5. Surat Teka-teki 1

19 3 0
                                    

Denisa duduk termangu di kursinya, tak peduli dengan guru yang sedang mengoceh di depan papan tulis, sementara ia sibuk mencungkil meja dengan penggaris. Ditempatkan di pojok kanan kelas, tempatnya gelap dan lembab, dengan meja kayu keropos yang penuh coretan.

Langit di luar kelas tampak abu-abu, menambah kesan muram pada penampilannya yang terlihat seperti hantu kelas yang menyedihkan.

Meski dikucilkan teman-temannya dan ditinggalkan oleh ayahnya, Denisa justru menikmati kesendirian itu. Dia tidak peduli dengan apa yang dikatakan oleh teman-teman di depannya yang hanya bisa menggunjing tanpa benar-benar memahami perasaannya.

Sejak pindah ke sekolah ini, Denisa menyadari bahwa teman-temannya tidak peduli padanya.

"Eh, si gembel itu makin aneh deh?" ujar perempuan yang rambutnya dikepang dua.

Teman di sampingnya yang memakai hijab langsung menyikut pelan lengan teman di sebelahnya. "Jangan nyebut-nyebut si gembel."

"Lah kan emang beneran. Liat, tuh rambutnya acak-acakan. Dia juga suka ngobrol sendiri. Ih aneh," jelas perempuan tersebut sambil menggidikkan bahunya.

Denisa tidak berani menatap mereka langsung sehingga ia hanya bisa melirik-lirik sekali dengan mata berkaca. Sebenarnya setiap mendengar hinaan teman sekelas dada Denisa berasa menyempit, sulit bernapas.

Kring!!!

Bel sekolah berbunyi, waktunya untuk pulang.

Para siswa langsung mengemaskan barang-barangnya ke dalam tas walau guru belum selesai menulis di papan tulis.

"Ini dijadiin pr untuk kalian ya. Minggu depan dikumpul," ucap sang guru.

"Baik, Bu!" jawab murid sekelas. Lepas itu semua berdoa lalu keluar dari kelas setelah gurunya meninggalkan ruangan.

Begitu berdiri dari kursi, perempuan yang rambutnya dikepang dua tadi langsung merebut buku milik Denisa.

"Eh jangan, Tari!" pinta Denisa.

"Kalau kamu mau ini, ya samperin aku," ucap Tari. Ia pergi ke belakang kelas yang terdapat ruang antara deretan kursi dengan tembok. Geng Tari juga ikut berdiri di sampingnya, menunggu bagaimana Denisa bisa merebut kembali buku miliknya.

Selain Denisa dan geng Tari, ada seorang anak laki-laki berkulit putih yang terkenal kalem di kelasnya. Entah apa yang membuat ia tidak keluar dari kelas.

"Heh, gembel! Mau diambil gak ini?" Tari mengejek sambil mengangkat buku tulis Denisa di udara, lalu melemparkannya ke salah satu teman di sebelahnya.

Denisa merasakan jantungnya berdegup kencang saat melihat buku tulisnya diangkat dan dilempar-lemparkan di antara Tari dan teman-temannya. Dengan langkah mantap, ia mendekati mereka, wajahnya mencoba menahan emosi.

Tari dan teman-temannya tertawa dengan liar. Mereka melempar-lemparkan buku tulis Denisa satu sama lain, tanpa mempedulikan isi yang ada di dalamnya. Halaman-halaman buku terbuka dan terhuyung-huyung di udara, menyebabkan beberapa lembaran terpisah dan hancur di lantai.

"Kerr, kerr, kerr ... ambil sini bukunya."

"Hahahaha, dah kek ayam aja!"

Denisa berhenti. Ia menangis. Tidak ingin terus diolok-olok oleh mereka. Gadis itu terduduk, lalu menutup wajahnya dengan tangan. Pundak Denisa berguncang, sedu sedannya terdengar memenuhi ruangan.

Tari dan teman-temannya tidak peduli, begitu juga Orchid bergeming.

"Eh, ada abangnya Denisa di luar, tuh!" ucap teman Tari yang masuk terburu-buru dari luar kelas.

AKTIVITAS MISTISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang