Chapter 1

15.2K 505 16
                                    

Aku berdiri di depan murid-murid yang memandangiku dengan berbagai ekspresi. Sebagian ada yang terlihat kagum, sebagian lagi melihatku dengan tatapan mengintimidasi. Ya, benar, kalian tidak salah dengar. Mengintimidasi, dengan satu alis dinaikan, mengernyitkan dahi, bahkan ada yang melirik sinis melihatku dari atas ke bawah, seperti melihat sesuatu yang aneh atau tidak sewajarnya. Hingga membuat senyum ramah yang aku tebarkan semasuknya aku ke dalam kelas, sampai aku berdiri di depan kelas, lenyap begitu saja. Aku akui senyumku memang agak kaku dan terkesan memaksa, tapi aku lakukan demi memberikan kesan positif di mata mereka. Namun yang aku terima malah sebaliknya.

"Anak-anak, perkenalkan teman baru kalian, Diandra Tjandra." ucap Wali Kelasku.

Aku adalah anak baru di sekolah ini, karena Papaku di mutasi oleh kantornya dari Bandung ke Jakarta. Sejujurnya aku bersyukur, karena aku selalu menjadi bahan olokan dan rundungan di sekolah lamaku.

Bisa dibilang aku tidak bisa bersosialisasi, karena aku tidak seperti pria pada umumnya. Aku tidak biasa nongkrong dengan murid-murid pria lainnya, karena yang mereka bicarakan seputar otomotif, olah raga, dan tidak ketinggalan tentu saja seputar sex. Pembicaraan mereka biasanya diselingi dengan merokok dan menggoda para wanita. Semua itu bukanlah hal yang aku sukai, sehingga orang-orang menganggap aku pria yang aneh. Itu sebabnya aku tidak memiliki banyak teman, sehingga jumlah temanku mungkin bisa dihitung pakai jari. Aku juga tidak memilih untuk bermain dengan murid wanita. Kalian juga akan tahu sebabnya sebentar lagi.

Hal-hal ini lah yang membuatku menjadi dingin terhadap sekitar. Aku berharap anak-anak di kota ini bisa lebih baik. Tenyata perkiraanku salah besar. Ibarat kata, seperti keluar dari kandang ular, malah masuk ke kandang singa.

"Imut banget!" goda salah satu murid pria.

"OMG, kulit gue kalah mulus." ucap salah satu murid wanita.

Entah ucapan mereka itu sebuah pujian atau hinaan untuk seorang cowok yang terlahir dengan wajah imut dan memiliki kulit yang putih serta mulus. Padahal, aku tidak pernah meminta untuk dilahirkan seperti ini.

"Kok kayak cewek?"

"Pasti banci!"

"Hei, jaga mulut kalian ya!" bentak Wali Kelas.

Kalau yang ini sudah pasti kalian tidak bingung sebuah ungkapan apa. Itu sebabnya aku memilih untuk tidak bermain dengan murid wanita. Karena, tanpa harus bermain dengan murid wanita pun, lebel banci seperti sudah tercap di dahiku. Tentu ini bukan yang pertama kali aku mendengarnya, sehingga membuatku terbiasa.

Mungkin kalian akan bertanya, "Kenapa tidak di lawan saja para perundung itu?" aku harus menghela nafas untuk menjawabnya. Aku bukanlah orang yang memiliki keberanian. Bisa dibilang aku ini pengecut dan tergolong cowok yang lemah. Sangat aku sesali sewaktu kecil aku menolak untuk belajar bela diri.

Kekesalanku belum cukup sampai disitu. Karena, yang lebih menjengkelkan.

"Dian, silahkan kamu cari bangku yang kosong untuk duduk!"

Dian, potongan nama yang membuatku semakin terlihat feminim. Padahal, aku berharap bisa dipanggil Andra untuk memulai lembaran baru di sini. Sirna sudah harapan itu.

Langkahku terhenti di bangku deretan tengah nomor tiga dari depan. Seorang cewek dengan kancing seragam terkacing semua, sehingga terlihat tercekik bahkan bagi yang melihatnya, berkuncir kuda dan berkacamata tebal, tengah duduk seorang diri. Aku duduk di sampingnya, melihat ke arahnya dengan sedikit tersenyum agar terlihat ramah.

"Gue Linda, salam kenal!" ucapnya sambil mengulurkan tangan, aku pun membalasnya.

Jam istirahat adalah waktu yang tepat untukku menyendiri. Linda mengajakku makan bersama, tetapi aku menolaknya. Bukan karena aku tidak suka, melainkan kebersamaan kami hanya akan memancing murid-murid untuk mengolokku. Linda pun memahami setelah kujelaskan.

Eleven Twelve [ BL | Boys Love | BxB ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang