Keluh kesah dan Interview.

131 23 8
                                    

"Eh?"

Ketiga orang di ruangan tadi sama-sama terkejut. Suasana menjadi canggung, untung si anak tertua kita mencairkan suasana.

"Halo." Sapa Aya lembut.

Perempuan tadi lantas mengangguk cepat.

"I-iya." Jawab perempuan tadi gugup.

"Kau kenapa terburu-buru seperti ini?" Tanya Norman.

"Oh iya! Begini pak, saya takut datang terlambat dan saat saya menuju kemari saya tak melihat ada karyawan lain di tempat tunggu." Jelas perempuan tersebut.

Norman memandang perempuan itu dengan lekat, sedangkan Aya sedikit menahan tawa karena perempuan itu memanggil Norman dengan sebutan 'pak'.

"Harusnya kau lebih memperhatikan waktu. Kau datang terlalu cepat, dan kau juga memasuki ruangan pribadi tanpa permisi." Ucap Norman.

Si albino ini mengambil buku catatan, ia mencatat sesuatu setelah mengatakan hal tadi.

Perempuan tadi nampak sedikit panik. Dia takut tidak mendapat pekerjaan disini.

Ada suatu hal yang Aya sadari dari perempuan ini.

Dia cantik sekali! Seperti—dia spesial, salah satu manusia spesial dengan keunikan seperti Norman.

Terlepas dari Aya yang terus memandangi perempuan itu, Norman yang mencatat sesuatu di buku nya. Perempuan yang kini berstatus karyawan hampir lulus seleksi meneguk lidah nya kasar.

Ia berkata dalam batin nya.

"Sial, hari pertama ku."

"Pergi lah, kembali kesini saat ku panggil." Ucap Norman.

"Ba-baiklah." Perempuan tadi membungkuk hormat lalu pergi meninggalkan ruangan pribadi Norman.

"Dia cantik." Ucap Aya begitu perempuan tadi keluar dari ruangan Norman.

"Dia sama seperti mu. Memiliki kekurangan yang nampak sangat indah." Ucap Aya lagi.

"heterochromia. Iris mata nya berbeda warna." Ucap Norman.

Aya mengangguk antusias.

"Bukan kah dia cantik?" Tanya nya.

"Tidak terlalu. Biasa saja." Jawab Norman.

"Mungkin kau harus mempertimbangkan dia." Usul Aya.

"Kenapa? Apa yang membuat ku harus mempertimbangkan dia?" Tanya Norman.

"Kesamaan yang kalian miliki mungkin tidak hanya soal fisik. Siapa tau kan? Dia cocok jadi sekertaris bahkan teman curhat mu." Jawab Aya.

"Atas alasan seperti itu kau meminta ku mempertimbangkan nya?" Tanya Norman sekali lagi.

"Kau seperti tak mengenal ku saja. Kau tak percaya pada kakak mu ini?" Tanya Aya balik.

"Baiklah, aku akan mempertimbangkan dia." Ucap Norman sedikit pasrah.

Setelah itu, Norman memperlihatkan data-data karyawan yang hampir lulus seleksi Akhir.

Ntah mengapa, semua nya terlihat cantik. Aya sampai berpikir kalau dunia manusia memiliki sihir untuk merubah wajah menjadi cantik.

"Dilihat dari data-data ini, mereka yang hampir lulus seleksi Akhir nampak sangat pintar dan profesional." Ucap Aya.

"Kau benar. Namun, satu hal yang menjadi masalah." Ucap Norman.

Aya melirik Norman, "apa itu?" Tanya nya.

"Aku takut tidak ada yang cocok dengan visi dan misi perusahaan ku." Jawab Norman.

"Aku membuat perusahaan ini agar semua manusia dapat di pandang sama tanpa kasta dan perbedaan lain nya." Jelas Norman.

"Eyes On You, sebuah perusahaan yang berdiri agar mereka yang berbeda merasa semuanya itu sama, tanpa terkecuali." Jelas Norman lagi.

"Dengan desain simpel namun indah dengan beberapa warna penambah. Aku sengaja membuatnya, menandakan bahwa kita hidup sebagai warna yang sama indah nya saat bertemu dengan kanvas seputih susu." Jelas Norman.

"Tak ada yang berbeda, semuanya memiliki daya tarik masing-masing." Ucap Norman lagi.

Aya tersenyum lalu mengelus punggung adik albino manis kesayangan nya.

"Kenapa terlihat sedih seperti itu? Seleksi yang kalian lakukan membuktikan bahwa tiga orang ini tidak membeda-beda kan orang lain." Ucap Aya.

"Aku hanya takut." Ucap Norman sembari mengalihkan pandangan nya.

"Kau boleh saja takut, tapi kau harus tetap percaya dengan jalan yang kau ambil." Ucap Aya.

"Kemana pergi nya Norman? Seorang pemuda jenius yang berhasil mengalahkan para iblis dan memimpin pasukan nya tanpa rasa takut." Tanya Aya.

"Jika ada yang bisa mengubah sudut pandang orang-orang terhadap mereka yang berbeda, kau lah orang yang akan memulai hal itu."

Norman mengangguk, lalu tersenyum cerah. 

Bicara pada yang tertua memang hal terbaik. Pantas saja Ray sangat mencintai Aya.

"Bagaimana? Kau mau memutuskan sendiri atau tetap mau dibantu?" Tanya Aya.

"Ku rasa, aku akan memilih sendiri." Jawab Norman.

"Baiklah, tak masalah. Good luck." Ucap Aya.

"Maaf, aku membuang-buang waktu mu." Ucap Norman.

"No problem babe. Bye Norman." Aya bangkit dari duduk nya dan keluar dari ruangan Norman.

Norman menghela napas lega, beban nya selama beberapa hari ini seakan terangkat saat bicara pada Aya. Dan beban lain nya terangkat saat ia tau siapa yang harus ia pilih.

Sekitar lima belas menit setelah itu, ketiga orang yang hampir lulus seleksi akhir di panggil ke ruangan Norman.

Terrana Bhronte.
Asteria Anova.
Ikura Sayaka.

Ketiga perempuan cantik nan pintar kini duduk berhadapan dengan pemilik perusahaan.

Dengan jas hitam dan baju dalaman putih, mereka duduk dan tengah bicara dengan Norman.

"Biar ku tanya beberapa hal, jawaban kalian akan menentukan langkah kalian selanjutnya." Ucap Norman.

Vincent sudah berdiri di belakang kursi Norman dengan tab besar yang akan di gunakan untuk menilai ketiga perempuan di hadapan mereka.

"Apa yang menjadi suatu keunikan dari kantor Eyes On You?" Tanya Norman.























_________________________

write your answer to Norman's question!

///tuliskan jawaban atas pertanyaan Norman versi kamu!

Moon & StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang