Mati ?

36 4 3
                                    

Aku dan Feri masih meneruskan pencarian jejak ini. Memang sudah dan kemungkinan menemukan pun kecil, tapi sekecil apapun itu kemungkinannya harus kita coba. Daripada pasrah dan terjebak di hutan ini.

"Heiiiiii" tiba-tiba Feri berteriak.

Aku dan Mutia spontan beralari menghampiri Feri.

"Kenapa Fer ??" Tanyaku panik

"Iniiii,, ini punya kalian ??" Tanya Feri sembari memperlihatkan barang yang ia temukan

"Aaaaaaaaaa" Mutia berteriak kegirangan
"Ini punyakuuu. Ini penjepit rambut yang aku beli kemaren sama mama akuu" Mutia langsung merebut penjepit rambut itu dan memeluknya, lalu mengembalikan ke rambutnya. Sempat-sempatnya dia memakai penjepit disituasi seperti ini.

"Berarti kemungkinan arahnya kesana" jelas Feri sambil menunjuk ke sebuah arah.

Aku dan Mutia menganggukkan kepala tanda sepakat. Seingetku dan Mutia kami tidak berbelok sama sekali. Sehingga kita hanya berjalan lurus sambil mihat tanda-tanda yang kemungkinan tertinggal.

Srek,, srekk, srekk..

Langkah kaki kita saling beradu dengan ranting.

Sreek, srekk, srekk

Srekk

Aku berhenti.

"Tan, kenapa ?" Tanya Mutia heran yang melihatku tiba-tiba berhenti.

"Kalian mendengar sesuatu ?" Tanyaku dengan waspada

Feri dan Mutia tampak mengerutkan alisa mereka tanda tak paham.
Lalu aku memberi kode untuk kembali berjalan.

Srekk.. srekkk.. srekk..

Srekk..

Mata ku membelalak untuk memberi kode kepada mereka, tapi sepertinya mereka masih kurang yakin dengan apa maksudku. Lalu aku memberi kode kembali untuk berjalan

Srekk... srekk... srekk... Lalu aku dengan cepat menahan tangan mereka untuk berhenti dan..

Srekk..

Akhirnya mereka sudah paham maksudku. Pandangan kami saling beradu. Kami tak tau harus maju mundur ataukah lari.

Kami berdiri saling membelakangi untuk melihat titik buta kami. Pandangan kami mengedar ke segala penjuru hutan. Tak ada apa-apa. Hanya ada pohon, daun dan cahaya rembulan.

"Kalau kita lari aja gimana ?" Usulku kepada mereka

"Boleh.. hitungan ketiga ya" jawab Feri bersiap untuk memberi aba-aba

"Satu.."

"Dua..."

"Tiggaaaa... Lariiiii"

Kami pun lari sekuat tenaga kami.
Srek.. srekk... Srekkk.. srek...

Tiba-tiba suara itu semakin jelas dan terdengar bersahut-sahutan seolah mengisi seluruh penjuru hutan ini.

"Terus lariiiii" perintah Feri memberi kami semangat.

Samar-samar terlihat cahaya di depan. Yahhh sebentar lagi. Sudah dekat. Ayooo aku pasti bisa. Aku terus menyemangati diri sendiri agar tetap dapat berlari.

Wushhhhhhh

Aku terperangah, Mutia yang dari tadi lari paling belakang tiba-tiba secepat kilat berlari begitu cepat. Kerennnnn pikirku.

"Cepetannn lariiiii" lalu teriaknya kemudian

Spontan aku menghadap kebelakang dannn lagi-lagi ada penampakan yang tak kalah aneh lagi. Ada seorang perempuan muda berkebaya dan mengenakan jarik sedang terbang ke arah kami.

"Aaaaaaa" akupun menambah kecepatan lariku dan..

Brukkkk..

Tanpa sadar aku terjegal jalanan dan aku tersungkur di aspal. Pedihh dan perih sekali. Lengan kaki dan janggutku lecet berdarah. Aku meringis kesakitan.

Namun makhluk itu tiba-tiba berhenti mengejar kami dan terbang ke atas.
Aku hanya dapat melongo keheranan.
Kenapa dia berhenti seolah tak mau keluar dari hutan itu ?

"Tan, kamu nggak papa ?" Tanya Mutia sembari membantuku berdiri.

"Awww.. nggak papa Tan, cuma sedikit lecet kok".

"Ya ampun, jeans kamu sampe robek Tan"
Aku pun menengok lututku, benar. Celana ku sampai robek, terlihat kulitku yang sudah lecet dan merembes darah.

"Duduk dulu aja deh. Diselonjorin duku kakinya" perintah Feri.

"Nggak Fer, jalan dulu aja. Minimal sampe jalan depan lah. Nggak mau aku duduk sampingan sama hutan ini." Kelasku sambil melihat hutan itu lekat-lekat.

"Ya udah yuk Tan, aku bantu kamu jalan ya." Mutia menawarkan diri untuk memapahku.
Aku berjalan pincang sambil dibantu Mutia.

"Fer, kamu dari pertama Kesini sendirian ?" Tanyaku memecah keheningan

"Enggak."

Aku dan Mutia saling melirik.

"Sama temen ?" Mutia bergantian bertanya kepada Feri.

"Iya."

"Terus, teman kamu dimana sekarang ?"

"Entah. Aku sama seperti kalian. Jatuh, kecelakaan, pingsan. Tapi bedanya bangun-bangun aku sendirian."

"Sendirian ?" Tanyaku dan Mutia bersamaan.

"Iya, sebelum pingsan aku sempat mendengar ada suara seseorang yang membantu kami.." Feri terdiam, mengambil jeda sejenak dan melanjutkan ceritanya.

"Aku pikir karna dia sendirian akan membantu satu persatu dari kami. Tapi ternyata saat aku bangun sadar sepenuhnya, aku sendirian di jalanan."

"Temanmu ? Hilang ? Atau meninggalkan mu ?"

"Entahlah, aku tak mengerti. Aku sudah berusaha mencarinya kesana kemari. Tapi nihil"

"Kamu sudah berapa lama disini?" Tanyaku perlahan

"Aku tak ingat. Mungkin empat harian"

"Ohh"

"Eh, kamu empat hari makan apa ?" Tanya Mutia terkaget dan akupun baru menyadari mengenai hal itu.

"Aku nggak makan apa-apa. Anehnya itu. Aku tidak merasakan lapar dan haus sama sekali." Jelas Feri dengan tenang.

"Iya ya, aku selama disini juga nggak ngerasa laper haus sih"

Tiba-tiba kami bertiga berhenti. Saling beradu pandang

"A...a..pa Ki..taa.. udah.." tanya Mutia tergagap

"Mati?" Lanjut Feri datar
-----------------

Halo Readers ^_^
Jangan lupa pencet vote ya supaya tau kalau aku udah update cerita selanjutnya 🤗

Wisata Di Alam GaibTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang