2

1.4K 143 3
                                    

"Gimana, gimana?"

"Gimana apanya?"

Sanzu mengerang kesal. Tubuhnya dilempar ke atas sofa di tengah ruangan.




"Gimana rasanya kerja sama tuan putri?" lelaki jangkung berpakaian rapi itu mengekori Sanzu kemudian duduk di samping kakinya yang tengah bersandar lurus.




"Ternyata dia seperti pelacur. Dilecehkan malah mau"


Ran, sohib kerjanya tertawa kecil. Tak menyangka kalau investor mereka adalah seorang yang tak sepolos penampilannya.




"Dia biasa aja tuh. Kok ada ya..."


Sanzu mendudukkan dirinya dengan segera. Wajah kesalnya terlihat ketika ia mengingat [name], perempuan yang baru ia setubuhi itu tak marah atau jadi takut dengannya.



"Kok ada sih perempuan kayak dia?!"

Beberapa orang di dalam ruangan itu menoleh terkejut akibat teriakan Sanzu, namun mereka segera mengembalikkan atensi mereka pada kegiatan masing - masing.



"Ho ho. Sabar dong, sabar"

Sanzu mendelik tak suka. Meski permainannya dengan perempuan tadi terbilang nikmat, tapi ia masih tak ingin kalau perempuan itu harus menempel padanya saat bekerja.

Baginya, seorang perempuan itu harusnya diam dirumah dan melayaninya saja. Tak perlu ikut bekerja dan membahayakan nyawanya.


"Tinggal dimanfaatin aja sih. Gampang kok. Lagian dia juga gak keberatan kan?"


Ucapan Ran ada benarnya juga. Sanzu jadi berfikir untuk mendekati perempuan itu demi menghasutnya agar segera berhenti menjadi partnernya.

Tak membalas ucapan temannya, Sanzu segera berjalan keluar ruangan. Ingin segera melancarkan rencananya karena ia sungguh tidak bisa berhenti memikirkan tubuh [name] sialan itu.




🗡




Setelah diberi izin oleh [name], Sanzu membuka pintu ruangan kerja [name]. Perlu diketahui bahwa tempat kerja kelompok ini berada di satu gedung dengan ruangan [name] yang dulu milik ayahnya ini.

Ayahnya itu suka sekali dengan cara kelompok ini menyelesaikan masalah mereka. Selain sangat cepat dan efisien, mereka juga hampir tak terlacak, padahal sudah bertahun - tahun mereka tidak pernah pindah markas.


"Oh, Sanzu. Kenapa?"

[name] kembali membalikkan perhatiannya pada laptop yang nyala di atas meja.

Ia dengan teliti memeriksa beberapa pesan masuk yang berupa permintaan tolong dari pihak teratas kepada Bonten -kelompok yang sedang ia tanami modal ini- untuk menyelesaikan masalah mereka.

[name] yang masih tidak mengerti soal permintaan klien ini segera saja menyortir semua pesan dan mengirimkannya kembali pada sang penasehat kelompok, Akashi Takeomi.

Setelah semua pesan elektronik itu terkirim, [name] mengangkat kepalanya dan menyadari bahwa Sanzu telah duduk di depannya. Bersandar pada punggung kursi sambil kedua tangannya bersedekap.




"Kenapa kesini? Ada yang mau dibicarakan?"


Sanzu masih tak bersuara, namun matanya melirik kesana kemari, memperhatikan ruang kerja [name] yang sudah penuh dengan barang pribadi perempuan itu termasuk kasur yang ia sangka baru -karena masih terbungkus plastik tipis- di ujung ruangan.




#2 | Sanzu Haruchiyo ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang