2. SpongeBob Squarepants!

58 4 0
                                    

Daniel tengah duduk di atas ranjangnya seraya menatap sebuah foto yang ia genggam sejak tadi. Itu adalah potret dirinya bersama sang ayah, yang saat itu mereka tengah memancing di sungai dekat rumah nenek. Dan di balik foto itu ada Rizky yang mengabadikan momen tersebut, berdiri di dekat pohon sambil memegang kamera, lalu mengatakan "Daniel, Ayah, liat ke sini!" Dan Daniel pun menatap lensa dengan gaya memamerkan ikan di tangannya.

Daniel tersenyum, menunjukkan gigi atasnya yang ompong. Waktu itu ia masih SD, belum punya beban yang semengerikan seperti saat ini. Masih polos-polosnya dan jika diperintah ini-itu sama kakak-kakaknya, Daniel justru patuh tanpa membantah. Entah mengapa ia sebodoh itu hingga dirinya mirip seperti budak zaman jahiliah.

Foto itu menunjukkan bahwa liburan ke rumah nenek merupakan momen yang tidak terlupakan. Daniel rindu mengisi akhir tahunnya di rumah nenek, bakar-bakar ikan, ngambil buah rambutan yang sudah ranum merah menggantung di dahan pohon, atau minum air kelapa muda dari pohon yang banyak tumbuh di belakang rumah. Di sana benar-benar bahagia, seratus persen bersenang-senang. Oh, ngomong-ngomong apa kabarnya tempat kampung halamannya itu? Daniel sudah tidak pernah ke rumah nenek semenjak ibu dan neneknya meninggal di tahun yang sama.

Kapan momen ini bisa diulang lagi? gumam Daniel di dalam hati. Saking rindunya ia meneteskan air mata, tapi cowok itu cepat-cepat menghapusnya sebelum kesedihannya itu menjadi sebuah tangisan. Daniel tidak ingin terlihat seperti cowok yang cengeng dan lemah.

Cowok itu lantas memasukkan kembali foto berukuran 2R yang gambarnya sedikit menguning ke dalam dompet.

Dari lantai bawah, terdengar volume tv yang begitu besar, hampir-hampir seperti teriakan. Jelas orang yang sedang menonton tv itu benar-benar tuli telinganya.

Are you ready kids?
Eye, Eye, Captain!
I can't hear you!
EYE, EYE CAPTAIN!
Oooooooooooo, who lives in a pineapple under the sea?
SpongeBob Squarepants!

Daniel menggelengkan kepalanya seraya tertawa pelan. Itu film kartun kesukaan Denisa–juga Daniel kecil. Adik satu-satunya itu memang sengaja membesarkan volume tv, seakan-akan satu rumah ini harus mendengarkan apa yang sedang ia tonton. Daniel lantas beranjak keluar dari kamarnya.

Dari pagar atas Daniel berteriak, "Denisa, kecilkan suaranya. Cukup kamu aja yang denger!"

Denisa menoleh ke belakang. Di lantai atas ia melihat kakaknya. "Gak denger!"

"Kecilkan suaranya!" ulang Daniel sambil menunjuk-nunjuk televisi.

Denisa membuka mulutnya membentuk kata 'ha' tanpa suara. Jelas saja gadis itu tidak mendengar karena suara Daniel kalah dengan suara televisi. Cowok itu lantas turun ke lantai bawah, membiarkan pintu kamar terbuka.

Sambil berkacak pinggang di hadapan Denisa, Daniel berkata, "Ke-cil-kan su-a-ra-nya!"

Denisa malah cengengesan, menunjukkan satu gigi gingsul bagian atas.

Daniel menghela napas dengan kasar. Memutar kedua bola matanya dengan malas, lalu mengambil remote tv yang berada di samping Denisa. Cowok itu mengarahkan ujung remote ke tv sambil menekan tombol volume. Suaranya perlahan mengecil. Setelah selesai diatur, tidak kebesaran juga tidak kekecilan, remote tv diletakkan di atas meja kaca. Daniel pun pergi ke dapur.

Daniel memijat pangkal hidungnya. Ada-ada aja, gumamnya di dalam hati.

Denisa menoleh ke belakang, memperhatikan punggung Daniel yang semakin menjauh. Gadis itu lantas meluruskan pandangannya ke belakang, ia mengambil remote dan ... membesarkan volume suaranya.

Daniel hampir tersedak minuman. Ia pun membalikkan badannya. "Denisa, tolong dikecilkan!" Adiknya tidak menyahut, justru terdengar cekikikan dari balik sofa.

AKTIVITAS MISTISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang