Jujur sebenernya aku udah mentok banget dari 2 chapter sebelumnya, makanya kemaren kemaren sempet jeda agak lama di chapter 6 - Keluarga.
Aku sampe gatau buat alur ceritanya bakal kayak gimana endingnya >,<
Tapi waktu dikomen tuh kyk dapet ide aja langsung.
Tapi ya tetep ga bertahan lama, dan aku mentok lagi. So, aku bakal lanjutin sebisa aku yahh. Aku minta maaf banget kalo ceritanya ngebosenin atau ga sesuai konsep awal yang harusnya sad sibling gitu.
Oke cusss yukk lanjuuutt \>,</
***
"Bi kenapa?!" Panik Zen masih menggunakan seragam sekolahnya.
Ketika sedang asik latihan basket, Zen mendapat telepon dari papahnya untuk ke rumah sakit karena Ares kejang lagi dan kritis.
Bi Sera tak menjawab dan masih meremas tangannya berdoa dalam hati.
Zen melihat dari kaca besar ke ruang rawat ICU tempat Ares terbaring lemah dengan semua alat bantu di tubuhnya.
Ares belum boleh dijenguk oleh siapapun karena kondisinya yang buruk.
Kenapa penyakitnya tak bisa membiarkan Ares begitu lama tersenyum. Baru 2 hari Ares benar benar bisa melihat dengan jelas.
Papah dan mamahnya belum datang karena ada meeting. Dan tadi disaat Ares kejang hanya ada Bi Sera yang menemaninya.
Bisa terlihat seberapa takutnya Bi Sera. Tubuhnya masih terlihat gemetar, wajahnya masih basah oleh tangis. Matanya pun masih memerah dan bengkak. Wajah kuat dan teduh Bi Sera seketika hilang begitu saja. Zen tak pernah melihat Bi Sera seperti ini.
Disisi lain di sekolah
Berita tentang Ares yang kritis pun menyebar dengan cepat di sekolah mereka. Club musik menjadi mati sejak Ares tak masuk ke sekolah lama.
Acara tahun baru akan segera tiba, semua Club bahkan organisasi menyiapkan penampilan terbaik mereka. Tapi hanya club musik yang kehilangan harapan, tanpa Ares mereka tak tahu harus menampilkan apa. Ares adalah vokalis utama yang memiliki karisma tersendiri dengan gitar listrik nya.
Tapi apa boleh buat, mungkin semester ini club musik harus dibubarkan.
***
Semua ucapan semangat dan cepat sembuh memenuhi ruang rawat inap Ares. Bahkan dari beberapa kolega perusahaan orang tuanya pun datang untuk sekedar memberi perhatian.
Ares sudah siuman. Tapi hanya satu orang satu orang yang boleh masuk ruangan nya bergantian. Karena Ares masih dalam keadaan yang belum stabil.
Zen menggenggam tangan Ares kuat. Berharap ia bisa menyalurkan semua kesehatan yang ia punya untuk Ares.
"Zen..."
Zen langsung mengangkat kepalanya dan menatap Ares sendu.
"Gue.. mau.. sembuh" lirih Ares menatap Zen dengan matanya yang sudah berkaca kaca.
Zen sekuat tenaga menahan air matanya jatuh. Zen tak bisa berkata kata.
"Club musik... Gue.. gimana Zen?" Tanya Ares.
Zen gatau harus menjawab apa. Club musik Ares benar benar hilang pemain sudah dipastika mereka akan bubar.
"Mereka.. masih nunggu lo, Ar... Jadi, lo harus kuat. Oke?"
Ares tersenyum. Matanya terlihat lega mendengar ucapan Zen. Entah bohong atau memang benar. Ares tak peduli.
"Zen"
KAMU SEDANG MEMBACA
ARZEN
RandomAres dan Zen, saudara kembar identik yang tidak memiliki kemiripan selain fisik mereka. Mereka tidak dekat dan saling gengsi. Hingga suatu hari Ares tervonis kanker. #1 Kanker (100422)