Chapter 26: Rasa Bersalah

32 23 0
                                    

Napas Ara terasa semakin berat, matanya yang mulai kelelahan menahan sakit itu masih menatap Lita yang berlari pergi meninggalkannya.

Ara lantas bangkit dengan susah payah, meringis. Begitu berdirinya nyaris sempurnya, kepalanya terasa pusing dan berat, seolah gravitasi menariknya untuk turun.

Bruk!

Ara jatuh terduduk, dia terlalu banyak kehilangan darah, wajahnya semakin memucat saja. Sembari meringis, Ara kembali duduk.

"Seharusnya ditangani lebih awal." Ara berbisik pada dirinya sendiri, kini dia terlalu banyak kehilangan darah, namun setidaknya masih bisa ditangani sebelum Ara benar-benar kehilangan kesadaran.

Dengan tangan yang masih lemas, Ara berusaha merobek celana coklatnya itu. Namun tidak mudah merobek saat tubuhnya terasa begitu lemas. Ara menggigit bibir, mencoba menarik lagi dengan sekuat tenaga.

Walau sedikit, kain celana Ara akhirnya terobek. Tapi setidaknya robekan kecil itu memudahkan Ara menarik kain sisanya dan menjadikannya untuk mengikat luka tembak pada kaki kirinya yang semakin mati rasa.

Ara meringis kecil kala dia mengikat kain itu kuat-kuat, tenyata lukanya terasa semakin sakit saat dia mencoba mengikatnya. Namun kini lebih baik, karena ada yang menghentikan darahnya sehingga tidak terus mengucur keluar.

Setelah beberapa saat Ara duduk untuk mengumpulkan tenaga, akhirnya dia bangkit dengan susah payah, keseimbangannya masih buruk. Tubuhnya terkadang oleng saat berjalan, tapi lebih baik daripada harus merangkak.

Susah payah Ara menahan agar dirinya tidak kehilangan kesadaran, dia harus datang Ke Viary dan membantunya. Atau tidak, kunci miliknya akan jatuh ke tangan tim lawan.

Dengan langkah yang tertatih-tatih, Ara mulai berjalan secepat mungkin menuju lokasi Viary. Terkadang dia nyaris jatuh atau mungkin sungguhan terjatuh, namun Ara dengan cepat bangkit lagi dan lanjut berjalan.

"WAA!" Suara teriakan terdengar, Ara yang begitu mengenal suara Viary langsung berlari panik menghampiri sumber suara itu. Kakiknya tetap terasa perih dan nyeri walau Ara sudah berlari dengan menumpukan langkahnya pada kaki kanan, sebisa mungkin meringankan kerja kaki kirinya yan terluka.

"VIA!" Ara berteriak dalam larinya, memberi tanda bahwa kini dia sampai dan bisa membantunya.

Tapi tidak ada jawaban dari Viary, Ara jadi semakin khawatir dengannya. Langkah Ara semakin cepat saja menghampiri suara tadi.

"Via!" Ara berteriak begitu dia melihat Viary yang tengah susah payah menahan Little Girl yang tengah menyudutkannya ke lantai dengan pisau yang mengarah ke wajahnya.

Viary tidak menjawab, dia masih fokus menahan pisau itu mati-matian. Alhasil, Ara berlari padanya dan mendorong Little Girl dengan badannya.

Bunyi berdebum langsung terdengar begitu mereka berdua jatuh bersamaan ke lantai.

"Ara?" Viary yang baru saja terlepas dari todongan Little Girl baru menyadari kedatangan Ara.

Ara yang berada di atas Little Girl tidak membiarkan Little Girl untuk bangkit dan melolokan diri. "Viary ambil pisaunya!" Ara berteriak tanpa memalingkan wajahnya dari Little Girl.

Wajah gadis kecil berkepang itu semakin terlihat mengerikan begitu dilihat dari dekat. Tidak ada yang berubah dari ekspresinya walau kini dia dalam keadaan terdesak, bibirnya tetap tersenyum lebar menampilkan gigi-gigi putihnya dengan menyeramkan. Seolah, apapun yang dilakukan atau terjadi pada gadis itu, wajahnya tidak akan pernah bisa berubah layaknya boneka.

DOR!

Bunyi tembakan kembali terdengar, lantas teriakan Viary terdengar setelahnya. Ara refleks menoleh, tangannya mengendur, membuat Little Girl bisa terlepas dari tindihan Ara.

Doll [Tamat] (Dalam Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang