Prolog

3K 178 6
                                    

Warisan ayahnya memang terbilang unik. Selain harta benda, ayahnya mewariskan [name], anak pertama dan satu - satunya, sebuah organisasi kriminal yang selalu ditanami investasi olehnya.

[name] tidak mengerti apa - apa soal komunitas ini terkecuali kalau mereka adalah organisasi bayangan yang tidak boleh sampai tertangkap.

Malam ini menjadi kali pertama ia bertemu dengan semua anggota kelompok. Wajahnya nampak tenang namun sebenarnya ia juga agak gugup. 

Menjadi pengganti ayahnya berarti ia juga harus tahu lebih dalam soal bisnis gelap ini bukan? Dan berbincang dengan anggotanya adalah salah satu cara yang tepat.




Seorang lelaki membuka pintu ruangan [name], ruangan yang dulu dipakai ayahnya untuk membicarakan bisnis dengan anggota kriminal ini.

Lelaki itu kemudian menggeser tubuhnya sendiri untuk membiarkan seorang lelaki lain yang terlihat sedikit lebih pendek darinya untuk masuk terlebih dahulu.

Diikuti dengan enam lelaki lainnya yang mengenakan seragam, delapan lelaki yang hadir di ruangannya malam ini kemudian berdiri tegak di hadapan [name] yang masih duduk tegang di kursinya.



"Silahkan duduk" ujar [name], sambil memandang semua rekan barunya.


Tujuh lelaki disana kemudian duduk berjajar dengan rapi di sofa panjang yang ada di pinggir ruangan, sedangkan lelaki yang [name] rasa adalah ketua mereka mendudukkan diri di hadapan [name], bersebrangan dengan meja kerjanya.





"Orang tua itu tidak bilang kalau anaknya perempuan"


Ucapan pembuka dari sang ketua membuat [name] terkejut. Bisa - bisanya orang ini berbicara begitu lancang tentang seseorang yang sudah mendanai kegiatan haram mereka.



"Kalau kalian sangat hebat seperti yang dibicarakan ayahku, seharusnya kalian bisa mengorek informasi tentangku dengan mudah"


Balasan [name] membuat beberapa lelaki di ujung ruangan terkejut. Dua lelaki bahkan sudah ingin berdiri sebelum akhirnya dihentikan dan ditarik untuk duduk kembali.

Lelaki yang duduk dihadapan [name] hanya mendengus kecil sambil meluruskan pandangannya pada [name] yang sudah mulai santai.






"Dia adalah orang yang paling kami hormati. Kami tidak akan mempertanyakan kehidupan pribadinya kecuali kalau dia yang meminta" jelas lelaki itu yang kemudian mengulurkan tangan kanannya.



"Sano Manjiro. Siapa namamu?"




"[name]. Senang bertemu denganmu" ujar [name] sambil membalas uluran tangannya.



"Apa bisa kita lanjutkan bisnisnya? Atau kau ingin mengundurkan diri?"



[name] tertegun sejenak. Ia tidak ingin mengecewakan ayahnya meski pria tua itu sudah tiada, dan tidak mungkin pula ia tidak melanjutkan bisnis kotor keluarganya.

Meski bukan sumber penghasilan utama, tapi pekerjaan ini yang paling dibanggakan oleh ayahnya.

Lagipun jika ia mengundurkan diri, ia yakin kelompok ini tidak akan membiarkannya hidup tenang. 



"Aku tidak begitu mengerti tentang bagaimana mengelola bisnis ini. Mungkin kalian bisa memberiku sedikit arahan?"



"Memberi arahan untuk atasan? Bukankah harusnya kau yang memberikan kami arahan?"



"Sudah ku bilang kalau aku tidak mengerti cara kerja ayahku dulu. Ku rasa aku butuh waktu untuk memahami bisnis ini"

Manjiro mengangguk kecil. Ia kemudian berdiri dari duduknya dan menatap [name] yang menopang dagunya dengan kedua telapak tangannya.


"Segera kabari aku kalau kau sudah paham. Kami butuh uang"

Lelaki itu berjalan santai keluar dari ruangan [name] diikuti dengan tujuh lelaki lainnya.





[name] merebahkan kepalanya di atas meja kerja yang dulu dipakai ayahnya. Matanya lurus menghadap selembar foto yang dibingkai di ujung meja, foto ayahnya dan dirinya yang diambil beberapa tahun lalu.




"Ayah punya buku diary gak yah?"

Pikiran random [name] tiba - tiba muncul. Berharap jikala ayahnya memiliki buku harian, ayahnya itu akan menuliskan tentang bagaimana cara menjalankan bisnis ini.



"Apa aku tanya Ibu ya? Ah enggak - enggak"

[name] menggelengkan kepalanya beberapa kali. Demi Tuhan, ia tidak mau membangunkan singa didalam ibunya dengan mengungkit soal bisnis ayahnya.



"Ah!"

[name] mengambil telepon genggam miliknya yang berada di dalam saku celananya. Ia kemudian mencari nama seseorang yang baru ditemuinya beberapa menit yang lalu di ruangan ini.




"Moshi - moshi. Sano-san, aku tau bagaimana caranya agar aku bisa memahami bisnis ini"




"Hm?"






🗡



terimakasih untuk ide ceritanya,

terimakasih untuk ide ceritanya,

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


maaf gak bisa tag akun kamu. wp crash setiap kali aku typing uname :(

#2 | Sanzu Haruchiyo ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang