Tempat apakah ini

69 8 1
                                    

"Tan, Tan.. Itu yang didepan rumah itu orang kan Tan?" Tanya nya berbisik.

Lalu Nenek itu menoleh kepada kami dan tersenyum.

Deg... Kok dia tau ada kita, pikirku saat itu. Namun aku dan Mutia tak langsung mendekati Nenek itu. Kami masih ragu untuk melangkah. Karena jujur saja, sekarang kami mulai ragu dengan setiap pengelihatan kami. Tidak bisa membedakan mana manusia dan mana hantu. Bahkan terkadang terlintas dipikiranku bahwa Mutia bukanlah Mutia. Namun dengan dia yang masih telmi, heboh dan penakut. Kurasa dia masih Mutia temanku.

"Tan, aku nggak yakin deh berani kesana."

"Sama Mut. Takutnya tiba-tiba Neneknya berubah. Kan ngeri" jawabku sambil bergidik ngeri membayangkan kalau-kalau itu benar terjadi.

"Tapp...piii cuma nenek itu yang bisa kita temui. Nggak ada salahnya mencoba kan ya ?" Tanya Mutia meminta dukungan padaku.

Aku mengambil nafas dalam dan menghembuskannya secara kasar. Aku benci mengakui kebenaran ucapan Mutia barusan. Bisa dibilang, saat ini nenek itu adalah satu-satunya harapan yang ada. Dan tidak ada salahnya mencoba.

"Ya udah yuk Mut. Bismillah aja deh."

Akupun mulai menstater motorku dengan pelan-pelan penuh keraguan. Perlahan-lahan kami mendekati rumah nenek itu yang masih saja menatap kami dengan senyum misteriusnya.

Wuusshhhhh.....

Lagi-lagi secara tiba-tiba angin bertiup kencang dalam satu kali hembusan. Aku menghentikan motorku dan memejamkan mata seraya menghalau angin dari wajahku. Kali ini angin bertiup lebih kencang dari segala arah. Suara ranting-ranting pohon bertabrakan menambah kesan horor pada malam ini. Setelah angin mereda aku mencoba membuka mataku dan berniat melanjutkan laju motor kami.

Ketika aku membuka mata, aku tak percaya dengan apa yang aku lihat  aku secara cepat kembali menutup mataku rapat-rapat berharap pemandangan barusan adalah kesalahan.
Perlahan-lahan aku membuka mataku kembali. Dan sialnya, mataku masih menatap hal yang sama. Yaitu sosok perempuan itu kembali muncul berada di samping rumah si nenek misterius. Aku merasakan persendianku melemas seketika.

Belum sempat aku mengucapkan sepatah katapun pada Mutia. Tiba-tiba sosok itu memutar kepalanya perlahan dengan gerakan seperti tulang patah. Dan..

Krekkkk...

Kepala dari sosok itu seperti patah miring ke samping dengan mata terpejam.
Tiba-tiba sosok itu membuka mata dan melotot ke arah kami.

Sontak aku menjerit namun tiba-tiba tangan Mutia membekap mulutku. Aku melirik ke arah spion melihat Mutia, ia memberiku kode dengan telunjuk di depan mulutnya. Akupun mengangguk tanda mengerti. Namun telunjuknya berubah menunjuk ke arah bawah sebelah kiri kami. Akupun mengikuti arah telunjuk Mutia.

Seketika nafasku tercekat dan mataku terbelalak tak kalah kaget ketika mendapati terdapat sesosok perempuan berbaju lusuh sedang duduk ngesot di bawah dekat motor kami. Wajahnya menghadap ke atas dengan mata bolong yang berdarah-darah. Tangannya terlihat meraba-raba mencari sesuatu yang terjatuh.

Aku dan Mutia masih terdiam mematung melihat pemandangan mengerikan itu. Tubuhku bergetar hebat, tak mampu bergerak.

Saat aku kembali menatap ke arah depan. Tiba-tiba sosok itu berubah. Perlahan-lahan matanya memerah dan mengeluarkan darah. Bibirnya mulai membusuk disusul keluarnya belatung dari mulut. Semakin banyak dan semakin banyak belatung itu bermunculan. Dan tiba-tiba tangan kanannya.... Tangan kanannya perlahan-lahan lepas dari pergelangannya. Darah mengucur deras dari tangannya dan pergelangan tangannya melayang ke depan.

KE ARAH KAMI...

Yaaaa aku tidak salah lihat, tangan itu melayang menghampiri kami. Tanpa pikir panjang dan aba-aba aku langsung tancap gas dengan kasar memutar motorku ke arah kembali. Mutia hampir terjungkal kebelakang namun ia sigap berpegangan padaku. Aku tidak peduli apakah motorku mengenai sosok perempuan ngesot itu. Yang terpenting aku harus segera bergegas pergi dari sini

Aku melaju cepat dengan tangan melayang yang masih mengikuti kami.

Tangan itu pucat namun berlumuran darah yang lama-kelamaan menghitam. Aku memacu motorku dengan kencang. Tak peduli jalanan licin penuh pasir. Motorku oleh beberapa kali karna mengenai kerikil dan lubang jalanan. Namun aku tlmasih bisa menjaga keseimbangan dan memacu motorku. Tak sadar aku telah sampai diujung jalan. Ada sebuah pertigaan dan dengan asal aku membelokkan motorku ke arah kiri.

Ciiitttt braakkkk

Suara rem motorku menggema karena kutekan secara mendadak dan dalam. Lagi-lagi kami terjatuh dari motor dan terpelanting ke arah kiri. Namun karena terlalu takut aku dan Mutia berlari menembus ke arah hutan. Dengan berharap tangan itu tidak akan menemukan kami di antara pepohonan jati yang rapat.

Aku dan Mutia bersembunyi seraya berpelukan. Entahlah.. Saat itu yang kurasakan hanya perasaan capek dengan keputus asaan. Aku mulai lelah dan putus asa dengan perjalanan ini. Begitupun dengan Mutia. Ia tampak memelukku erat dengan rasa takut yang memuncak. Namun tak terucap sepatah katapun diantara kami.

Mungkin sekitar 15 menit kami bersembunyi. Sosok itu maupun tangan itu sudah tak terlihat lagi.
Aku melepaskan pelukan ku pada Mutia. Lalu ingin beranjak untuk melihat keluar, namun Mutia mencegahku. Aku terheran, lalu aku menengok ke Mutia untuk bertanya kenapa.

Namun saat aku melihat Mutia...

Astagfirullah !!!!

Seruku dalam hati seraya menutup mulutku.

Mutia tampak begitu pucat dengan tatapan kosong dan mulut menganga. Aku terkaget dan jatuh kebelakang. Aku merangkak mundur mencoba menjauhi Mutia. Namun tiba-tiba Mutia memegang kakiku dengan tangan sedingin es. Hampir saja aku berteriak, namun telunjuknya mengarah ke atas pohon.

Sungguh pemandangan yang sulit aku terima dengan panca indera ku.

Ada sekitar 6 sosok perempuan berbaju putih lusuh yang bertengger di pohon yang berbeda-beda. Bajunya begitu panjang hingga hampir menapak ke tanah. Rambutnya acak-acakan dan mereka membawa bayinya masing-masing. Mulutnya menyeringai memperlihatkan gigi runcing dengan hidung yang lancip. Pipi tirus bolong sana sini dan mengeluarkan darah.

Seketika tubuhku lemas, pusing dan berkunang-kunang. Kupikir hal terbaik saat ini adalah pingsan. Yahh pingsan. Aku ingin pingsan saja.

Belum sempat aku pingsan, tiba-tiba mereka semua serempak menatap tajam ke arah kami. Jantungku berpacu cepat hingga rasanya akan terlompat keluar dari dada.

Seperti diberi aba-aba, mereka membuat senyum mengerikan dan terdengar suara yang nyaring memekakkan telinga.

"Kikikikikikkikikikiki" mereka cekikikan bersaut-sautan.

Tiba-tiba aku merasakan punggungku berat. Berat sekali.

-----------------

Halo Readers ^_^
Jangan lupa pencet vote ya supaya tau kalau aku udah update cerita selanjutnya 🤗

Wisata Di Alam GaibTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang