Author POV
06.30 wib
Suasana ruangan kamar inap Jennie pagi ini terasa ramai karena adanya kehadiran dari orang tua Jennie dan Lisa. Mereka tadi malam sehabis menginap bersama-sama.
Jennie masih setia berbaring di kasurnya, karena sudah dua harian ini Jennie juga masih belum diperbolehkan bangun atau berdiri sekalipun dari tempat itu.
Sambil menyantap sarapan sebutir telur rebus hangat, Jennie menatapi Lisa. Sedangkan Lisa di sampingnya saat ini tengah merasakan gugup yang luar biasa.
"Berani ga? Kalo masih takut-takut gitu mending ngga usah dipaksain, deh." Jennie bersuara.
Kedua orang tua mereka juga sedang memperhatikan Lisa sembari mereka duduk di sofa yang ada di sana. Mama dan ibu Lisa tersenyum, melihat bagaimana bingungnya Lisa ingin memulai dari mana.
"Aku ga berani, astaga. Tapi pengen banget gendong dia." Lirih Lisa.
Hal itu lantas membuat keluarga mereka saling tertawa.
Mama lalu berdiri dari duduknya. Ia pelan-pelan menggendong bayi Jennie. Mama sengaja memperlihatkan hal itu kepada Lisa, sekaligus memberikan contoh kepada Lisa bahwa beginilah caranya jika ingin menggendong seorang bayi.
"Sini, tumpuin kedua tangan kamu, usahain kedua lengannya kuat dan jangan terlalu gugup."
Mendengar suara mama berucap seperti itu, dengan hati-hati Lisa menarik nafas, kemudian ia hembuskan.
Setelah beberapa saat dirinya sudah merasa lebih tenang, Lisa lalu mengikuti ucapan mama.
Jujur, ini adalah pertama kalinya bagi Lisa. Selama dua hari kemarin ia belum pernah dan belum berani untuk menggendong bayi kecil mereka. Tidak hanya karena takut bayi mungil itu akan menangis tiba-tiba, namun Lisa juga takut rasa gugupnya bisa saja mengakibatkan bayi itu menjadi terluka.
Lisa bergidik sebentar, bibirnya menyengir lucu. Walaupun ia sendiri masih duduk dengan dibantu oleh kursi roda, namun Lisa tak mengurungkan niatnya sedikitpun untuk tetap belajar menggendong buah hatinya.
"Mama pelan-pelan, aku masih takut banget." Kata Lisa.
"Iya, ini mama pelan-pelan kok. Kamu tahan tangan kamu ya, jangan lemah."
Penuh ketegangan, ketika mama kemudian setengah membungkukkan badannya. Mama perlahan-lahan menaruh bayi yang masih tidak tahu apa-apa itu ke gendongan kedua tangan Lisa.
Setelah beberapa detik, si bayi tiba-tiba menggeliatkan badannya mencari tempat ternyaman saat ia sudah berada di gendongan Lisa. Semua orang yang berada di kamar itu bernafas lega, sedangkan Lisa hampir saja menahan nafasnya karena rasa gugup yang luar biasa menyergap.
Jennie lantas mengukir senyuman di tengah kunyahan telur rebus yang masih ia santap.
Suatu pemandangan yang indah baginya. Di tengah hangatnya suara tawa dan suara candaan dari ayah serta ibu Lisa, Jennie dapat merasakan adanya kasih sayang yang begitu besar dari setiap mereka untuk bayinya. Jennie benar-benar merasa kini misinya telah selesai, sembilan bulan penuh perjuangan ternyata tidak sia-sia.
"Sayang liat deh, tangannya ini kecil banget lagi genggam jari telunjuk aku." Lisa berucap antusias dan berusaha memperlihatkan hal itu kepada Jennie.
Jennie tersenyum, ia balas mengangguk. Jennie kemudian ikut menyentuh jari-jari mungil si bayi yang berada dalam gendongan Lisa.
"Lucu ya?"
"Huum, matanya mirip kamu banget." Tutur Lisa.
"Iya, kan anak aku."