Perjalanan dimulai

90 7 0
                                    

"Apa sih Mut ?" Jawabku sambil mengernyitkan dahi. Lalu aku meraih ponsel di kantongku. Sial tidak ada. Aku baru ingat kalau tadi selama perjalanan ponsel ku untuk pemandu arah. Pasti terlempar saat jatuh. Tanpa menunggu lama aku merebut ponsel dari tangan Mutia.

14:00

Hah ?

"Yakin nih jam 14:00 ?? Hp mu eror kali ahh. Yakali gelap gini masih jam segini" elakku sambil menepuk-nepuk ponsel Mutia, siapa tau memang ponselnya eror karena kecelakaan tadi.

"Ehhh jangan dong nanti rusak beneran." Jawab Mutia sambil merebut ponselnya

"Mut, hidupin senter dong. Hp ku nggak ada nih" pintaku pada Mutia yang diikuti anggukan darinya. Ia segera menghidupkan senter dari ponselnya. Kami mencari disekitaran tempat kami jatuh. Namun tak kunjung ketemu juga.

"Ahhh ketemuuuu" seruku girang karna akhirnya menemukan ponselku dibawah pohon. Yap, mungkin terlempar lebih dulu sebelum aku dan Mutia mendarat mulus di tanah tempat kami tersungkur.  Dengan cepat aku mengecek jam di ponselku.

14:30

"Lah Tan, hp kita kok kompakan. Gini sih erornya" tanya Mutia penuh kebingungan. Mutia masih menatap bingung ponsel kami. Ia mencoba mengutak-atik apakah yang salah dengan pengaturan ponsel kami. Namun tidak denganku, diam-diam jantungku berdebar kencang. Nafasku terasa berat dan tersengal, permukaan kulitku terasa panas dingin dan perasaan ku tak karuan. Aku mulai merasakan ada hal yang tidak beres sedang terjadi.

"Mut, yuk kita lanjutin perjalanannya aja. Kan udah Deket juga. Yuk nyari penginapan Deket pantai aja. Disana kan pasti ada warga tuh. Kita tanya. Kali aja ini gerhana matahari" ajakku pada Mutia yang masih mencoba memberikan sugesti positif kepadanya.

"Benar juga yah. Jangan-jangan ada gerhana matahari. Yuk Tan bantuin dorong motor balik ke jalan dong"

Susah payah kami mendorong motor kembali ke badan jalan. Namun anehnya jalan terasa sangat lengang. Gelap, lengang dan benar-benar sepi. Bahkan suara alam seperti dari hewan pun tak ada. Aneh. Yah memang aneh. Setiap tempat pasti dihuni oleh makhluk hidup, jika di pemukiman atau kota akan ada suara kehidupan manusia. Namun jika di alam, bukankah harusnya ada suara kehidupan alam seperti hewan ?

"Tan, kamu ngerasa aneh nggak sama suasananya ?" Tanya Mutia dengan menelan ludah karna merasa tak nyaman dengan keadaan ini.

"A.. apa sih Mut. Dari tadi kok ngelantur Mulu." Jawabku pada Mutia mencoba untuk menepis pikiran negatif dari otak kami.

"Ini.. kita dimana sih Tan. Masak lengang gini, suara jangkrik aja nggak ada. Kayak.. kayak di zona mati gini"

"Husshhh" jawabku cepat sambil menyenggol lengan Mutia

"Pamali ahh Mut ngomong kayak gitu di tengah hutan begini."

Yap, aku sulit mengatakan tempat ini apa. Bagi kalian yang belum pernah ke pantai Jogja, memang jalan menuju pantai akan melewati arena yang hanya berisi hutan pohon ataupun ladang warga. Namun itu jauh sangat jauh dari pemukiman.

Aku menelan ludah dengan berat. Mengamati suasana sekitar. Sepi, benar-benar sepi. Seperti kata Mutia, jalan ini ketika gelap seperti zona mati.

"Dah ah yuk kita jalan aja. Kurang setengah jam lagi kan harusnya ?" Ajakku memecah keheningan.

Aku meraih ponselku untuk melihat peta digital. Namun ternyata kesialan memang sedang menghinggapi kami. Tidak ada sinyal sama sekali. Sehingga peta digital hanya berputar-putar tidak menunjukkan arahnya.

"Mut, aku nggak ada signal nih. Hp mu ada signal nya nggak ?"

"Yah sama nih Tan.. Lagian di temapt seperti ini mana ada signal nya sih ?"

Benar juga ya, memang biasanya kan kalau di daerah Deket pantai nggak ada signal nya.

" Ya udah deh ikuti jalan aja yuk. Seingetku tinggal ikuti jalan udah sampai kok."

Mutia pun mengangguk tanda setuju, yah memang jalan menuju pantai cenderung hanya satu jalan tanpa ada belokan. Adapun pasti ada papan petunjuk arah.
Kali ini Mutia bersepeda cukup hati-hati, mungkin ia takut akan terjatuh lagi. Selain itu memang masih tersisa rasa sakit di tubuh kami akibat terjatuh barusan.

******
Hampir satu jam kami bersepeda, tapi rasanya jalan ini tidak ada ujungnya. Semua jalanan yang kami lalui terasa sama. Dan langit masih gelap gulita tak bertambah gelap atau terang sedikitpun.

"Tan, kok nggak nyampe-nyampe ya ? Perasaan udah lumayan lama kita nyepedanya deh" tanya Mutia cemas padaku. Akupun tak kalah cemas dengan Mutia. Namun jika aku menampakkan kecemasan padanya, aku yakin dia akan semakin cemas dan itu tidak akan menolong kita untuk segera sampai tujuan.

"Mungkin karna kita nyepedanya pelan Mut, jadi waktu yang dibutuhkan lebih lama" jawabku setenang mungkin agar Mutia tidak merasakan perasaanku yang sebenarnya.

Kami masih melaju dengan perlahan. Tak lama kami melihat ada seorang kakek-kakek sedang jalan kaki membawa seikat ranting kayu bakar dikepalanya berjalan berlawanan arah dengan kami.

"Tan Tan, ada warga nih. Kita tanya yuk" ajak Mutia antusias.

Akupun tak kalah leganya akhirnya melihat orang di tempat ini.
Mutia pun segera menepikan motornya dan kami berjalan menghampiri kakek itu.

"Kek, permisi mau tanya kalau mau ke pantai masih jauh nggak ya ?" Tanya Mutia sesopan mungkin.

Namun aneh, kakek itu tetap berjalan seperti tidak mendengar suara Mutia.

Akupun kesal karena di situasi seperti ini kakek itu sangat tidak bekerjasama.

"KAKEK"

Panggilku sambil berteriak karena jengkel kakek itu terus berjalan menjauhi kami. Mutiapun terkaget mendengar suaraku.

Namun sepertinya berhasil. Kakek itu berhenti dan berbalik arah. Namun ia seperti tak melihat keberadaan kami. Ia mengedarkan pandangan nya menyapu ke sekeliling. Lalu ia berbalik lagi dan melanjutkan perjalanan.

Apaaaa ??? Aku semakin jengkel dan berlari lalu menarik tangan kakek itu.

Kakek itu tiba-tiba terdiam dan mematung. Ia berbalik menghadap ke arahku perlahan. Lalu matanya membulat dan dengan cepat ia membalikkan badannya dan berjalan setengah berlari.

Aku dan Mutia terheran. Sontak kami menghadap ke belakang. Tidak ada apa-apa, tapi kenapa Kakek tadi seperti ketakutan?

-----------------

Halo Readers ^_^
Jangan lupa pencet vote ya supaya tau kalau aku udah update cerita selanjutnya 🤗

Wisata Di Alam GaibTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang