Author's POV
—Seoul, 2036.
"Ayah, help me!"
Gadis kecil berusia 12 tahun dengan rambut panjang tergerai itu berlari cepat menuruni anak tangga. Membuat Jaemin, Felix dan yang lainnya waswas—takut ia terjatuh.
Sementara Haechan keluar dari kamarnya begitu mendengar seruan gadis yang tahun ini telah duduk di bangku kelas 1 smp itu.
"Hm?" sahut Haechan dengan kedua alisnya terangkat bersamaan. Tanda bertanya gadis kecil itu ingin meminta bantuan apa.
"Bagus yang ini atau ini?"
Gadis itu Alea namanya. Dia menunjukkan dress selutut berwarna pink soft dan putih yang dipegangnya pada sang ayah alias Lee Haechan.
"Dua-duanya bagus kok."
"Ah, Ayah ... ayo dong ... bantu aku pilih. Aku mau keliatan cantik di depan Tante Selli." Gadis kecil itu merengek karena Haechan tak memberinya jawaban yang bisa mengakhiri kebimbangannya.
Haechan kelihatan berpikir dulu. "Ayah pilih putih!" ujarnya, "coba tanya mereka juga, suruh voting," lanjutnya sambil menunjuk Jeno, Hanjis, Noa, Jaemin dan Felix yang sejak tadi duduk di sofa.
"Putih!" sahut mereka berlima serempak.
Jihoon datang tepat sesaat setelahnya. Sama seperti Haechan dan yang lainnya, ia mengenakan kemeja putih berlengan panjang yang lengannya ia gulung sampai sesiku dan celana panjang hitam.
"Ada apa nih?" Jihoon menatap Alea yang masih berdiri dengan dua helai dress miliknya.
"Bagusan yang mana, Om?" tanya gadis itu pada Jihoon.
"Bagusan putih. Tapi Tante Selli suka warna pink. Dia pasti seneng banget liat kamu pake dress pink," ucap Jihoon. Dengan wajah semringah, Alea mengangguk dan lantas berlari ke lantai atas menuju kamarnya.
"Yeuuuu ... maemunah! Kalau gitu ngapain voting, langsung aja tanya Jihoon," celetuk Jeno disambut gelak tawa Jaemin dan yang lainnya.
"Om Jihoon, nanti kepangin rambut aku, ya!" Alea berseru dari lantai atas.
"Siap!" Jihoon menyahut sesaat sebelum menghempaskan punggungnya di sofa, tepat di antara Felix dan Hanjis.
Haechan yang semula berdiri di dekat sofa ikut bergabung duduk setelah selesai mengancingkan lengan kemeja putih yang dipakainya. Atensi mereka tertuju pada sepasang cincin dalam kotak kecil yang dipegang Jihoon.
"Good luck, Bro!" ucap Felix seraya menepuk bahu Jihoon yang atensinya terus tertuju pada cincin dalam kotak yang dipegangnya. Tatapannya manis dan penuh cinta.
"Apa lagi, Sayang?"
Atensi mereka beralih seketika pada Noa yang terlihat sedang menerima telepon.
"Aku kan udah bilang, aku gak kasih izin," ucapnya, "... Bukan ngekang, tapi yang bener aja masa kamu pergi selama 7 hari?" tanyanya kelihatan frustasi. "... Ya beda dong!" Noa menoleh sebentar ke arah kawan-kawannya yang masih memperhatikannya dengan tatapan macam-macam, sebelum melanjutkan bicara "... Masa aku gak ketemu kamu selama 7 hari? Mana bisa!"
Pffffttttt!
Jeno, Hanjis dan Jihoon kompak menahan tawa. Sedangkan Felix, Haechan dan Jaemin berlagak ingin muntah. Meski Noa bicara setengah berbisik barusan, mereka tetap bisa mendengarnya dengan jelas.
"Nanti diatur lagi ya waktunya. Jangan pas aku sibuk."
"Iya, aku gak bakal ganggu waktu kamu sama sahabat-sahabat kamu, tapi seenggaknya aku bisa jagain kamu dari jauh."
"Ngambek gak sih ini? ... Hahaha ... Okay, i love you too."
"Gelay!"
Tentunya yang terakhir itu bukan suara Noa, melainkan Jeno. Katanya selalu merinding tiap melihat Noa mode bucin.
"Diem kenapa sih, Jen, entar bini gua denger!" rutuk Noa yang langsung kembali duduk di samping Jeno, lalu mengapit leher laki-laki itu di ketiaknya karena kesal.
"Inget ya teman-teman, jangan terlalu benci sama orang, nanti kena karma malah jadi bucin," sindir Hanjis. Yang lain senyum-senyum menahan tawa. Takut kena tampar Noa kalau terang-terangan tertawa.
Tapi ujungnya Noa mengomel juga. "Tuhkan anjir males banget gua kalau telfonan depan kalian pasti ujungnya diejek."
Jaemin yang duduk di samping kirinya segera memeluk lengannya, "jangan ngambek dong, Sayang-"
"Sialan Nana!"
"Bahahahaha ...."
Beberapa saat kemudian ...
"Apa lagi yang mau dibawa?"
Tanya Haechan setelah mengambil berbagai macam barang milik Alea yang ingin dibawa gadis itu untuk ditunjukkan pada Selli.
"Mmm apa ya ... oh iya! Lukisan aku bulan lalu!" ujar Alea yang sejak tadi duduk di tepi tempat tidurnya.
"Kayanya harus bawa koper gak sih?" canda Jihoon sambil menunjukkan cengirannya. Tangannya masih sibuk mengepang rambut Alea di bagian tepi kanan dan kirinya saja, alias sebagian besar sisa rambutnya terurai rapi.
Jaemin dan Noa yang sejak tadi berdiri di pintu kamar Alea hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala saat putri dari Lee Haechan itu masih menyebutkan berbagai macam barang yang ingin ia bawa, padahal tangan mereka telah penuh karena memegang berbagai barang miliknya mulai dari piagam penghargaan, sertifikat lomba, sabuk taekwondo, boneka teddy bear beserta surat pengakuan cinta dari pengagum rahasia pertamanya dan masih banyak lagi.
Mereka bersiap untuk turun begitu Jihoon selesai membantu Alea menata rambutnya. Gadis kecil itu berdiri di depan cermin dengan wajah puas karena rambutnya ditata Jihoon sedemikian cantik.
"Ayo, berangkat! Aku udah nggak sabar mau ketemu Tante Selli!"
Alea berlari duluan keluar dari kamarnya. Jihoon dan yang lain menyusul, mengekori gadis kecil yang melangkah dengan penuh semangat sampai membuat Haechan waswas—takut putrinya jatuh di tangga.
Hi hello~
Sebenernya prolog cerita ini udah aku tulis dari lama (kalau nggak salah dari 2022), tapi baru bisa aku publish sekarang hehe
Sebelumnya maaf banget yaa kalau ketikan aku makin jelek, soalnya udah jarang nulis wkwk😭
Semoga cerita ini bisa ngobatin kenyesekan kalian karena ending Tertukar dan semoga kalian suka ceritanya🥰
Btw, ini latar waktunya sesuai umur 00L aja ya. Jadi yang Tertukar itu latar waktunya tahun 2018~
Setelah bab ini kita mundur ke tahun 2029 yaa~
KAMU SEDANG MEMBACA
Twenty Nine
Fanfiction[Sequel of Tertukar || Park Jihoon] Yang awalnya mereka pikir akan hilang seiring waktu berlalu, apakah benar-benar hilang atau mereka hanya terus berusaha menyangkalnya? ©Millenniums12, Maret 2024.