Chapter 6: Lorong Rahasia

78 29 0
                                    

Brak!

"Woah." Aku tertawa, antara kagum dan merinding. Siapa pun yang di balik pintu itu, dia memainkan perannya dengan baik. Membuatku merasa tengah dikejar-kejar pembunuh berantai gila.

Brak!

Mendengar suara itu kembali terdengar, aku kembali mendorong meja bersama Ara. Kini, jarak antara pintu dan meja semakin menyempit.

"Berhasil!" Aku berbisik kecil, tersenyum. Sebenarnya kenapa mereka membuat meja di dunia ini seberat ini? Atau karakter kami yang melemah?

"Kita masih harus mencari jalan keluar, Lita" Ara berkata kecil, memintaku kembali mencari petunjuk.

"Iya, aku tahu." Aku mengangguk kecil dan beranjak mencari apapun itu, walau aku benar-benar tidak tahu apa yang harus kucari. Tapi apa pun itu, jika tempatnya bisa dijadikan persembunyian yang tidak mudah diketahui oleh pencari itu, atau malah lebih bagus, jalan keluar lain yang berada di ruangan ini. Pasti akan sangat berguna.

"Lita, apa ini memang begini sedari tadi?" Pertanyaan Ara membuatku berbalik, menatapnya, "Apanya?"

Ara menunjuk corak pada lantai yang tadinya tertutupi meja. Aku mendekatinya, memperhatikan corak itu. Corak persegi panjang. Ralat, bukan corak, tapi ... Lubang? Karena lantai kayu itu sedikit menjorok ke dalam membentuk persegi panjang, seperti ada yang kurang pada lubang itu, yang seharusnya diisi oleh sesuatu.

"Ini, harus dimasukkan sesuatu, sepertinya. Ya kan, Lita?" Ara menatapku, meminta pendapat. Aku mengangguk kecil, berusaha berpikir walau ditemani suara pintu tergedor itu belum berangsur menghilang. Hunter itu masih menabrak secara membabi buta, kini aku malah merasa malas dengannya, melihat dia sekonsisten itu dengan karakternya. Sedangkan dia bisa pergi dan mencari yang lain.

"Buku? Coba kita masukan buku." Aku bangkit, mengambil sembarang buku dari rak, mencocokkannya dengan lubang itu.

"Pas!" Ara bersorak senang, aku tersenyum puas. Mungkin saja keajaiban benar-benar terjadi.

Hening, tidak ada yang terjadi setelah sorakan gembira Ara. Tidak ada lorong rahasia yang muncul, rak buku yang tiba-tiba bergeser atau pintu yang tiba-tiba terlihat.

Aku semakin tidak mengerti. Apa ini hanya lubang biasa?

"Mungkin, bukunya salah?" ucap Ara kebingungan, sama bingungnya denganku.

"Mungkin," gumamku, menyetujui ucapan Ara. "Tapi ada banyak buku di sini, kita tidak bisa mencobanya satu persatu. Pasti ada petunjuk, atau apapun itu," sambungku.

"Atau mungkin bukan buku" ucap Lita, menatapku. Aku balas menatapnya, "Tidak, pasti buku. Tidak ada benda yang berukuran sama dengan buku-buku ini-" Aku tercekat, teringat sesuatu. Foto yang terpajang di dinding itu, mungkinkah ukurannya pas dengan lubang ini?

Untuk memastikannya, aku berulang kali menatap foto dan lubang itu bergantian hingga akhirnya menggeleng pelan. Jelas sekali tidak cukup, fotonya terlalu besar. Namun Ara mendekati foto itu, sepertinya dia melihatku yang meilirk foto itu berulang kali. Dia bahkan sampai menatap foto itu lekat-lekat, seolah keajaiban bisa muncul jika dia menatapnya.

"Terlalu besar Ara, tidak akan muat." Sembari menghela napas pelan, aku menatap Ara pasrah. Sementara suara pintu di luar mulai mengecil. Baguslah, Hunter itu sudah bosan berperan sebagai pembunuh berantai.

"Bukan, tulisan di bawah foto ini. Ara seperti pernah membacanya. Diantara judul buku-buku itu." Ara menoleh, menatap buku-buku di rak. Aku melihat arah yang Ara tatap. Benarkah?

"Eh, suaranya menghilang?" ucap Ara sembari menoleh ke arah pintu.

"Mungkin saja dia masih di sana. Seperti saat mereka munggu di pintu masuk." Aku menjawab tidak peduli, lebih memilih mendekati rak untuk mencari judul yang dimaksud Ara. Aku sudah mendapatkan sesuatu yang lebih menarik, untuk apa berfokus pada pintu di sana itu?

Doll [Tamat] (Dalam Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang