Ares duduk termenung di tepi kasur nya memandang keluar jendela kaca besar dikamarnya.
Pintu kamar terbuka tanpa suara membuat Ares tak berkutik di tempatnya bahkan tak menoleh sedikitpun.
"Sudah siap, Ares?" Suara lembut sang pengasuh membuyarkan lamunan Ares.
Ares kini menengok dan memberikan senyum nya. Dengan wajah yang ragu Ares menggeleng.
"Ada apa? Ares takut?"
Ares mengangguk diiringi dengan hilangnya senyum di wajahnya.
Ares sudah memakai baju rapi dan siap berangkat, tapi tiba tiba ia menjadi ragu dan takut.
Apa yang akan terjadi padanya setelah kemo? Apa akan sakit? Apa dia akan mengalami kerontokan juga? Semua perasaan khawatir itu bercampur aduk. Ia takut bagaimana jika semua itu sia sia.
"Ares, sudah siap nak? Ayo sekalian dianter mamah papah sebelum ke kantor" ucap mamahnya baru saja datang.
Sejak memgetahui Ares sakit, Fero dan Gina tidak lagi berangkat disaat gelap. Secara mereka bekerja di perusahaan sendiri, kapanpun mereka bisa datang. Tapi Fero dan Gina sama sama gila kerja. Bagi mereka kerja lah hidup mereka dan hidup adalah kerja.
"Sera, semua barang Ares yang mau dibawa udah disiapin kan?"
"Sudah bu" jawab formal Bi Sera tapi masih terdengar agak dingin.
"Yasudah, Ares mamah tunggu dibawah ya.. temanmu juga sudah dateng itu" ucap Gina lalu kembali turun.
Ares masih terdiam.
Bi Sera mendekat dan duduk di sebelah Ares.
"Tidak papa.. Mau Bibi temenin?"
Ares menggeleng cepat, ia tak mau merepotkan pengasuh yang sudah ia anggap lebih dari ibunya sendiri itu.
Tak lama kemudian, sosok yang ditunggu semua orang pun akhirnya turun dari kamarnya. Ares dapat melihat dengan jelas wajah mereka masing masing. Hanya untuk kemo pertama, untuk pertama kalinya mereka berkumpul.
Bukankah ini pemandangan yang indah?
Senyum mengambang di wajah semua orang yang disana, seperti menyambut seorang pangeran yang akan melakukan hal yang menyenangkan.
Hingga ke tangga terakhir. Ares ragu untuk melangkah. Ia terdiam. Gina pun mendekat dan menggandeng tangan Ares lembut. Memberi kekuatan hingga Ares pun berani melangkah.
Gina teringat, ia tidak banyak menghabiskan waktunya dengan kedua anaknya sejak mereka bayi. Tapi dia selalu ingat betapa bahagianya dia ketika menggenggam tangan anak nya pertama kali ketika mereka lahir dan ketika mereka melangkah pertama kali dulu.
Gina berusaha menahan air matanya. Dan memberikan senyum teduhnya. Gina merasa bersalah karena tidak pernah hadir di masa sulit anaknya. Gina dan Fero hanya terdiam di kursi depan, menyetir dengan serius.
Mereka sampai di rumah sakit.
"Nanti kalau sudah selesai, kabarin papah ya" ucap Fero
"Iya pah" jawab Zen lalu turun disusul dengan Ares dan Rian.
Mobil papahnya pun berlalu pergi.
"Gue ambil kursi roda dulu" ucap Zen lalu berlari ke dalam rumah sakit.
Niat hati Ares ingin menghentikan Zen tak Zen sudah berlari ke dalam duluan.
"Deg deg an ga, Res?"
"Udah ngga"
"Gue baru deg deg an cobaaa"
Ares menatap sinis ke sahabatnya itu dengan senyum sinisnya.
Zen datang dengan cepat membawa kursi roda.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARZEN
RandomAres dan Zen, saudara kembar identik yang tidak memiliki kemiripan selain fisik mereka. Mereka tidak dekat dan saling gengsi. Hingga suatu hari Ares tervonis kanker. #1 Kanker (100422)