyakan ajakan tersebut dengan lesu, kalau pun mereka diminta untuk tanggung jawab, Tuan Djung bersedia membayar seluruh biaya dan pengobatan Jeno.

"Saya tau, anda akan bertanggung jawab. Pasti, dengan cara membayar semua tanggungan biaya pengobatan. Semudah itu anda 'mencuci tangan' dan kemudian melupakan ingatan itu semua seolah tidak pernah terjadi. Tapi, apakah anda tahu? Dibalik semua itu, ada anak empat belas tahun yang kehilangan kedua orang tuanya, yang mana itu tidak bisa ditanggung jawabkan dengan 'uang'."

Tuan Djung menghela nafasnya yang terasa sesak, disana, diruang operasi itu ada anak empat belas tahun yang menjadi korban kelalaian anaknya sendiri.

"Disini kami meminta pertanggung jawaban dalam harfiah yang sebenarnya, ketika mereka dewasa nanti, nikahkan mereka."

Malam itu, dimana langit suram tanpa bintang, angin malam yang riuh kencang, dilorong rumah sakit, sebuah janji terucap.


***

Mark menyenggol kaki kiri Jeno dan berdecak kesal. Bisa-bisanya orang disampingnya ini diam saja dan sesekali menampilkan senyuman bulan sabitnya jikalau ada tamu undangan. Apa dia tidak panik ? Mark saja udah keringat dingin sampai tangannya tremor.

"Kenapa, kak? Nyenggol aku terus dari tadi." Jeno berbicara santai masih fokus dengan tamu undangan yang mengucapkan selamat, barusan tadi akting, huh?

"Anu, itu lo kok santai aja heh." Mark sedikit mengendurkan dasinya yang sedari acara dimulai mencekik lehernya, walaupun pendingin ruangan menyala bahkan membuat satu ballroom hotel dingin, tetap saja Mark kepanasan.

Bagaimana tidak panas dan gerah, keduanya sedang duduk dipelaminan pernikahan. Sebagai apa? Sebagai pengantinnya tentu saja, hh!

Kalau bisa menolak dari awal, harusnya minggu siang yang panas ini Mark sedang merebahkan diri santai dengan pendingin ruangan yang membuatnya tertidur nyenyak, sampai-sampai melupakan meeting besar bersama pemegang saham pada senin pagi.

Kenapa malah ia terduduk dikursi pelaminan bersama orang yang tidak dikenalnya!? Salah apa Mark dimasa lalu sehingga melalui kejadian seperti ini.

Sial!

Mark tidak menerima sepenuh hati, dia benci dengan orang disampingnya yang sok memasang wajah bahagia. Pemuda disampingnya ini telah menghancurkan hidupnya. Ah, semua hal membuat kepala Mark pusing, bisa tidak sih acara ini dipercepat saja.

Sungguh, Mark ingin merebahkan dirinya segera dikasur empuknya dan berharap ketika bangun semua ini hanyalah hayalan otak tolol seorang Markava Djung.

.
.
.
.
.

arthmetta, 2022

Marriage Shit [MarkNo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang