5

1.1K 117 2
                                    

Mata [name] terbuka. Kepalanya terasa sangat berat untuk diangkat. Kedua tangannya terikat dibelakang tubuhnya sedangkan kedua kakinya sedang bersimpuh di lantai.

Beberapa orang yang[name] kenal memasuki ruangan gelap itu. Lampu gantung di atas mereka sama sekali tidak membantu penglihatannya setelah ia dibius dan dibawa pergi tadi pagi.

[name] mengerjapkan matanya sekali lagi untuk melihat sang ibu yang menatapnya dengan tatapan sendu dan jijik.

Ibunya yang tidak pernah merestui bisnis ayahnya kini dengan terpaksa harus memberi anak satu - satunya itu sedikit pelajaran.



"[name], ibu pikir kau menghilang untuk memperbaiki bisnis dan membersihkan keturunanmu nanti. Tapi lihatlah nak, sekarang kau malah terjebak dengan urusan kotor ini, bekerja sama dengan para mafia itu, dan berhubungan dengan salah satu anggotanya"



[name] tak menggubris. Ia masih sedikit heran mengapa ibunya itu mau repot - repot membawanya kemari dengan skenario ini.

Ibu yang ia kenal adalah orang yang pendiam, penurut, dan penyayang. Tapi perlakuannya ini tidaklah mencerminkan ibunya yang ia kenal.




"Sekarang ibu mau kamu mundur dari bisnis itu. Biar Jun yang mengambil alih. Keluarga kita tidak perlu berurusan dengan bisnis kotor seperti itu lagi. Kita sudah punya bisnis bersih yang dikenal banyak orang. Kita akan tetap hidup nyaman"

[name] mendecih. Setelah bertahun - tahun tidak berbicara dengan ibunya, akhirnya orang tua itu mengatakannya juga.



"Tidak mau" ujar [name].

Masih menatap anaknya dengan sendu, ibu [name] perlahan berjalan mendekati anaknya yang masih tegar menatap balik meski kepalanya masih terasa berat.



"Kau tau aku tidak suka menghabisi orang kecuali mereka membangkang. Tapi kau anakku satu - satunya, aku sangat menyayangimu, aku tidak bisa membunuhmu. Jadi akan ku habisi rekan - rekanmu itu"



Mata [name] melebar. Ia bisa tahu ibunya itu tidak main - main, dilihat dari tatapan orang tua itu yang sangat serius.

"Ibu, ayah sangat membanggakan mereka. Ibu tidak boleh membunuh mereka..."


Pembelaan [name] tidak mendapat respon baik. Malahan ibunya itu berdecak dan mengalihkan pandangannya sejenak dari sang anak.





"[name], ibu sangat mencintaimu ayahmu, kau tau itu kan?"

[name] tak menjawab, namun pandangannya tetap tidak lepas dari ibunya.


"Saat akhirnya ayahmu mengaku tentang pekerjaan lainnya ini, ibu pikir ayahmu bercanda. Tapi ternyata tidak. Ibu hanya bisa menerima kenyataan karena ibu sangat mencintai ayahmu, dan kau sudah ada di dalam kandungan. Ibu tidak ingin kau hidup tanpa ayah..."



"Ibu bisa bersabar dan menuruti semua kemauannya. Tapi kehilangan orang tua ibu adalah kehilangan yang terberat, dan itu semua perbuatan dari musuh ayahmu"



[name] mengangkat kepalanya, menatap wajah sang ibu yang kini terlihat marah. Ia tidak pernah mengetahui fakta ini.

Ia pikir kakek dan neneknya meninggal karena kecelakaan, karena itulah cerita yang ia dengar.



"Bisnis ini hanya membawa kesengsaraan untuk ibu. Ayahmu mengirimmu ke dalam sistem pelatihan agar kau siap untuk hal semacam itu. Ia ingin kau hidup bersenjata. Dan lihat sekarang, ayahmu meninggal karena ulahnya sendiri"


[name] masih tak bergeming.

Melihat wajah ibunya yang sangat serius bercerita, mengeluarkan raut marah dan kecewa membuatnya kehilangan kepercayaan tentang apa yang selama ini orang tuanya lakukan.








#2 | Sanzu Haruchiyo ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang